Mohon tunggu...
Maolana Syarif
Maolana Syarif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Wiraswasta

Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lewat Pukul 5 Sore

3 Januari 2024   12:03 Diperbarui: 3 Januari 2024   12:16 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tersenyum pada penumpang-penumpang yang menatapku, saat aku masuk ke dalam angkot, dan duduk di sana. Aneh, tatapan penumpang-penumpang itu kosong. Saat kuperhatikan satu persatu, wajah mereka pucat, dan tak saling bicara satu sama lain.

Sudah dua puluh menit di perjalanan, namun tak ada tanda-tanda jalan raya terlihat. Padahal, seharusnya hanya memerlukan tiga puluh menit saja untuk sampai di rumahku. Jalanan sangat sepi, tak ada satu pun kendaraan yang melintas. Perjalanan dari rumahku ke kampus, memang melewati desa yang sepanjang jalannya ditumbuhi pohon-pohon tinggi besar. Mahasiswa kampus sering menyebut desa itu dengan sebutan desa berhutan.

Pukul 21.45, angkot masih melintasi desa berhutan. Sudah dua jam lamanya, aku berada di dalam angkot. Tak ada satu pun penumpang yang turun selama dua jam ini. Merasa ada yang aneh, aku buru-buru mengeluarkan ponselku, mencari grup chat kampus, dan mengirimi pesan meminta tolong di grup chat itu, berharap siapa pun yang berada di dekat lokasiku sekarang segera datang menolongku. Tak ada jawaban.

Keringat mulai bercucuran, badan gemetar, dan rasa takut mulai menyelimutiku. Aku tak berani lagi melihat ke arah penumpang lain, hanya memfokuskan pandanganku pada layar ponsel.

Tiba-tiba, perempuan bergaun putih dengan rambut panjang yang duduk di sampingku itu bertanya, "Mau pergi ke mana, Gadis Manis?"

Sontak, aku mengangkat kepalaku, dan menoleh ke arahnya yang duduk di samping kiriku. Aneh, bukannya tadi aku tengah duduk di angkot, pikirku. Aku yang kebingungan, mengedarkan pandanganku ke semua arah. Tak ada seorang pun di sana.

Angkot itu tak ada, bahkan penumpang di dalamnya pun entah ke mana. Aku berdiri sendiri, di tengah jalan desa berhutan. Tak ada seorang pun di sana, kecuali aku yang berkeringat dan gemetar, ketakutan.

Apakah aku bermimpi tadi? Aku menepuk-nepuk pipiku, berharap kesadaran kembali mengendalikan diriku dan mengalahkan rasa takut ini. Ah, tidak penting. Sekarang yang penting bagiku adalah mencari keberadaan manusia lain, selain aku.

Aku ingat, beberapa ratus meter dari tempatku berdiri sekarang, ada warung kopi. Segera, aku berlari sekuat tenaga, secepat yang kubisa. Lega rasanya, saat tahu warung kopi itu masih buka.

"Permisi, numpang duduk di sini sebentar, boleh?" tanyaku, sedikit berteriak. Tak ada jawaban. Mungkin pemiliknya ketiduran di dalam warung, pikirku.

Aku duduk di kursi panjang di depan warung kopi itu, dan mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Hei, sejak kapan ponsel itu ada di dalam tas, bukankah tadi saat aku tiba-tiba sudah tak di dalam angkot, ponsel itu ada di tanganku. Baiklah, berhenti memikirkan hal yang tidak penting itu sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun