Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup Itu Seperti Permainan Tebak-tebakan

4 September 2011   15:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perhatian, perhatian !Dalam permainan ini, kalian tidak tahu siapa diri kalian.Kalian bagaikan sekumpulan orang yang menderita 'amnesia selektif'. Adalah tugas kalian untuk menemukan siapa diri kalian."

"Identitas diri yang harus kalian temukan itu menempel di jidat kalian masing-masing. Semua orang bisa membacanya dengan mata lahir, hanya diri-sendiri sajalah yang tidak bisa melakukannya. Karena itu bacalah identitas diri kalian dengan mata batin."

"Identitas yang ditentukan untuk kalian itu (sedapat-dapatnya) dipertimbangkan berdasarkan pemahaman yang kalian miliki.Kalian tidak dibebani dengan teka-teki yang melampaui batas kemampuan kalian."

*

Sobat, jangan bayangkan ucapan di atas dilakukan di depan sekumpulan peserta outboundberseragam, apalagi di hadapan serombongan ...arwah-tanpa seragam- ;-) yang mungkin juga sedang bersiap-siap melakukan ... outbound ... di dunia . Tidak. Ini adalah ucapanku di depan anak-anak dan keponakan. Tepatnya di hari lebaran. Lebih tepat lagi ...sebelum permainan favorit kami berikut ini dimulai. Begitulah, sobat. Jika mereka berkata : Hidup adalah sebuah permainan, mengapa kita tidak bermain ? Hitung-hitung sebagai latihan sebelum pencarian jati diri yang sebenarnya.

*

Sejumlahkertas kecil berperekat yang dikenal dengan nama post-it itu lalu kubagikan pada semua peserta. Masing-masing kuminta menuliskan nama seorangANU di atasnya, untuk kemudian ditempelkan pada jidat peserta lain yang mereka pilih. ANU itu bisa seorang tokoh nyata atau fiktif, masih hidup atau sudah meninggal, manusia atau karakter non-manusia. ANU itu akan menjadi identitas diri yang misterius bagi mereka yang jidatnya ketempelan, namun -tentu saja- tidak misterius bagi peserta lainnya. Semua peserta diharuskan menebak siapa si ANU, 'identitas misterius' yang menempel pada kening masing-masing, sekaligus membuat sebuah name-tag yang sama misteriusnya untuk ditebak peserta lainnya.*) Oh ya, jidatku juga ditempeli name tag. Dimas yang membuatnya untukku. Hmm, kali ini dia memberiku identitas apa ya?Penuh rasa penasaran, orang-orang lalu membaca kertas konyol di keningku itu. Tapi sesudah itu mereka malah mendengus, tersenyum sinis, atau manggut-manggut : "Oooh... dia ..." "Dimas, tebakanmu kok susah sekali ? Yakin Bundamu bisa menjawabnya ?" "Yah, itu sih tebakan level satu. Kalau Bunda mau berjuang sedikit sih pasti bisa !", jawab Dimas sambil meledekku.

*

*

Setelah semua peserta membuat tebakan dan memperoleh identitas barunya, kini saatnya bermain. Dimas mendapat giliran pertama. Dia harus mengajukan tiga pertanyaan tentang siapa si ANU yang melekat di jidatnya itu, dan pertanyaan yang berlaku adalah yang memungkinkan jawaban YA atau TIDAK. Semua orang berlomba untuk menjadi yang tercepat dalam memperoleh jawaban atas misterinya masing-masing. Makin sedikit putaran yang dibutuhkannya untuk mendapatkan jawaban utuh, makin tinggi skornya .

"Apakah 'aku' tokoh nyata ?"

YAAA, jawab seluruh peserta.

"Yup, jadi 'aku' bukan fiktif", gumam Dimas.

"Apakah 'aku' masih hidup ?"

TIDAAAK.

"Hmm, 'aku' hidup di jaman apa ya. Abad pertengahan ? Sesudah Revolusi Industri ?"

"Apakah 'aku' laki-laki ?"

YAAA.

*

Meski satu putaran itu belum menjanjikan apa-apa, namun di benak Dimas seharusnya sudah terbentuk semacam mindmapping. Tokoh nyata, laki-laki, dan sudah meninggalitu bisa siapa saja, mulai dari Nabi Adam, Hitler, Walt Disney, hingga ...Amrozi. Namun untuk sampai pada Nasrudin -yaitu nama yang tertera di keningnya-, ia harus melacak berbagai hal yang meliputi : Koordinat waktu (jaman) di masa hidupnya, latar belakang geografisnya, profesinya, mitranya (jika informasinya ada), 'lawan'nya, dengan cara apa kisahnya dicatat (misalnya dibukukan atau difilmkan), bagaimana dia dikenang, dan sebagainya. Bahkan informasi personal juga bisa amat berguna, misalnya : "Apakah buku yang menuliskan tentang 'aku' ini ada di rumah kita ?"

*

*

Pada putaran ke sekian, Dinda -yang ber-name tag "Melinda Dee" di keningnya itu- mengajukan pertanyaan menarik. Ia sudah menemukan bahwa identitas misteriusnya berhubungan dengan seorang perempuan Indonesia, usia di atas 30 tahunan, masih hidup, dan banyak muncul dalam berita.

"Apakah 'aku' dikenal karena jasaku atau kebaikanku ?"

TIDAAAK.

"Hmm, jelas ini bukan Sri Mulyani, bukan dosenku, juga bukan pembawa berita".

"Apakah 'aku' dikenal terutama karena penampilan fisikku ?"

YAAA.

"Aiii, penampilan fisik yang menonjol itu kan belum tentu cantik ! Bisa jadi menonjol itu karena tidak cantik, atau malah ...aneh !Hmm, aku harus bikin pertanyaan yang lebih spesifik, nih ..."

"Apakah 'aku' merugikan banyak orang ?"

IYAAA. (Beberapa orang tanpa sadar mengiyakan pertanyaan ini dengan geram).

"Wooo, jelas ini bukan artis. Ini pasti semacam pelaku kejahatan, entah perusak rumah tangga orang, atau ...koruptor", gumam Dinda sambil mengarahkan tatapan menyelidik pada semua orang. (Itu sebabnya perlu sekali menggunakan poker face sepanjang permainan ini, sobat ! Supaya responmu tak mudah terbaca ...)

*

Menariknya, di putaran awal kami selalu memastikan lebih dahulu apakah si ANU itu nyata atau fiksi. Namun ada kebiasaan aneh di kalangan kerabat yang tinggal di kampung, yaitu kegemaran mereka memilih pertanyaan ajaib semisal berikut :

"Apakah aku orang Islam ?" "Apakah aku artis ?"

Betapa rumit dan berliku jalan yang harus ditempuh untuk menemukan tokoh internasional seperti Einstein, Gandhi, bahkan ...Batman ...jika diawali dengan pertanyaan sesempit itu. Pertama, karena permainan ini hampir tidak memungkinkan kita menemukan jejak orang berdasarkan agamanya. Kebanyakan orang -dengan sedikit perkecualian- hanya bisa ditemukan jejaknya berdasarkan kontribusinya -yang entah positif atau negatif- bagid.u.n.i.a. Ke dua.... artis dan artis lagi? Wow... begitu besarnyakah pengaruh televisi lokal, yang telah menjejali isi kepala sebagian besar warga kita dengan gagasan tentang dunia gemerlap yang dangkal ?

?

??

???

Untunglah ada permainan ini. Adanya berbagai tebakan, pertanyaan, dan pengenalan mindmap yang bervariasi itu memungkinkan setiap peserta untuk saling menginspirasi. Bahkan jika satu-dua peserta yang berdedikasi dan 'kuat' (kecerdasannya) ditambahkan dalam sebuah kelompok yang 'lemah', hasilnya sungguh menarik. Biasanya setelah sekian kali bermain, hampir setiap orang tiba-tibamenunjukkan kemampuan yang meningkat untuk saling mengimbangi.

*

*

Ya, membuat teka-teki itu memang merupakan seni tersendiri. Kita tahu, soal yang terlalu mudah atau terlalu sulit itu sama-sama mengecewakan, baik terhadap si pembuat maupun si penebaknya.Kau harus mengenal betul siapa sasaran yang akan kau uji, juga apa saja pengetahuan yang dikuasainya. Lalu kau buat sebuah teka-teki yang sederhana tapi mantap untuknya. Artinya, dalam teka-tekimu itu terdapat potensi untuk mengoyak batas tertinggi kemampuannya, juga mengusik batas terendah kesabarannya !

Karena ...tahu tidak ? Kau justru akan melonjak gembira ketika teka-teki buatanmu itu berhasil ditebaknya ! Kegembiraan penebakmu bahkan jauh lebih besar lagi... Kebanggaan dan kepuasan itu tak akan ia lupakan sepanjang hidupnya. Karena itu ...jangan pernah menyerah !

*

*
"Apakah 'aku' kenal orang ini ?", kali ini giliranku menebak tulisan yang menempel di keningku. Ini adalah putaran yang ke sekian kalinya. Mindmappingku, entah mengapa, kusut sekali ia hari ini.
Tapi....

YAAA, jawab mereka.

Haaa ? Wow, kalian misterius sekali. Pakai menyembunyikan senyum segala.

"Apakah 'aku'tinggal serumah denganku ?"

YAAA.

Wah, sekarang kalian malah menghindari mataku !

"Apakah 'aku'ini ...aku ? Maksudku ... Bunda ?"

Huh. YAAA.

Yeee !

*

Yah, kadang-kadang teka-teki yang tersulit itu hanya bermaksud mengecohmu, lebih-lebih jika ia ternyata berhubungan dengan hal-hal yang paling biasa.Kita sajalah yang suka melayang kesana-kemari, padahal yang perlu dipahami dan dikenali itu adalah ...diri sendiri.

*

Tapi percayalah, teka-teki yang baik itu sama dengan kehidupan, sebagaimana kata seorang cruciverbalist (pembuat teka-teki silang) dalam film All About Steve :

Apakah dia solvable (bisa dipecahkan) ? Apakah dia entertaining (menghibur) ? Apakah dia sparkle (berkilau) ?

Jika teka-teki atau ujian itu tidak terlihat solvable olehmu, mungkin karena engkau menyangsikan kapasitas sang pembuatnya (yang memang cuma seorang manusia biasa itu). Namun engkau tetap bisa mengubah statusnya sebagai ujian yang solvable, yaitu dengan cara meyakini bahwa pembuatnya adalah ...Tuhan, Sang Gamer Sejati itu. Jika ujian itu tidak terasa entertaining bagimu, mungkin karena engkau belum memasukkan unsur kesungguhan, partisipasi penuh, serta kegembiraan di dalamnya. Bahkan jika teka-tekinya tidak berhasil tertebak olehmu, unsur kesungguhan, partisipasi penuh dan kegembiraan itu akan memperlihatkan hubungan-hubungan yang tak biasa di antara hal-hal biasa.  Hingga tahu-tahu berbagai hal baru tersebut menjadi hiburan bagimu ! Akhirnya, jika ujian itu belum juga membuat hidupmu berkilau, tak ada yang bisa kukatakan...kecuali : Teruslah bekerja,  bersabar, dan bergembira !

Karena tak ada cahaya pagi yang terburu-buru.
Juga tak ada bunga yang mekarnya tergesa-gesa.
Semuanya berkilau dan mekar pada waktunya ...

***

*

*) Permainan yang biasa dilakukan untuk memecah kebuntuan komunikasi di antara orang-orang yang belum saling mengenal ini dikenal dengan nama "Who Am I". Namun kami sekeluarga menyebutnya dengan nama "Main Jidat" ;-).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun