Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDI-P Puan Maharani(Dokumentasi PDI-P)
Saat HUT PDI Perjuangan beberapa waktu lalu banyak pihak mengikuti dan memperkirakan bahwa disaat itulah Capres pengganti Presiden Joko Widodo akan diumumkan kepada publik langsung oleh Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri.
Namun sayangnya, ketika berpidato, publik yang harap-harap cemas menunggu pengumuman tersebut akhirnya harus gigit jari. Megawati bersikukuh tidak mengumumkan calon yang diusung partai banteng tersebut.
Dari serangkaian peristiwa politik yang terjadi mendekati pesta demokrasi, termasuk di dalamnya pidato Ibu Mega, ada satu hal yang mungkin menarik untuk diperbincangkan, yaitu bagaimana sistem politik Indonesia di era disrupsi ini khususnya disrupsi digital masih manut, dan mingkem, tidak mampu menandingi kuatnya patrimonialisme partai politik di Indonesia.
Patrimonialisme, isme-yang Kental dan Mengakar Kuat di Indonesia
Patrimonialism is form of political organization in which authority is based primarily on the personal power exercised by a ruler, either directly or indirectly (Johannes Imke Bakker).
Di sisi lain, Donald K. Emmerson (1983) mengungkapkan bahwa patrimoialisme merujuk pada sentralisasi kekuasaan yang berpusat pada penguasa perseorangan tertentu (kingship rulership) yang mengakumulasikan kekuasaan tersebut.
Memang dalam beberapa peristiwa, kekuasaan ini mampu memberi perubahan akan tetapi perubahan-perubahan tersebut masih berada di bawah kekuasaan atau legitimasi kaum elit.
Lantas bagaimana patrimonialisme punya pengaruh kuat terhadap sistem politik Indonesia?