Haloooo... jika terapi penyakit itu seperti itu, tak perlu ada dokter dong! Untuk apa dokter sekolah lama dan susah? Masyarakat tidak memahami bagaimana sebuah terapi itu dilaksanakan dan pentingnya konsultasi dengan dokter.
Dalam setiap terapi selalu dipertimbangkan benefit dan resiko. Dokter akan melihat kondisi dan riwayat penyakit pasien.
Setiap obat punya efek samping yang tak selalu timbul. Namun, bisa saja timbul pada pasien tertentu. Tubuh manusia itu kompleks. Inilah yang kurang dipahami awam.
Ada lagi yang teriak-teriak bahwa Covid-19 itu disebabkan oleh virus dan bukan bakteri. Lalu mereka mengatakan jangan pakai antibiotika, antibiotika itu untuk bakteri. Hmmm... elus dada!
Apa yang dikatakan memang sekilas terlihat benar, tapi dalam terapi tidak sesederhana itu! Apakah tahu jika antibiotika azitromisin pun punya efek sebagai antiviral meski kurang adekuat? Covid-19 itu bisa jadi disertai infeksi sekunder oleh bakteri juga. Apa infeksinya tidak ingin diobati?
Karenanya, jangan heran jika dapat obat banyak berupa kombinasi karena kondisinya pasien beda-beda. Inilah pentingnya tahu interaksi obat bahwa terapi obat itu tidak berarti A diobati B kemudian sembuh.
Menjadi Masyarakat yang Cerdas
Mari kita menjadi masyarakat yang cerdas. Sekiranya kita punya pengetahuan, semua bisa ditanyakan kepada dokter. Sejauh ini, dokter selalu menjelaskan jika saya tak paham dan bertanya. Terlebih untuk Covid-19, mereka bekerja secara tim yang selalu mereview dan memonitor tata laksana terapi.
Covid-19 adalah penyakit baru yang masih terus diteliti. Pastinya ini akan memberi dampak yang dinamis dalam proses terapi dan pemilihan obatnya.
Hilangkan prasangka buruk dan sikap sok tahu. Terapi pada pasien bukan untuk memuaskan teori cocokologi. Semua berdasar nalar, bukti, dan prinsip terapi.
Sebagai penutup, sekarang sudah ada panduan terapi Covid-19 yang baru. Oseltamivir tidak lagi menjadi terapi utama namun hanya digunakan untuk pasien dengan ko-infeksi influenza. Sedangkan, azitromicin hanya untuk kasus suspek yang berat dan kritis dengan kecurigaan ko-infeksi dengan mikroorganisme.