Mohon tunggu...
Aqisyiah Rifdaeni
Aqisyiah Rifdaeni Mohon Tunggu... Administrasi - 62411
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

fiat justitia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sistem Permohonan Online PT PLN Sebaiknya Ditinjau Ulang

22 Februari 2020   23:03 Diperbarui: 22 Februari 2020   22:59 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan beroperasinya sistem Online pada unit kerja PT PLN (persero), yang

tujuannya adalah untuk kepentingan pelayanan setiap pemohon Pemasangan Baru

diwilayah Sulselrabar, tidak luput dari Perhatian DPP-LIMIT yang di komentari oleh

ketua Devisi Sosial kemasyarakatan DPP-LIMIT Arnas Nasruddin.

Ujar Arnas, selama Sistem online ini berjalan tidak sedikit mendapatkan keluhan

dari Masyarakat pemohon daya listrik yang ditujukan kepada PT PLN (Persero)

wilayah Sulselrabar. Bahwa dalam beberapa perkara pengaduan yang akhir-akhir ini

diterima DPP-LIMIT, terdapat suatu masalah : setelah Pemohon mengajukan melalui

sistem online, lalu kemudian pemohon diminta untuk melakukan Pembayaran

melalui Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh sistem, maka

seharusnya setelah dilakukan pembayaran oleh Pemohon, tentu saja Pemikiran

calon Pelanggan dianggap telah dilakukan observasi dan dapat diterima sebagai

Pelanggan PT PLN (Persero).

Sedangkan apa yang menjadi harapan Pelanggan atas pemasangan Listrik pada

persil rumah calon pelanggan tersebut tidak kunjung terpasang, anehnya lagi kata

arnas, tanpa ada pemberitahuan tentang Penolakan pemasangan, baik itu secara

lisan apalagi tertulis, pada akhirnya ketika calon pelanggan mempertanyakan

kepihak manajemen pada usaha yang berplat merah ini, justru calon pelanggan

diminta untuk membuat permohonan pengembalian uang (restitusi), lalu

pengembalian uang yang dimaksud, tidak jelas kapan batas waktu akan

dikembalikan oleh PT PLN (persero). Sedangkan saat calon pelanggan mendesak

kepada Pejabat Pelayanan, Pejabat bersangkutan dengan mudahnya membuat

alasan, bahwa objek Pemohon, masih memiliki tunggakan Pembayaran, dan

karenanya tidak dilakukan Penyambungan baru, ujarnya.

Ditambahkan pula oleh arnas, sebenarnya tujuan dari sistem ini adalah untuk

meminimalisir para calo-calo yang selama ini mengais rejeki disekitar wilayah kerja

PT PLN, namun jika sistem ini tidak mampu berjalan sesuai harapan, tentunya yang

dirugikan adalah calon pelanggan dan dapat berdampak hukum bagi pejabat yang

menjalankan program ini, oleh karenanya, jika Program ini tidak berjalan

sebagaimana mestinya apalagi tanpa pengawasan langsung, ya sebaiknya ditinjau

ulang atau dikembalikan seperti dahulu saja, jangan hanya karena beberapa

instansi Pemerintah menggunakan sistem online, kemudian PLN ingin ikut-ikutan

tapi tidak diawasi, saya kira masyarakat yang menjadi pihak dirugikan.

Diakui oleh arnas, dahulu kegiatan penerimaan para calon Pelanggan ini dilakukan

permohonannya secara konvensional, realitasnya tidak sedikit pula memunculkan

masalah Penggelapan uang calon Pelanggan, namun hal itu diluar tanggung PT PLN, kemudian mekanisme Pemasangan daya listrik sebelum pembayaran

dilakukan oleh Calon pelanggan, terlebih dulu dilakukan observasi lalu kemudian

diputuskan diterima atau tidak menjadi pelanggan.

Arnas pula mengakui, atas Piutang PT PLN yang selama ini menjadi beban

bisnisnya belum menemui titik penyelesaian secara baik dan benar, dengan

demikian seharusnya dalam setiap Perjanjian jual beli Daya Listrik, pihak

manajemen PLN dapat mempersiapkan pola-pola yang seimbang dengan pola

bisnisnya, utamanya pembenahan dari segi kekuatan hukum yang mengikat, agar

setiap pelanggan taat untuk membayar sesuai kewajibannya.

Lanjut arnas, Sebenarnya PT PLN (persero) harus terbuka dengan Pemerintah

Daerah dan dapat menerobos Formulasi atas kerjasama dengan pihak luar,

misalnya saja dalam setiap Pembuatan Peralihan Persil (rumah), baik sewa rumah,

kontrak maupun jual beli yang objeknya tidak terlepas dari kontrak jual beli listrik,

maka setiap terjadi Peralihan objek (persil), pihak Penjual sebelum mengalihkan

objeknya harus mampu menunjukkan Kwitansi pelunasan bulan berjalan saat itu

yang diterbitkan oleh PT PLN (Persero).

Arnas pula menyayangkan jika seseorang yang baru menempati hunian, lalu

kemudian tiba-tiba di OPAL (Operasi Penertiban Aliran Listrik), padahal penghuni

baru tersebut tidak mengetahui secara pasti atas beban-beban pemilik lama. Oleh

karenanya Kata arnas, harus disadari oleh Manajemen PT PLN, bahwa tidak ada

suatu penghukuman tanpa ada perbuatan yang melanggar, sekalipun mungkin PT

PLN menganggap tidak akan berguna jika seseorang yang bukan Pelanggan lalu

mengajukan Gugatan karena tidak memiliki hubungan hukum, namun PT PLN harus

pula menyadari, jika setiap orang yang merugikan orang lain dapat pula dihukum,

sekalipun pihak penggugat tidak memiliki hubungan hukum dengan PT PLN

(persero), tutup Arnas.

DEWAN PIMPINAN PUSAT

LEMBAGA INVESTIGASI DAN MONITORING

( DPP -- LIMIT )

A. NASRUDDIN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun