Mohon tunggu...
Tuty Yosenda
Tuty Yosenda Mohon Tunggu... profesional -

hanya perempuan kebanyakan dengan cita-cita 'kebanyakan' ;-) , yaitu jadi penonton, pemain, penutur, wasit, sekaligus ... penghibur. (^_^) \r\n\r\nblog personal saya adalah yosendascope.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengembara Atheis dan Perjalanan Spiritualnya

26 Februari 2014   03:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"If you talk to a man in a language he understands, that goes to his head.

If you talk to him in his language, that goes to his heart."

(Mandela)


-------------

Benny Lewis (sekarang 31 tahun) adalah seorang Irlandia yang mengagumi keragaman budaya dan bahasa asing, dan kekaguman itu membawanya melanglang-buana ke lebih dari 20 negara.  Perjalanan selama 10 tahun - yang mengharuskan kontak langsung dengan penutur aslinya - itu bukan hanya telah mengajarinya belasan bahasa asing. Ia juga mengetahui cara cepat belajar bahasa baru, sekaligus belajar melakukan koneksi yang indah dengan sesama. Ia sangat dikenal sebagai Language Guru, meski ia lebih suka menyebut dirinya seorang Language Hacker. Dan sebagai "Traveler of the Year" menurut National Geographic (2013), ia juga menawarkan inspirasi yang luar biasa pada kita, terutama tentang bagaimana menjadi traveler di tengah-tengah kehidupan yang mewah ini. (lihat videonya di bawah)

Orang-orang suka menebak bahasa apa yang akan dipelajari Benny berikutnya, dan itu berhubungan dengan negeri mana yang akan ia kunjungi. Dalam blognya "Fluent in 3 Months", kadang ia meminta saran dari followernya. Ia bilang sedang menimbang-nimbang untuk belajar bahasa Turki, bahasa Tagalog, bahkan bahasa … Klingon. Dan aku bertanya-tanya, kapan ia akan tertarik pada bahasa Indonesia ?

Namun melihat catatan perjalanannya di 23 negara beberapa waktu lalu, aku merasa yakin bahwa ia melihat "Indonesia" di mana-mana. Berikut adalah beberapa buktinya :

1. Berjual-beli dengan orang India itu kudu menawar habis-habisan !

Pokoknya jangan menunjukkan ketertarikan, kalau perlu lihatlah barang yang kau suka itu dengan cuek. Pasang ekspresi poker face, dan aktifkan bahasa tubuh yang siap beranjak pergi, seakan-akan engkau tidak berminat. Karena ... selama harga belum dituliskan di nota, berarti masih bisa dinego. Begitulah cara berjual-beli dengan orang Indonesia, eh … India :-).

2. Jadilah "Tipper" yang baik

Membayar tagihan restoran sesuai angka yang tertulis di nota itu artinya … menghukum pelayan karena tidak memuaskan pelanggan, begitu aturan tak tertulis yang dilihat Benny di Amerika dan Kanada. Bahkan kalau kau sangat puas, tunjukkan dengan tip yang besarnya antara 15-20 % dari tagihan. Wow, sudah pasti ini memberatkan, bahkan Benny menyebut kebiasaan barunya sebagai Tipper ini seperti "kedutan yang menjengkelkan". Ia benci "pemaksaan" semacam ini, apalagi perbuatan ini tidak adil pada tukang sampah dan supir truk yang tidak bisa minta tip seperti pengantar pizza dan supir taksi.

Untungnya di Taiwan ia mendapatkan pengalaman lain; ia dikejar pelayan restoran yang bertanya mengapa ia meninggalkan uangnya di meja, padahal semua makanannya sudah dibayar.

Well Benny, di Jepang juga sama. Supir taksi di sana selalu menolak tip dengan tegas !

3. Orang Prancis menghabiskan segelas kopi berjam-jam

"Mengopi itu bukan tentang mengisi darah dengan kafein, tetapi tentang pengalaman duduk di kafe sambil berbincang-bincang dengan teman, atau sambil membaca buku. Engkau cukup memesan kopi segelas, dan hirup sedikit-sedikit seakan-akan itu jatahmu untuk seumur hidup. Tidak masalah meskipun kopinya menjadi dingin", kata Benny.

