Ketika perilaku eksibisionisme mulai mengganggu hidup sehari-hari seseorang dan menimbulkan hendaya serta distress, maka hal ini mulai dilihat sebagai gangguan kesehatan mental, yaitu Gangguan Penyimpangan Seksual Eksibisionistik. Artinya, mereka akan membutuhkan bantuan psikologis profesional.
Berbagai pendekatan psikoterapi pada Gangguan Eksibisionistik mesti dilakukan dengan pendekatan yang bijak. Dimulai dengan sikap menerima dengan tenang keluhan orang dengan Gangguan Eksibisionistik.Â
Psikoterapi perlu menciptakan suasana dimana pelaku eksibisionisme dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi. Inilah tujuan awal psikoterapi pada orang dengan gangguan eksibisionisme, karena pada mereka yang datang meminta bantuan biasanya memiliki kecemasan.
Akan tetapi, di Indonesia, data tentang Gangguan Eksibisionistik masih sangat jarang dan kurang dipahami. Masih sedikit bantuan dan aksesibilitas layanan yang bisa kita berikan bagi orang yang mengalami gangguan ini. Akibatnya, jarang eksibisionis yang datang secara mandiri ke tenaga kesehatan mental profesional untuk meminta bantuan dan layanan klinis. Yang lebih mungkin terjadi, ketika eksibisionis harus berhadapan dengan hukum karena telah melanggar hukum kesusilaan, baru mereka mengakses layanan psikologis.
Masih dibutuhkan banyak kajian dan riset kesehatan mental tentang Gangguan Eksibisionistik di Indonesia, agar kita bisa lebih memahami, mengelola bahkan mencegah gangguan ini di masyarakat kita.
Penulis
Margaretha
Pengajar Psikologi di Universitas Airlangga, Surabaya.
Tulisan ini adalah update dari tulisan yang pernah dipublikasi di www.psikologiforensik.com yang dikelola pribadi oleh penulis.
Referensi
American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder IV-Text-Revision. Washington: APA.