Mohon tunggu...
Maryana Ahmad
Maryana Ahmad Mohon Tunggu... profesional -

berawal di sukalaksana, cicaheum untuk kemudian berkelana di kota depok (1999-2002). selanjutnya bertugas di bandung (2002-2004), banyumas (2004-2006), padangsidimpuan (2006-2009), kota bekasi (2009-2013), kab. bogor (2013), dan sejak 2017 di jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada di Ruang 7

13 Maret 2014   07:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semula, polisi yang melihat itu barisan, menganggapnya sebagai aksi demo dan mau membubarkannya dengan gas air mata. Tapi setelah melihat beberapa guru yang sedang melakukan pengawasan ekstra ketat terhadap anak-anak kelas satu, polisi tersebut memahaminya. Alhasil, dibiarkannya kereta api tanpa cerobong itu terus melaju mulus. Bahkan selanjutnya, para polisi memberikan rasa aman dengan mengawal jalannya seluruh gerbong. Kereta apipun semakinleluasa merambah jalanan Kota Binjai. Segala jenis kendaraan, membiarkannya lewat terlebih dahulu.

Ketika melewati kantor walikota, Pak Wali yang sedang asyik mejeng di depan kantornya, tergerak hatinya untuk berpartisipasi. Pak Walipun meluber, masuk ke dalam gerbong.
“Ah, ini baru hebat. Sejak kecil, diriku belum pernah main seperti ini!”bathinPak Wali.
Para pegawai yang melihat pemimpinnya bergabung, ikut masuk juga ke dalam beberapa gerbong.

Kereta api semakin panjang dengan bergabungnya anak-anak dari SMA Taman Siswa. Bahkan seluruh gurunya turut masuk ke dalam rangkaian gerbong. Gak mau jika hanya berdiri sebagai penonton.
“Ini dia kesempatan untuk beramah tamah dengan Pak Wali dan guru SMAN1,”bisik hati seorang guru SMA Tamsis.
“Apakah kami boleh ikut, Pak?”tanya Kepsek Tamsis.
“Oh, dengan senang hati. Gak ada yang ngelarang. Silakan!”ucap wakasek yang berperan sebagai masinis.
“Betul, nich?
“Betul!”
“Apa gak ganggu siswa yang sedang ujian?”
“Ah, tidak!”

Makin lama itu kereta api makin bertambah banyak gerbongnya dan dan makin panjang. Panjang, panjang, panjang dan panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang sekaliiiiiiiiiiii.

TAMAT



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun