Na, seorang perempuan muda. Istri dari suami yang baik dan ibu dari 2 orang anak. Ibu rumah tangga yang optimis dan dinamis. Hanya saja sering galau menghadapi kehidupan. Serial Na adalah perjalanan hatinya yang penuh warna. Kadang gembira-ria, kadang sedih, galau, konyol, dan namun selalu diakhiri dengan senyum.
----
Na mempunyai saudara sepupu di kota S. Meskipun bukan saudara kandung, tapi Na dekat dengan mbak Wi, kakak sepupunya itu. Mereka sangat akrab melebihi saudara kandung.
Kebetulan kota S ini dekat dengan kota M, rumah orangtuanya Na. Karenanya, tiap kali mudik Na selalu menyempatkan untuk mampir ke kota S. Kadang-kadang malah menginap semalam untuk melepas kangen dengan mbak Wi.
Kota S merupakan kota besar. Selain terkenal dengan wisata sejarah, juga terkenal dengan wisata kuliner. Banyak makanan legendaris dan enak di kota S. Salah satunya adalah soto.
Na, suami, dan anak-anaknya adalah penggila soto. Tak jarang, jika ketemu soto yang enak mereka kemaruk*. Suami Na langsung pesan 2 porsi. Na juga selalu khilaf dengan "sunduk" sate, telur, jeroan, kerang, perkedel, tempe, dan juga kerupuk.
Di kota S ini ada sebuah rumah makan soto yang terkenal. Namanya soto Srimpi. Hingga kini mbak Wi tak pernah mengajak ke rumah makan soto yang satu ini. Mbak Wi selalu mengajak ke warung soto langganannya.
Sebenarnya tidak masalah bagi Na. Na hanya heran kenapa tidak pernah mengajak makan soto disitu. Padahal soto tersebut sangat terkenal dan ikon kuliner kota S. Semua teman Na yang liburan ke kota S pasti makan soto legendaris itu.
Memang mbak Wi pernah mengajak Na ke rumah makan soto terkenal lain yang katanya langganan pejabat-pejabat, bahkan pernah disambangi oleh Presiden. Hanya menurut Na harga soto dan rasanya tidak sebanding. Kurang jos!
Tiap kali Na mengajak makan di soto Srimpi, mbak Wi selalu menawarkan pilihan lain. Bahkan mas Jar, suaminya, juga selalu ada ide mencoba rumah makan lainnya.
Dalam hati Na, dia penasaran sekali dengan soto Srimpi yang legendaris tersebut. Terkadang ingin mencoba pergi sendiri, tapi susah karena mbak Wi pasti sudah mengajak lebih dulu.Â
Tak hanya soto, mbak Wi akan mengajak Na mencoba kuliner yang lain. Mulai sate, seafood, bakmi, dan menu khas lain kota S.
Pokoknya selalu begitu. Namanya orang penasaran, belum percaya kalau belum mencoba sendiri. Sering Na bertanya apakah rasa soto legendaris tersebut lebih enak atau tidak dari warung soto pak Har langganan mbak Wi.
Ketika sedang asyik berkhayal, tiba-tiba suami Na tergopoh-gopoh setelah membersihkan mobil. Mereka berencana liburan ke kota M esok harinya.
"Na, nanti di kota S temani aku reuni sama teman SMA ya?", katanya.
"Siyap bos, emang ada temanmu yang di kota S? Selama ini nggak pernah tahu?", sahut Na.
"Iya, dia baru pindah, " jawab suami Na. Sepertinya antusias ketemu teman lama. Na hanya mengangguk.
Kota S
Menjelang tengah hari, Na dan keluarganya sampai di kota S. Namun Na tak langsung menuju ke rumah mbak Wi. Suami Na akan menemui temannya dulu di sebuah rumah makan.
Rei, teman suaminya, ternyata sudah menyiapkan pertemuan itu di rumah makan terkenal di kota S. Rumah makan yang dimaksud adalah soto Srimpi yang memang mudah ditemukan karena berada di jalan raya persimpangan ke luar kota. Na pun senang bukan main. Akhirnya bisa ke soto Srimpi.
"Oiii... apa kareba**?" sapa Rei ketika Na dan keluarganya tiba di depan rumah makan. Adegan selanjutnya pasti bisa ditebak, mereka saling bertukar cerita ngalor-ngidul.
Rei memesan soto untuk semua. Ternyata dia adalah foodies sejati. Tak heran tubuh Rei subur makmur.
Sepanjang pertemuan, suasana ceria dan penuh persaudaraan. Hidangan soto Srimpi ini memang luar biasa enak. Bahkan Rei sampai menambah 2 mangkok lagi.
"Jangan kaget ya saya makan nggak cukup kalau satu. Minimal tiga mangkok hihihi..." kata Rei.
"Wah, Bro.. perutmu nggak berubah dari dulu. Daya tampung tronton, kirain sudah berubah jadi mini cooper? hahaha " sahut suami Na bercanda.
"Huahaha... " balas Rei yang langsung tergelak. Sedari SMA, Rei memang terkenal pemakan segala.
Canda-tawa, cerita konyol masa SMA, hingga berita teman-teman SMA yang lain asyik dibicarakan Nano dan Rei. Sesekali Na dan istri Rei ikut nimbrung dan tertawa.
Sebelum Na dan suaminya berpamitan, Rei telah terlebih dulu untuk pamit pulang karena ada janji dengan kliennya.
Na pun pulang dengan riang. Akhirnya kesampaian makan soto  Srimpi nan legendaris kota S. Masih dingatnya rasa kuah soto yang gurih dan lezat. Tambahan bawang goreng yang tidak pelit. Sate kerang, sate daging, sate telur puyuh, tempe goreng, perkedel, dan berbagai lauk lezat yang selama ini diimpikan.
Semua makanan di soto Srimpi dipotretnya dengan detil, kemudian diupload ke media sosialnya. "The best Soto ever! " begitu bunyi captionnya. Foto-fotonya menggugah selera. Tapi semua orang tak akan ragu. Semua juga tahu soto legendaris ini.Â
Sudah tak terhitung berapa artikel yang menuliskan review soto ini. Juga tayangan kuliner di televisi. Kejayaan soto ini sudah menggema seantero negeri.
Dalam perjalanan menuju rumah mbak Wi, Na sepakat dengan suaminya, esok hari akan mengajak mbak Wi sekeluarga sarapan soto disini.
***
Suara riuh anak-anak di depan TV. Mereka sedang bermain dan bercerita dengan asyik. Umur yang tak begitu jauh seakan merekatkan mereka pada dunia yang sama.
Mbak Wi dan Na sedang sibuk di dapur. Suami Na dan suami mbak Wi dengan kusyuk mengobrol di teras. Mungkin membicarakan ikan koi atau mungkin juga membahas isu politik.
Tak lama setelah itu, semua berkumpul di ruang keluarga. Suasana semakin riuh dalam obrolan orang dewasa. Sedangkan anak-anak tenang karena asyik menyusun lego.
"Mbak Wi, kita sarapan soto Srimpi yok? Kemarin enak loh, anak-anak juga suka, " ucap Na mengawali obrolan.
"Nggak mau soto pak Har saja, Na? " sahut mbak Wi datar.
"Udah soto Srimpi saja sekali-kali lah mbak..." sahut Na sedikit merajuk.
"Oh..." jawab mbak Wi. Ada nada kurang suka namun juga seolah tahu Na benar-benar berniat makan soto Srimpi.
"Hmmm... Yo piye yo? manut lah, " Na menjadi surut semangat. Sepertinya mbak Wi kurang sreg.
"Sebenarnya nggak mau ngomong aku, Na. Tapi mbuh piye iki. Piye, Pak? " sahut Mbak Wi seraya memanggil mas Jar.
"Emang kenapa mbak?" Na menjadi penasaran. Sepertinya ada yang ingin disampaikan oleh mbak Wi.
"Pak, critakno waelah... hihihi... " kali ini mbak Wi malah ngikik-ngikik tidak jelas. Sementara mas Jar mati kutu. Na dan suaminya kebingungan.
Suasana menjadi senyap seketika. Mbak Wi diam dan tersenyum. Mas Jar seperti orang yang sedang berpikir keras untuk mengatakan sesuatu. Na semakin penasaran. Ada apa gerangan?
"Hmm.. hmmm.. " dehem mas Jar memecah sunyi.
"Nggak enak gimana mulai ceritanya. Pokoknya aku dengar cerita ini langsung dari teman dekatku. Dan sejak itu aku nggak mau makan disitu, " mas Jar memulai cerita.Â
"Gini.. jadi ceritanya aku punya teman, lha temanku ini sohibnya anak yang punya soto Srimpi itu. Nah sekali waktu dia nginep disana. Sudah lama banget... trus makanlah disana. Orangtuanya baik banget, "
"Dia disuruh ambil sendiri. Pas ambil kuahnya dia nemu kain didalamnya. Lha kamu tahu itu kain apa? Ituuuu... adalah... dalaman yang punya katanya, " mas Jar berhenti bercerita. Na dan suaminya sontak kaget. Mbak Wi hanya tersenyum.
"Ibunya langsung kaget dan merasa apes. Gimana kok bisa ketahuan. Jadi rahasia enaknya soto itu disitu Na..." lanjut mas Jar.
"Sejak saat itu temanku dipesan boleh ajak makan disitu siapa saja dan sebanyak-banyaknya. Gratis!"
"Wes mbok simpulke dewe wae lah***.. kira-kira apa yang terjadi. Makanya aku nggak pernah ajak kalian kesitu, " pungkas mas Jar mengakhiri cerita.
Na dan suaminya terdiam. Berpikir dan menarik kesimpulan. Meskipun sudah di tangan keturunannya dan mungkin sekarang ini dipegang oleh generasi ketiga, toh siapa yang jamin tidak lagi seperti itu.
Na pun akhirnya bangkit berdiri.
"Oh.. gitu... yo wes mbak Wi kita ke soto pak Har saja, " ucap Na lugas.
Mbak Wi pun bangkit dan mengajak semua anak dan keponakannya untuk bersiap pergi. Titi, Toni, dan kedua anak Na dengan mudah menghentikan permainan.
Mereka pun segera masuk mobil bersama-sama, berempet-empetan, gembira bersama. Pagi itu cerah ceria seolah sirna semua prasangka. Mbak Wi dan mas Jar memang orang baik.
Mobil melaju sedang, membelah udara pagi kota S. Na dan mbak Wi duduk bersebelahan di bangku tengah. Tiba-tiba mbak Wi mencolek tangannya.
"Na, kemarin kamu berdoa dulu kan sebelum makan sotonya?" celetuk mbak Wi.
"Itu dia mbak.. Â untung aku berdoa dulu!" sahut Na.
"Yo wes, aman..." mbak Wi merangkulkan tangannya ke bahu Na. Na tersenyum sembari memegang tangan kakak sepupu tercintanya.
Cikarang, November 2019
*kemaruk : rakusÂ
**apa kareba : apa kabar
*** wes mbok simpulke dewe lah : sudah, kamu simpulkan sendiri ya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H