Sang Bapak membayar gaun itu. Hujan sudah reda. Mereka bergegas pulang dan berjalan hingga ke terminal.
Perut anak perempuan itu mulai berbunyi. Tanda lapar menyerang, namun diabaikannya. Gaun baru yang dijinjingnya lebih penting baginya.
Dia terus menahan rasa lapar yang kian meronta. Padahal beberapa warung bakso dilewatinya. Aroma kuah bakso menguar harum di udara. Namun, anak perempuan itu tetap berjalan lurus ke depan.
"Bapak membelikan baju baru buat Natal sudah cukup. Nanti malam juga dapat makan enak di gereja, " katanya dalam hati.
Bapaknya tidak menawarkan bakso-bakso itu. Dia tahu uangnya tak cukup banyak untuk mentraktir bakso berdua. Uang untuk membeli baju Natal anaknya saja adalah pemberian bosnya sebagai bonus mengerjakan proyek lembur. Hatinya getir tatkala Ia berpura-pura tak mencium aroma bakso itu.
Mereka bejalan seirama. Tangan kekar Bapak menggandeng tangan mungil anak perempuannya hingga terminal angkutan desa.
Kurang lebih empat puluh lima menit, Bapak dan anak itu terlelap di dalam angkutan. Ada rasa lega hingga mereka pasrah pada rasa lelah dan dahaga. Anak perempuan itu terlelap dengan mendekap kantong belanja berisi gaun barunya.
🎄🎄🎄🎄🎄
Anak perempuan kecil itu berjalan cepat. Langkah kecil nan semangat. Gaun barunya berkibar seolah ikut memberi semangat untuk melupakan rasa lelah.
Tentu saja gaun itu tak dicuci dulu. Tak ada waktu. Ibu hanya mencabut label harga. Bau toko masih melekat pada gaun itu. Justru aroma itu yang mengaktifkan hormon bahagia anak perempuan ini.
Dari kejauhan, kidung Natal sudah bergema. Syahdu dan merdu. Rasa bahagianya semakin membuncah kala ingat nanti di akhir perayaan akan ada pembagian bingkisan Natal dan makan bersama.