Ya ampun, Benny, kamu itu datang dari planet mana sih ? Sekarang kita yang kudu heran, karena kita - Indonesian - memang menggunakan istilah "ngopi bareng" untuk kongkow-kongkow.

Namun hebatnya, Benny si Irlandia ini sangat menikmati kebiasaan barunya. Baginya, berlama-lama makan bersama teman-teman itu sebuah pelajaran berharga, bahwa hidup harus dinikmati sebaik-baiknya. Tidak perlu terburu-buru, toh yang disebut pengalaman hidup - yang merupakan 'hadiah' itu - ya … sekarang ini ! The present !

4. (Jangan) Katakan Sejujurnya !

Berkata terus-terang itu normal, bahkan merupakan cara untuk menghormati orang, begitu keyakinan orang Jerman dan orang-orang di beberapa negara Eropa Utara, termasuk Benny. Kebenaran tak perlu diperindah lagi, apalagi dilapisi "gula", atau ditata seperti sandwich dengan lapisan "roti" berupa pujian, atau dibungkus dengan basa-basi. Itu sebabnya Benny cukup bingung saat berhadapan dengan orang Kanada, yang kebenaran kata-katanya justru ada di kebalikannya (Hmmm, serasa kenal ya? :-) ).

Ia terpaksa belajar mengubah kata-kata : "Itu ide buruk !"  dengan kalimat menyesatkan seperti : "Itu ide yang cukup bagus, tapi ...  "

Ia juga tidak lagi berkata "Tidak !", malah menggantinya dengan omong kosong seperti : "Saya akan memikirkannya."

Pokoknya, kepada orang-orang yang takut pada kejujuran, berbicaralah seperti politisi. Atau katakan dengan pemanis seperti berkata-kata kepada Pink Barney dan Happy Dinosaurs !

5. Miscall itu komunikasi

Orang Italia suka sekali melakukan miscall, mereka menamainya Squillo.

Kalau kau akan datang terlambat pada sebuah pertemuan, engkau bisa melakukan miscall pada temanmu, agar ia mengerti bahwa engkau sedang di perjalanan. (Jadi sisakan tahu gejrotnya untukku, ya !)

Squillo juga berarti bahwa pelakunya (mungkin pacar atau istrimu) sedang memikirkanmu. Jadi tersenyumlah ketika mendapat miscall, itu artinya seseorang sedang kangen kepadamu. Mungkin juga ia sedang menghemat pulsa, tapi tetap saja ada kangennya.

Karena begitulah kebiasaan orang Indonesia, eh … Italia. :-)

6. "Berteman" dengan ribuan orang di Facebook !

Waaa, ini Indonesia sekali ! Yang dimaksud teman itu … teman beneran atau fans sih ?

Yang terang, pertemanan basa-basi dan ala-kadarnya seperti ini dianggap sebagai "penghinaan" oleh orang Irlandia macam Benny. Karena menurutnya … teman adalah orang yang kita kenal secara personal, bukan orang yang kita kenal sambil lalu. Tapi lambat-laun ia juga mengerti, bahwa di negara-negara tertentu, permintaan add-friend itu tak bisa dihindari, meski datangnya dari orang yang tidak terlalu kita kenal. Menolak pertemanan semacam ini bahkan dianggap sangat menyinggung perasaan.

Seperti itu jugalah Garuda Indonesia !  Singgung-menyinggung menjadi satu, karena temanmu adalah temanku juga ... :-)

7. Obral cium dan peluk

Di negeri-negeri Latin, Benny melihat betapa mudahnya orang saling mencium pipi dan memeluk setiap kali berjumpa, meskipun baru kenal sehari sebelumnya. Di mata Benny yang tak biasa dengan semua itu, pelukan itu terlihat seperti pelukan orang-orang yang bertahun-tahun berpisah, bahkan salah satu dari mereka mungkin baru dibebaskan dari penjara. :-)

Dengan melihat semua ini, artinya Benny tidak akan heran lagi kalau menemukan adegan peluk-cium yang begitu murah-meriah di Indonesia ! Yah, meskipun ada sedikit perbedaan. Di sini orang bersalaman dengan saling menyentuhkan ujung jarinya sedikit, saling menempelkan pipinya sejumput, memeluk pun cukup sekedarnya saja !

