Mohon tunggu...
Mardiana
Mardiana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Riau

Peneliti Sosial Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anggaran Responsif Gender dan Transfer Anggaran Ekoolgis

3 Juli 2023   20:18 Diperbarui: 3 Juli 2023   20:32 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kelompok kabupaten menghadapi beberapa pembatasan penggunaan lahan (Loureiro, 2002, Grieg-Gran, 2001). Ide awal TAE adalah untuk memberi kompensasi kepada pemerintah daerah yang menjadi tuan rumah kawasan lindung di wilayah mereka. Seiring berjalannya waktu, ide ini juga berkembang sehingga mendorong pemerintah daerah untuk membuat lebih banyak kawasan lindung (Loureiro, 2002).

Tiga alasan berbeda untuk adopsi TAE (Ring dan Barton, 2015). Pertama, sebagian besar negara mengadopsi prinsip subsidiaritas terhadap kebijakan lingkungan, di mana pemerintah kota menanggung biaya konservasi keanekaragaman hayati. Dalam hal ini, peran TAE  adalah untuk mengkompensasi pengeluaran pemerintah daerah.

Kasus Di Kabupaten Siak

Kebakaran hutan merupakan masalah ekologi di Indonesia kematian lebih dari 100.000 orang di Indonesia, Malaysia, dan Singapura akibat paparan asap pada tahun 2015 (Bank Dunia, 2016). Glauber dan Gunawan (2016) menjelaskan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 di Indonesia menyebabkan kerugian ekonomi sebesar US$16,1 miliar. Pada saat yang sama, kebakaran hutan juga berdampak negatif bagi pendidikan masyarakat khususnya di Sumatera, Kalimantan, dan Papua (Purnomo et al, 2017).

Perhatian dapat diarahkan kepada Pemda Siak yang sedang berusaha mendistribusikan porsi transfer fiskal berdasarkan indikator ekologis dalam anggaran daerah (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah/APBD). Langkah ini sejalan dengan agenda pencegahan kebakaran hutan. Hal ini didasarkan pada praktek umum di banyak negara, dimana program untuk menjaga hutan dilakukan melalui mekanisme pembiayaan khusus atau yang lebih dikenal dengan National Forest Funds (NFF).

Matta (2015) menunjukkan bahwa beberapa negara telah mengalokasikan anggaran prioritas untuk sektor kehutanan seperti Amerika Serikat melalui Knutson-Vandenberg Fund pada tahun 1930 dan Spanyol melalui Patrimonio Forestal del Estado pada tahun 1939. Langkah ini meluas di banyak negara seperti Afrika, Asia, Pasifik, dan Eropa (Rosenbaum & Lindsay, 2001). Namun, upaya pemerintah Indonesia untuk mengatasi kebakaran hutan masih terbatas melalui skema NFF.

Salah satu masalah utama pemerintah daerah untuk mengatasi kebakaran hutan karena kurangnya kemampuan pemerintah (Meiwanda, 2016), dan terjadinya alienasi kebijakan anggaran (Kabullah et al, 2020). Studi lain mengeksplorasi keberhasilan pencegahan kebakaran hutan melalui jaringan aktor (Purnomo et al, 2017), efektivitas kelembagaan (Putra et al, 2019), dan tata kelola kolaboratif (Wicaksono, 2019). Terlepas dari kekayaan penelitian ini, pembahasan terkait transfer fiskal ekologis oleh pemerintah daerah masih terbatas.

Relatif sedikit penelitian yang mempertimbangkan kebijakan transfer ekologis di Indonesia sebagai subjek penelitian. Kajian Haryanto (2015) menemukan bahwa transfer ekologi dapat beradaptasi dengan daerah dari Dana Alokasi Umum dengan memasukkan bentuk indikator ekologi penutupan hutan yang komprehensif. Studi lain oleh (Mumbunan et al, 2012) berpendapat bahwa kebijakan transfer ekologi sangat penting untuk misi pelestarian lingkungan karena misi tersebut membutuhkan dana besar dari pemerintah. 

Meskipun kemungkinan kebijakan transfer ekologis telah sering dibahas oleh para ahli, hanya empat daerah di Indonesia yang mengadopsi mekanisme pembiayaan khusus untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dalam kebijakan anggaran daerah dan salah satu daerah tersebut adalah Siak.

Pemerintah Kabupaten Siak pada tahun 2021 berinisiatif untuk merumuskan kebijakan penganggaran yang lebih pro lingkungan yang disebut kebijakan transfer ekologis (Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi/ TAKE).

Singkatnya, kebijakan transfer ekologi adalah skema pendanaan pemerintah daerah dengan menjalankan indikator ekologi dalam pembagian fiskal dengan pemerintah desa (kampung). Di Kabupaten Siak, kebijakan transfer ekologi dilakukan melalui reformulasi skema transfer fiskal dari tiga variabel yaitu alokasi dasar, proporsional, dan sakinah menjadi empat variabel alokasi dasar, proporsional, sakinah, dan kinerja desa. Dimasukkannya kinerja desa sebagai dasar penetapan besaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Siak membuat setiap desa harus memenuhi tujuan yang tercantum dalam Indeks Desa Hijau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun