Ujian baru berjalan 10 menit. Aku baru menyelesaikan dua soal. Tiba-tiba kesenyapan di ruangan pecah oleh satu suara. Ada suara isakan tangis yang diikuti sesenggukan yang teramat dalam.
Kutolehkan kepalaku ke belakang dimana suara berasal. Semua teman juga mengarahkan pandangan menuju ke belakang. Aku kaget melihat bu Retna menangis dengan isakan yang sangat berat.
Tak lama dari itu, kulihat pak Gunawan mendekatinya. Kepala administrasi fakultasku itu segera berbicara dengan bu Retna. Mungkin menenangkannya atau apa, aku tak tahu pasti karena semua peserta ujian diminta untuk fokus kembali ke soal ujian.
*****
"Hai mbak, beli makan juga?" sapaku ke mbak Wita. Dia satu angkatan di program profesi, hanya saja beda kelas. Mbak Wita dulu dari S-1 jalur ekstensi, sedangkan aku jalur reguler.
"Hai Sit, iya laper ih... ujiannya ampunnn! Mikir sampai bodol juga tetap lupa semua. Pasrah deh. Mending makan hihihi, " sahutnya.
Kami duduk semeja di kantin dekat kostku. Akhirnya kami larut dalam obrolan ringan. Lumayan pengurang stres.
"Mbak, tadi bu Retna nangis di ruang ujian. Aku kaget dengarnya, " kataku.
"Iya, kasihan banget dia Sit! Aku juga nggak tega tadi. Mana aku di belakangnya. Kamu masih mending di depan. Aku lihat langsung, " ucap mba Wita lirih.
Kantin hari itu sepi. Masih jam 10.00 pagi. Hanya ada aku dan mbak Wita disana.
"Sita... " panggil mbak Wita.