(Kadang bahkan tidak disertai kontak mata ! Oh tidak ... :-( )

1393334042613358631
1393334042613358631

8. Bawalah korek api ke mana-mana, engkau akan mendapat teman baru

Hampir semua orang merokok di Turki, padahal Benny tidak suka gagasan tentang rokok. Tapi dengan membawa korek api ke mana-mana (dan ia masih melakukannya sampai sekarang), ia punya kesempatan untuk menawarkan korek apinya pada perokok yang sedang mencari-cari korek api di sakunya. Dengan begitu, terbukalah kesempatan untuk menjalin koneksi !

Ide bagus Benny ! Engkau hanya bermodal korek api. Sementara di Indonesia, banyak orang yang memilih menjadi pembakar, penghisap, dan penghembus gossip .... eh ... asap ;-) . Dan untuk semua keanehan itu, mereka menyebut diri sendiri sebagai social smoker, yaitu perokok yang hanya merokok saat bersosialisasi.

9. Jaywalk, menyeberang jalan secara melanggar hukum

Di Mesir, lampu lalu-lintas amat terbatas, begitu pula jalur penyeberangannya. Tapi ternyata itu tidak masalah, karena orang-orang Mesir jadi amat lihay dalam melakukan penyeberangan nekad di tengah kepadatan lalu-lintas. Sungguh berbeda dengan orang Jerman (juga orang Jepang dan Singapore) yang masih tetap berdiri di tepi zebra cross sampai isyarat elektrik dari traffic light mengijinkan mereka menyeberang, meski jalanan sedang amat sepi.

Well Benny, kami orang-orang Indonesia malah tidak suka jembatan penyeberangan. Karena menerobos jalanan yang kau bilang "mengerikan" itu merupakan ... euh ... uji nyali yang penting bagi kami. Juga lebih cepat, dan lebih seru ! ;-)

10. Menunjuk dengan telunjuk itu tidak sopan

Lalu apa yang harus dilakukan jika kita perlu menunjuk sesuatu ?

Orang Filipina, begitu pula Columbia, akan menggunakan jurus "Menunjuk seperti sedang menggoda ikan".  Caranya : Taruh tanganmu di bibir (Menurutku, tambahkan aksi menggigit kecil pada telunjuk, biar terlihat agak … seksi ;-) ), lalu gunakan telunjukmu itu untuk menunjuk apa yang ingin kau tunjuk itu. Dan ingat, lakukan aksi menunjuk itu seperti jentikan cepat.

Tapi supaya lebih "menggoda", taruh kembali telunjukmu itu ke bibir sejenak. Kesannya jadi rada malu-malu begitu loh.

Haduh, ini ngomongin apa sih ? :-)

11. Kalau ada sumur di ladang, numpang mandi boleh kan ?

Ternyata pepatah ini cuma teori di Indonesia, tapi sudah menjadi praktek sehari-hari di Brazil !

Adalah biasa bagi setiap tuan rumah Brazilian untuk menawarkan mandi kepada tamunya, jadi jangan buru-buru tersinggung. Bukan karena engkau bau badan, tapi karena orang Brazil -yang tinggal di negeri yang panas itu- memang orang yang paling rajin mandi di dunia.

Pendek kata, ketika gagasan menumpang mandi di Indonesia ini masih berada di tataran pepatah, di Brazil malah sudah menjadi tradisi !

12. Good Bye yang tersulit !

Kalau sedang berkumpul bersama-sama orang Latin, jangan lupa meluangkan waktu sekitar 30 menit untuk berpamitan. Sebab engkau harus menyalami setiap orang, meskipun tidak terlalu kenal. Engkau juga masih harus berbasa-basi panjang-lebar di depan pintu keluar. Pendek kata, engkau tak bisa pergi begitu saja setelah berkata : "Oke, sampai jumpa ya !"

Di Indonesia ? Wow, persiapan untuk berpamitan itu bisa mencapai satu jam ! Engkau harus memastikan bahwa pamitmu itu tidak memotong pembicaraan orang. Meski kadang-kadang ada bagusnya juga, yaitu ketika dalam satu jam itu ada oleh-oleh yang bisa dibungkus dan dibawa pulang ! :-)

.

Begitulah cuplikan kisah Benny tentang berbagai kebiasaan yang ia jumpai di banyak negara. Banyak hal yang "Indonesia banget", di antaranya adalah rehat khusus untuk tidur siang yang ia lihat di Spanyol (juga di Dubai, begitu yang pernah kudengar). Tidur siang ternyata merupakan sebuah tradisi yang berasal dari negeri-negeri yang hawanya terlalu panas di siang hari, dan Benny yang berasal dari negeri dingin itu menemukan bahwa manfaatnya ternyata cukup besar untuk memulihkan kesehatan.

Yah, meski orang Indonesia sekarang -apalagi yang kerja kantoran- tidak lagi rajin tidur siang, tapi rehat tidur siangnya masih tetap bisa dialihkan untuk "rehat-rehat lainnya" … :-)

.

Dari semua kisah Benny tentang budaya dan kebiasaan yang dilihatnya di manca negara, ada beberapa yang tidak Indonesia banget, tapi sangat perlu untuk diindonesiakan.

Misalnya ... orang Indonesia mempunyai kebiasaan menjengkelkan untuk selalu mendahulukan perhatiannya pada telepon seluler, padahal ia sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Sementara di Brazil, orang bercakap-cakap sambil tetap mempertahankan kontak mata, atau saling menyentuh tangan - jika itu memungkinkan. Dengan begitu, mereka bisa saling "membuat tekanan tertentu" pada tangan masing-masing, terutama saat mata salah seorang di antara mereka sedang berpaling ke arah lain.

Aku jadi membayangkan, alangkah bagusnya kalau kita sepakat untuk memberi semacam hukuman penalti pada siapapun yang suka mengalihkan perhatiannya pada hal lain saat bercakap-cakap. Bagaimana dengan push-up sepuluh kali ? Atau mentraktir kopi selama seminggu ? :-)

.

Namun di antara semua kisah Benny, favoritku adalah tentang penghormatan orang-orang Taiwan saat menerima pemberian dari orang lain.

Ketika orang Taiwan memberikan kartu nama -atau hadiah apapun- kepada orang lain, ia akan memegangnya dengan ke dua tangannya. Baik pemberi maupun penerima akan memperlakukan hadiah tersebut secara hati-hati, seakan-akan benda itu mudah pecah atau ... bisa meledak ! Lalu si penerima akan memandangi hadiahnya dengan kagum, seolah-olah itu merupakan karya seni yang luar biasa, atau sebuah "jendela" ajaib yang memperlihatkan Jagat Raya.

Barangkali pemberian itu kurang berharga bagi penerimanya, bahkan mungkin akan berakhir sebagai benda yang terlupakan. Tetapi penghormatan seperti itu memperlihatkan penghargaan yang besar terhadap apa yang dianggap berharga oleh pemberinya, entah itu berupa keyakinan, berupa serangkaian pilihan dan pengalaman yang menjadi jiwa dari pemberian tersebut ...

Orang kita kadang-kadang juga menghargai pemberian dengan cara menyentuhkannya pada keningnya, dan itu manis sekali. Kita hanya bisa berharap, semoga penghargaan sebesar itu muncul karena rasa hormat pada pemberinya, bukan karena ... hadiahnya. [*]

----------------

*) Benny Lewis adalah orang yang mengaku dirinya atheis, tapi setelah mengamati pandangan hidupnya, aku jadi tidak tahu apa artinya atheis. Carl Sagan juga mengaku atheis, tapi orang-orang yang "menghayati pengembaraannya secara mendalam" seperti dia justru memiliki prinsip-prinsip hidup yang sama sekali tidak terdengar atheis.

Jadi apa artinya atheis ? Jangan-jangan atheis hanyalah merupakan bentuk penolakan terhadap "makanan siap olah" yang disebut agama. Bahan-bahan dasarnya sama, tapi ada keinginan besar untuk mencarinya sendiri, meraciknya, dan mengolahnya secara berbeda. Guru-guru yang jagoan itu tidak diijinkan untuk melakukan intervensi, toh semua ajaran dan teladan yang baik-baik sudah teramat lengkap, terhampar luas, dan mudah diakses di internet, eh ... di Alam Semesta.  ;-)  Bukankah hasrat belajar secara mandiri ini manusiawi dan sangat masuk akal ?

What do you think ?

**) Sumber foto : kickstartyourjourney.com (atas) dan twenty-somethingtravel.com (bawah)

***) Bahan tulisan : fluentin3months.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun