Kutatap deretan angka di layar monitor. Tiba-tiba aku terkejut dengan suara yang kudengar. Suara rintihan orang menangis! HAHHH???
Kupasang baik-baik telingaku untuk mendengar. Suara rintihan itu makin jelas. Sepertinya datang dari ruangan sebelah, sebuah laboratorium kecil untuk trial produk.
"Ric, dengar nggak?" tanyaku kepada Rico.
Rico terkesiap kemudian menatapku. "Heh? Apaan? Dengar apa? Nggak ada apa-apa kok, Ly! " sahutnya.
"Yakin? Itu suara orang menangis. Jelas banget. Siapa yang menangis ya?" tanyaku kembali. Suara yang kudengar makin nyaring. Tak lama setelah itu lirih kemudian menghilang. Sunyi.
"Heh? Nggak ada ah, aku nggak dengar" sahut Rico. Rasanya gemes sama Rico yang "hah-heh" sedari tadi.
"Coba dengar, Ric... Tuh muncul lagi!" pintaku pada Rico. Kali ini Rico diam dan berusaha mendengarkan.
"Iya kan? dengar kan? suara siapa ya, Ric?" tanyaku bertubi-tubi. Aku yakin Rico juga mendengarnya.
Namun, lagi-lagi ekspresi wajah Rico sama dengan Teti beberapa waktu lalu. "Sudahlah, Ly... biarin saja, " katanya.
"Eh besok aku tukar shift sama mbak Amel ya? Katanya anaknya sakit, jadi mau shift malam biar bisa gantian sama suaminya, " kata Rico lagi. Dia berusaha mengalihkan pembicaraan. Kali ini suara rintihan itu sudah lenyap.
Aku merasa ada yang disembunyikan. Mungkin mau menghiburku supaya tidak ketakutan. Mungkin Rico tahu aku ini penakut. Atau mungkin aku ini yang aneh atau halusinasi? Aku merasa kecil hati, apalagi banyak yang seolah tak percaya dengan yang kudengar atau kualami.