Biar kulipat jejak imaji petualangan
Tentang klise dan jurang keberadaan
Tentang kurun waktu penghabisan
Dan muara temaram dalam keabadian
Dalam siku-siku cerita kita dipertemukan
Tepat di pinggir senyum kecut itu aku menarik nafas perlahan-lahan
Kukira aku tak pernah sesibuk itu menakar perasaan
Menalar ketidakmampuan menguras ceracau pikir tak karu-karuan
Aku kepayang dalam bayangan
Terperangkap menopang lamunan
Terjerumus bahasa ego kenafsuan
Mengiba isyarat lembut keibuan
Di sanalah peranku semakin jalang
Kutemukan diriku mabuk kepalang
Siang-malam aku meriang
Sore-dini hari aku menjadi girang
Gilanya menjangkit setiap pagi menjelang menuju petang
Tunduklah jiwaku berkabung peluh seiring ketidakpercayaan
Sepintas, sepiku dalam ayunan
Marwahku terbelai harapan
Kini pintaku dalam pintalan doa bertambah satu pada Tuhan
Ah, keterlaluan!
Kini aku tak ingin pernah mengenal kata keterpisahan
Yang amat kubutuhkan sekarang hanya candu taman-taman kasamaran
Ruang-ruang beradu pandangan
Saling memadu selasar pusar penantian
Lantas aku menjadi ketergantungan
Setiap cawan menganga minta diisi setetes kerinduan
Menerobos jendela-jendela norma dan keakuan
Mengetuk-ngetuk satu kehendak terkabulkan
Sementara itu akutnya mulai tak bisa kubiarkan
Hingga akhirnya kuikat semua dalam persujudan
Rahasia antara aku dan Tuhan
Munajatku dalam setiap selangkang malam kupersembahkan
Tololnya aku menomorsatukan engkau dalam tiap-tiap kesempatan
Mengigau-ngigau masif menyebut namamu
Bahkan lancangnya lagi bayangan engkau mengebiri ingatan untuk menyisihkan peran penting kedua orangtuaku
Seolah-olah engkau jantung yang mendikte nadi kehidupanku
Entahlah, entah telah sepayah apa engkau mengguna-mengguna
Hingga kau permainkan rasa tulusku yang nyata
Antara membudak pun atau mencinta
Antara memuja dan menghinakanku seutuhnya
Akhirnya Tuhan menunjukkan kecemburuannya
Menjadikan kau dan aku dua kutub yang tak pernah dipertemukannya
Selembar undangan pernikahan itu saksi bisu sesungguhnya
Semenjak itulah kita tak pernah lagi bersuaÂ
Masing-masing kita merengkuh jalan saling melupa
Pernah mengenal namun maunya pilon berpura-pura
Kini semua mengendap dalam cerita
Aku dan kamu bukan siapa-siapa
Biarlah takdir yang berbicara
Tulungagung, 13 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H