"Sesungguhnya aku (Nabi Muhammad SAW) diturunkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak", (HR. Imam Bukhari)
Dalam pandangan Islam terdapat tiga konsep dasar adab yang berlaku dalam interaksi: Hablum min Allah, Hablum min An-Nas dan Hablum minal 'alam. Dari tiga konsep dasar adab tersebut ustadzah Nisa (panggilan akrab) dalam amanat upacara bendera Senin (28/11/2022) mendedahkan adab di antara sesama teman.
Adab di antara sesama teman termasuk spesifikasi persoalan Hablum min An-Nas berdasarkan kontekstualitas ruang lingkup lingkungan interaksi sosial di dalam lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sendiri sudah barang tentu harus menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah sebagai karakter seluruh sumber daya manusia lembaga yang ada di dalamnya.
Hal yang demikian merujuk pada salah satu tugas pokok dan fungsi lembaga pendidikan yang berkeharusan membangun karakter positif seluruh peserta didik, tak kecuali sumberdaya manusia lembaga yang bernaung di dalamnya.
Dalam ajaran Islam keharusan membangun karakter positif tersebut mengacu pada Uswatun Hasanah yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah SWT yang termaktub dalam surah Al-Ahzaab ayat 21.
 .
Â
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
Di lain tempat, tepatnya dalam surah Al-Qalam ayat 4 ditegaskan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok yang berbudi pekerti luhur dan mulia.
.
Â
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". Makna kata kamu tersebut merujuk pada Rasulullah SAW.
Melalui kandungan dua ayat tersebut secara saksama kita dapat mengetahui kepribadian Rasulullah SAW yang merupakan manusia pilihan yang dikaruniai akhlak (budi pekerti) yang sangat mulia dan agung daripada umat manusia yang lain. Hal itu pula yang kemudian menjadi alasan utama mengapa kaum muslimin harus meneladani Rasulullah SAW dalam berinteraksi sosial.
Penegasan tersebut lantas diperkuat melalui hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Innamaa Bu'itstu Liutammima makarimal akhlaq. "Sesungguhnya aku (Nabi Muhammad SAW) diturunkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak".
Bersandar pada Uswatun Hasanah yang melekat pada diri Rasulullah SAW tersebut seorang siswa selaiknya memiliki enam adab dalam berinteraksi di antara sesama teman. Keenam abad tersebut ialah sebagai berikut.
1. Uluk salam
Seorang siswa yang berakhlak mulia sudah seharusnya tatkala bertemu dengan teman-temannya yang lain baik itu di lingkungan sekolah atau pun di tempat lain utamakan mengucapkan uluk salam.
Sebaik-baiknya uluk alam, dalam ajaran Islam adalah mengucapkan, "Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh". Sementara teman komunikatornya hukumnya wajib menjawab salam, "Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh".
Dalam prakteknya pengucapan uluk salam itu dilakukan dengan bermusyafahah sembari memberikan senyuman manis yang kita miliki kepada orang yang bersangkutan. Â Uluk salam ini juga harus mengindahkan aturan batasan mahram yang berlaku dalam Islam.
Setelah uluk salam, bisa juga mengucapkan selamat pagi dan menanyakan kabar sebagai bentuk keakraban. Keakraban yang kemudian berhubungan banyak dengan ukhuwah islamiah di antara sesama teman.
2. Saling menghargai
Jenjang kelas, perbedaan usia dan latar belakang keluarga di antara para siswa-siswi adalah fakta yang tak dapat dinafikan. Akan tetapi perbedaan itu bukan dijadikan penghalang untuk melakukan proses interaksi sosial.
Hal yang harus terjadi di balik perbedaan itu justru interaksi-interkoneksi sosial lintas kelas tersebut akan menghadirkan rasa cinta, kasih sayang dan kepedulian di antara para siswa. Utamanya akan memunculkan sikap saling menghargai di antara satu sama lain.
Saling mengharagai di antara satu sama lain ini peting dilakukan karena menyangkut kualitas dan capaian proses pembelajaran yang dilakukan oleh para siswa-siswi selama di sekolah. Tanpa lingkungan sosial yang mendukung potensi masing-masing siswa sulit akan berkembang.
Dalam konteks membangun interaksi sosial yang efektif dan mendukung tumbuh kembang potensi semua siswa-siswi yang ada tersebut maka kiranya semua siswa-siswi wajib taat dan disiplin mematuhi aturan pedoman hidup yang berlaku dalam lembaga.
3. Julukilah Teman dengan Nama dan Sebutan yang Baik
Salah satu problematika yang telah
menjadi budaya akar rumput dalam pertemanan di lingkungan sekolah adalah membuat julukan yang tidak elok terhadap teman yang lain. Ironisnya penjulukan itu terkadang mencutat dan kerap kali menggantikan nama asli siswa-siswi dengan nama orangtuanya.
Jikapun tidak demikian mereka santer menjuluki teman yang lain dengan sebutan yang tampak tidak manusiawi dan sebangsa kontroversial. Hal itu tentu harus dihapuskan dari budaya sosial lingkungan sekolah. Sebab melalui sebutan, panggilan dan mengganti nama teman sembarangan itu berarti telah memicu api dalam pertemanan.
Di lain sisi, dalam pandangan Psikologi, budaya mengganti sebutan dan julukan itu termasuk bullying verbal. Bullying verbal yang bisa saja membuat victim merasa ciut, minder dan tertekan psikisnya. Karena sebutan yang tidak elok itu pula konflik di antara sesama teman bisa mencuat ke permukaan.
Bahkan budaya julukan serampangan itu bisa menimbulkan kemarahan (ghodob) manakala orangtua dari anak yang bersangkutan mengetahui. Mengapa demikian? Sebab pada dasarnya setiap nama yang disematkan kepada orang adalah do'a. Do'a yang semakin lanyah diucapkan maka akan menjadi karakter, watak dan kepribadian orang yang memiliki nama tersebut.
Atas dasar itu pula maka mari julukilah teman-teman yang berada di sekitar lingkungan hidup kita semua dengan menggunakan nama, istilah dan gelar yang mulia. Sebab bisa jadi seseorang tersebut akan hadir dan tumbuh-kembang menjadi sosok yang kerap kita panggil.
4. Saling Menolong
Hal yang tidak dapat dipisahkan dalam interaksi sosial di lingkungan sekolah adalah mengutamakan sikap ta'awun (saling tolong menolong). Utamanya saling tolong menolong dalam hal kebaikan, kebajikan dan ketakwaan dalam menegakkan ajaran Islam.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 2:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong- menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya".
Di lain surah, tepatnya dalam surah At-taubah ayat 71, Allah SWT juga menegaskan perihal pentingnya sikap ta'awun kepada orang-orang yang beriman.
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah
Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana".
Dari kedua ayat tersebut kita bisa mengetahui bahwa tolong-menolong dalam kemakrufan dan ketakwaan adalah wajib hukumnya. Wajib itu bersifat fardu kifayah. Berlaku bagi setiap orang yang di dalamnya terhujam keimanan dan ketakwaan.
Adapun tolong-menolong yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, misalnya membantu teman yang sedang kesusahan dalam memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru. Menolong teman tatkala terjatuh, menolong teman takala menyeberang jalan dan lain sebagainya.
5. Saling Menyayangi
Hadir dan tumbuh-kembangnya sikap saling menyayangi di antara sesama teman juga termasuk adab yang harus dimiliki oleh setiap sumber daya manusia lembaga, tak terkecuali seluruh siswa-siswi. Sikap saling menyayangi ini tercermin tatkala di antara sesama teman saling perhatian, peduli dan merasa satu keluarga.
Seyogyanya anggota keluarga, maka harus ada rasa simpati, empati dan identifikasi yang dimiliki oleh setiap siswa/i. Jika salah satu siswa merasa bahagia maka yang lainnya juga harus merasa bahagia. Begitupun sebaliknya.
Dalam sikap saling menyayangi tidak ada kata membeda-bedakan, memarginalkan dan tidak adil. Baik itu dari segi gender, jenis kelamin, agama, ras, kesukuan sampai dengan kapasitas personal. Semua orang harus diperhatikan, dijaga dan mendapatkan perlakuan yang sama.
Sebagai contohnya, jika suatu hari seorang teman satu kelas, satu sekolah atau pun teman sepermainan mengalami sakit maka adab seorang siswa/i yang baik adalah menjenguk dan mendoakannya supaya lekas sembuh. Sehingga bisa sama-sama masuk dan mengikuti pembelajar di sekolah kembali. Jika perlu, kita support secara materil.
6. Menjaga Rahasia Teman
Selain itu, hal yang kerap kali luput dari perhatian kita adalah menjaga rahasia teman. Setiap orang pastinya memiliki teman dekat (baca: bestie kalau dalam istilah kekinian) yang menjadi tempat mencurahkan keluh kesah hati dan kekurangan yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
Teman dekat yang berperan sebagai tempat curahan hati itu sebaiknya memiliki sikap amanah. Mampu menjaga semua rahasia teman yang telah dibagikan atau diceritakan kepada dirinya. Jangan sampai rahasia teman yang kita ketahui (jaga; simpan) disebarluaskan kepada khalayak tanpa seizin orang yang bersangkutan.
Teman dekat ini juga harus memiliki rasa yang peka: empati dan simpati yang tinggi serta diikuti dengan penuangan ide-ide solutif bagi orang yang bersangkutan. Sebab, biasanya ketika seorang teman curhat memiliki dua tipe. Mereka yang hanya butuh didengarkan dan mereka yang butuh pencerahan.
Dikatakan dalam suatu hadits, barangsiapa yang menjaga rahasia atau kekurangan orang lain (muslim yang lain) maka orang yang amanah tersebut akan mendapatkan balasan yang setimpal di akhirat kelak. Jika orang yang amanah tersebut menjaga kekurangan dan kesalahan orang lain, maka Allah SWT akan menutupi aib dirinya.
Tulungagung, 1 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H