"Silakan masuk," ucapku.Â
"Duduk sini, Bu." Sebelum memenuhi permintaanku, wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, lalu duduk perlahan di sofa.Â
"Maaf, Ibu siapa dengan kasus apa ya? Maklum, saya suka lupa pada klien sendiri ... " kucoba tersenyum meski canggung.Â
"Saking banyaknya, ya?" Potongnya tiba-tiba. Aku sedikit terkejut, namun hanya bisa tersenyum kecut.Â
Wanita ini semakin membuatku penasaran. Tidak seperti klien pada umumnya. "Kenalkan, saya Riana. Saya sudah tahu nama anda, Bu Lita. Jadi tidak usah repot-repot memperkenalkan diri."
Kata-katanya membuat jantungku hampir melompat dari tempatnya. Dengan hati berdebar kunanti kalimat berikutnya. Otakku mengatakan, ada yang tak beres pada kedatangannya.Â
Ia mulai melanjutkan, "saya tunangannya Randy, dan ini buah cinta kami." Tunjuknya pada perut buncitnya dengan elusan.Â
Entah apa lagi yang dikatakan berikutnya. Mendadak ruangan berputar dan semuanya gelap.
 ***
 Tepat pukul 16.00 WIB aku tiba di Jember. Mengendarai CRV putihku dengan kecepatan maksimal. Pengakuan wanita hamil dengan bukti tes DNA di kantor kemarin membuatku mengajukan cuti lebih awal, lamanya satu bulan penuh.Â
Seluruh pekerjaan kuserahkan pada asisten dan rekan sejawat. Desas desus itu rupanya benar, hanya aku yang buta. Buta oleh cinta dan nafsu ingin bersamanya. Rasa bersalah, malu, dan rindu bercampur menjadi satu. Tak ada tempat yang lebih nyaman  selain bahu dan pelukan ayah untuk saat ini.Â