Orang yang mengidap parafilia dipandang sebagai orang yang tidak mampu membangun atau mempertahankan hubungan heteroseksual yang wajar.
Contohnya: orang dengan gangguan eksibisionitik akan lebih memilih menampilkan organ kelamin pada orang asing daripada menjalin relasi intim dengan lawan jenisnya yang seumur, karena ia takut (merasa tidak mampu) berhubungan dengan orang lain.
2. Perspektif Behavioral dan Kognitif
Dari perspektif ini, Parafilia disebabkan karena proses belajar, yaitu melalui pengkondisian yang secara tidak sengaja menghubungkan gairah seksual dengan stimuli yang oleh masyarakat dianggap sebagai stimuli yang tidak tepat untuk munculnya suatu perilaku seksual.Â
Namun sebagian besar teori behavioral dan kognitif saat ini memandang parafilia dipengaruhi oleh multifaktor, baik dari dalam individu maupun faktor lingkungan.
Salah satu pengaruh lingkungan adalah riwayat masa kanak-kanak individu yang mengidap parafilia sebagai korban pelecehan seksual dan pelecehan fisik. Pada masa dewasa, ia akan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi menjadi seorang pelaku penyimpangan seksual.
Penyimpangan kogntif dalam diri individu juga berperan dalam parafilia. Tabel 1 mengilustrasikan contoh-contoh distorsi kognitif yang sering dimiliki oleh pelaku parafilia.Â
Distorsi kognitif seperti itu akan menyebabkan pelaku mencari pembenaran perilaku penyimpangan seksualnya, hingga akhirnya perilaku penyimpangan bisa terus terjadi. Dalam terapi kognitif, distorsi kognitif inilah yang harus dikoreksi oleh Psikoterapis.
3. Perspektif Biologis
Sebagian besar pengidap parafilia adalah laki-laki. Jadi, ada spekulasi bahwa androgen, hormon utama yang dimiliki laki-laki berperan dalam gangguan ini. Hal ini yang menjadi dasar pentingnya bantuan obat-obatan untuk menolong orang dengan Parafilia. Hingga saat ini, penelitian masih terus dilakukan untuk memetakan hubungan antara kondisi hormonal dan gangguan eksibisionistik.Â