Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cerdas Menyoal Interaksi Obat, Tak Semua Merugikan

17 Juli 2021   07:23 Diperbarui: 17 Juli 2021   08:39 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisa Interaksi Obat

Saya menyadari sebuah keterbatasan. Disini tidak akan membela siapa-siapa karena sedikit-banyak dengan mudahnya akses informasi, semua orang bisa belajar. Sayangnya, justru dari sinilah mereka merasa sudah paham dan merasa pinter.

Kembali ke masalah interaksi obat, saya akan menceritakan peran apoteker komunitas (di apotek atau di RS). Seorang apoteker bukankah penjual obat atau pelayan obat. Ini yang seringkali disalah-artikan masyarakat.

Ketika mereka menerima resep dari dokter, apoteker tidak hanya membaca resep dan kemudian mengambil atau meracik. Mereka akan melakukan analisa atas resep tersebut dengan melihat umur pasien, diagnosa, dan lain-lain. Dari data tersebut, apoteker akan tahu apakah obat sesuai atau tidak, ada interaksi obat atau tidak, rasional atau tidak.

Jika memang ada yang kurang tepat, seorang apoteker akan memberitahukan kepada dokter. Dokter yang akan memutuskan apakah akan diganti, dihilangkan, dan seterusnya. Disinilah peran dua profesi saling berkomunikasi dan mendukung.

Poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa masalah interaksi obat ini bukan hal baru. Bagi apoteker dan dokter, masalah interaksi obat sudah menjadi pemahaman yang komprehensif dalam tata laksana terapi.

Jika sekarang masalah interaksi obat ini heboh, itu karena ada yang membuatnya heboh! Sangat disayangkan respon masyarakat juga heboh dan menjadi sesat pikir.

Tata Laksana Terapi pada Pasien itu Ada Prosesnya

Saya bukan dokter, tetapi sependek yang saya tahu dokter selalu menggunakan bukti medis dalam menegakkan diagnosa. Jadi bukan dengan ilmu "kira-kira". Bukti medis ini bisa hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, hasil rontgen, dan lain-lain.

Dengan era sekarang dimana informasi tersebar dengan random, bahkan acuan terapi untuk pasien pun ikut tersebar di dunia maya, masyarakat menjadi melek informasi. Tak ada yang salah. Saya hanya menyayangkan respon sok tahu dari masyarakat.

Misalnya, untuk sakit Covid-19 obatnya adalah A, B, C, D. Orang kemudian langsung memburu tanpa konsultasi dengan dokter. Padahal orang tersebut ada komorbid atau sedang konsumsi obat lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun