Mohon tunggu...
Salamun Ali Mafaz
Salamun Ali Mafaz Mohon Tunggu... -

Penulis, pencinta kuliner nusantara, penikmat film dan musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seksualitas Dalam Agama

23 April 2013   16:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:44 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini fungsi pakaian tidak sekedar menutup tubuh untuk menghindari hawa dingin atau sejenisnya, tetapi sudah merupakan simbol untuk mengkomunikasikan kepada orang lain darimana dan dari golongan siapa mereka berasal. Pakaian, sekarang ini juga menunjukkan tentang kehalusan perempuan dan keperkasaan laki-laki. Apalagi kecantikan, dimana dahulu kecantikan dianggap sebagai nasib atau anugrah yang alami tetapi sekarang ini kecantikan bisa diperoleh dimana-mana dengan definisi tertentu ; rambut hitam panjang, kaki jenjang, gigi rata putih, perut langsing dan lain-lain

Namun, ada hal lain yang lebih penting dari sekedar tubuh. Hakikat manusia sebenarnya bukanlah pada tubuhnya melainkan pada ruhani, hati dan pikirannya yang teraktualisasi pada akhlak dan amal perbuatannya. Banyak sekali ayat al-Qur'an yang justru mempertanyakan keadaan pikiran dan hati manusia (afala ta'qilun, afala tadabbarun, afala tatafakkarun). Inilah yang membedakan manusia dengan binatang yaitu bukan pada tubuhnya tetapi akal dan pikirannya. Bahkan manusia yang tidak menggunakan akalnya akan dicap lebih hina dari binatang. Sungguh mengerikan nasib tubuh yang terpenjara oleh teks, baik teks keagamaan maupun undang-undang.

Kalau masih mau berbicara tentang ‘tubuh’ untuk diatur lebih detail, seharusnya pembuat kebijakan harus memiliki keperihatinan dan kepekaan atas nasib orang-orang yang hidup dengan keterbatasan tubuhnya agar lebih diperhatikan nasib dan hak sebagai warga negara. Atau mereka secara fisik sempurna, tapi hak-hak tubuhnya terampas oleh bentuk ketidakadilan ekonomi dan sosial. Dengan cara pandang seperti ini, jika ada manusia yang setiap hari sibuk dengan ‘tubuhnya’, maka sebenarnya telah merendahkan martabatnya. Apalagi jika memamerkan tubuh dimotivasi untuk mendapatkan uang misalnya, menyebarkannya melalui media maka implikasinya akan jauh lebih buruk. Oleh karenanya, aplikasikan wahyu seksualitas agama dengan akal pikiran dan hati nurani yang bersih.

*Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Bhinneka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun