Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kenangan: Bukan Jalan Kita

13 Oktober 2020   06:58 Diperbarui: 13 Oktober 2020   07:11 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Biar kulipat jejak imaji petualangan

Tentang klise dan jurang keberadaan

Tentang kurun waktu penghabisan

Dan muara temaram dalam keabadian

Dalam siku-siku cerita kita dipertemukan

Tepat di pinggir senyum kecut itu aku menarik nafas perlahan-lahan

Kukira aku tak pernah sesibuk itu menakar perasaan

Menalar ketidakmampuan menguras ceracau pikir tak karu-karuan

Aku kepayang dalam bayangan

Terperangkap menopang lamunan

Terjerumus bahasa ego kenafsuan

Mengiba isyarat lembut keibuan

Di sanalah peranku semakin jalang

Kutemukan diriku mabuk kepalang

Siang-malam aku meriang

Sore-dini hari aku menjadi girang

Gilanya menjangkit setiap pagi menjelang menuju petang

Tunduklah jiwaku berkabung peluh seiring ketidakpercayaan

Sepintas, sepiku dalam ayunan

Marwahku terbelai harapan

Kini pintaku dalam pintalan doa bertambah satu pada Tuhan

Ah, keterlaluan!

Kini aku tak ingin pernah mengenal kata keterpisahan

Yang amat kubutuhkan sekarang hanya candu taman-taman kasamaran

Ruang-ruang beradu pandangan

Saling memadu selasar pusar penantian

Lantas aku menjadi ketergantungan

Setiap cawan menganga minta diisi setetes kerinduan

Menerobos jendela-jendela norma dan keakuan

Mengetuk-ngetuk satu kehendak terkabulkan

Sementara itu akutnya mulai tak bisa kubiarkan

Hingga akhirnya kuikat semua dalam persujudan

Rahasia antara aku dan Tuhan

Munajatku dalam setiap selangkang malam kupersembahkan

Tololnya aku menomorsatukan engkau dalam tiap-tiap kesempatan

Mengigau-ngigau masif menyebut namamu

Bahkan lancangnya lagi bayangan engkau mengebiri ingatan untuk menyisihkan peran penting kedua orangtuaku

Seolah-olah engkau jantung yang mendikte nadi kehidupanku

Entahlah, entah telah sepayah apa engkau mengguna-mengguna

Hingga kau permainkan rasa tulusku yang nyata

Antara membudak pun atau mencinta

Antara memuja dan menghinakanku seutuhnya

Akhirnya Tuhan menunjukkan kecemburuannya

Menjadikan kau dan aku dua kutub yang tak pernah dipertemukannya

Selembar undangan pernikahan itu saksi bisu sesungguhnya

Semenjak itulah kita tak pernah lagi bersua 

Masing-masing kita merengkuh jalan saling melupa

Pernah mengenal namun maunya pilon berpura-pura

Kini semua mengendap dalam cerita

Aku dan kamu bukan siapa-siapa

Biarlah takdir yang berbicara

Tulungagung, 13 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun