Komitmen pemerintah daerah Siak untuk mengatasi masalah ekologi telah terlihat pada tahun 2016 dengan mencanangkan Kabupaten Siak sebagai Kabupaten Hijau (Siak Hijau). Visi tersebut diakomodir dalam Perda Nomor 12 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Siak. Dalam peraturan tersebut, salah satu misinya adalah pembangunan infrastruktur yang berwawasan lingkungan termasuk pencegahan kebakaran hutan.
Siak Hijau didukung oleh 11 dinas di lingkungan Pemda Siak seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung, Dinas Lingkungan Hidup ) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Kolaborasi 11 lembaga ini membuka peluang percepatan pencegahan kebakaran hutan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah anggaran Siak Hijau pada 11 instansi dari tahun 2017 hingga tahun 2019. Anggaran Siak Hijau terus meningkat dari Rp. 35,5 miliar pada tahun 2017 menjadi Rp. 41,5 miliar pada tahun 2018, dan sebesar Rp. 59,6 miliar pada tahun 2019.
Artinya, proporsi anggaran Siak Hijau berkisar antara 11 hingga 17 persen dari total belanja 11 instansi. Namun besaran anggaran Siak Hijau masih belum cukup jika dibandingkan dengan indikator kinerja yang harus dicapai. Sedangkan dalam Keputusan Bupati Nomor 650 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Siak Hijau, terdapat tiga tujuan, lima sasaran, empat belas indikator dan empat puluh satu program. Dengan gambaran tersebut, visi Siak Hijau tidak cukup untuk memastikan keberhasilan penanggulangan kebakaran hutan di Siak.
Pemerintah Kabupaten Siak telah merumuskan kebijakan transfer ekologis. Kebijakan tersebut diluncurkan sejak 2021 dan berisi misi untuk memastikan program kebakaran hutan di Siak. Kebijakan ini juga bertujuan sebagai strategi peningkatan kualitas lingkungan dengan mengintegrasikan kebijakan pembangunan daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penetapan pencegahan kebakaran hutan sebagai agenda prioritas merupakan langkah tepat mengingat kemampuan fiskal Pemkab Siak sangat terbatas.Â
Menariknya, ada perhatian besar dari elit politik dan aktivis Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) dengan kebijakan transfer ekologi.
Di Siak, keterlibatan elite politik dan aktivis CSO dalam memprakarsai kebijakan transfer ekologi sangat kuat. Siak Hijau dan kebijakan transfer ekologi dapat diartikan sebagai kampanye politik yang efektif untuk meraih simpati publik. Dalam konteks elektoral, citra politik sangat penting untuk menjembatani pikiran pemilih dengan popularitas kandidat (Tapsell 2015).
Pada saat yang sama, beberapa aktivis CSO termotivasi untuk mendorong kebijakan transfer ekologi. Aktivis CSO cenderung mengawal kebijakan transfer ekologi karena mereka akan mendapatkan insentif untuk berpartisipasi. Misalnya, Winrock, sebagai salah satu CSO internasional terkemuka, telah terlibat dalam kebijakan transfer ekologis.
Di kabupaten Siak ada suatu kebijakan yang disebut Kabupaten Siak Kabupaten Hijau dimana pendekatan pelaksanaanya melalui gotong royong multipihak termasuk yang di harapkan adalah adanya partisipasi dari kaum Wanita. Â Wanita dalam proses pembanguan di harapkan ikut berpartisipasi dimana data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2022 ada 12,72 % kepala rumah tangga berjenis kelamin perempuan menurun jika di bandinggkan tahun sebelumnya yaitu 14,38%. Â Kaum perempuan merupakan potensi sumberdaya manusia yang sama dengan laki-laki, walaupun di Indonesia secara umum menunjukkan lebih dominan partisipasi laki-laki daripada kaum perempuan. Lahirnya kebijakan Siak Hijau memunculkan kebijakan TAKE (tranfer anggaran berbasis ekologi) dengan tujuan mewujudkan pembanguan berwawasan lingkungan.
Skema kebijakan TAKE diharapkan dapat memperkuat kolaborasi antara Pemda dan Kampung untuk mewujudkan Siak Hijau.  Pemda Siak diharapkan dapat mendorong peran serta  pemerintah dan masyarakat kampung dengan kewenangannya dan peran pemerintahan kampung di harapkan mendukung Siak Hijau melalui: (1) kebijakan kampung untuk perlindungan lingkungan dan ekonomi masyarakat kampung, (2) program dan kegiatan berbasis kampung, (3) memunculkan inovasi-inovasi kampung, dan (4) Lahirnya lembaga-lembaga di tingkat kampung
Pemda Siak telah menggelontorkan insentif kinerja untuk program TAKE sebagai stimulus mendorong kinerja kampung tahun 2022 sebesar 3% dari ADK yaitu sebesar Rp. 3.408.000.000 yang diberikan pada 48 kampung dengan  insentif  yang berbeda tergantung kondisi kampung, insentif tertinggi Rp.310,9 juta dan terendah Rp. 87,8 juta.  Alokasi anggaran ini di harapkan dapat digunakan untuk membiayai program/kegiatan yang berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi dan penurunan kemiskinan yang sejalan dengan pelestarian lingkungan.
Padahal S menunjukkan organisasinya memiliki minat yang besar untuk berpartisipasi karena mendapatkan keuntungan dari bantuan luar negeri. Menariknya, beberapa aktivis dari CSO lain mungkin terlibat pada tahapan yang berbeda dari kebijakan transfer ekologis seperti Fitra Riau dalam advokasi anggaran. Dengan demikian, kolaborasi CSO telah dipahami sebagai elemen sentral untuk memastikan masalah kebakaran hutan diselesaikan dengan anggaran yang cukup oleh pemerintah daerah Siak.