Mohon tunggu...
Malik Fajar
Malik Fajar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lagi suka menulis

Hii, Seorang blogger yang suka menulis hal-hal random di internet. Mungkin tulisannya tidak sebagus dan serapi penulis-penulis lain yang sudah menggeluti dunia penulisan sejak lama.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Menuju Peresmian, Lahan Pertanian di IKN Semakin Terancam, Bagaimana Nasib Ketahanan Pangan di Kalimantan Timur?

13 Agustus 2024   12:33 Diperbarui: 13 Agustus 2024   12:37 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendekati peresmian IKN yang dijadwalkan akan dilakukan bersamaan dengan perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-79, membuka rasa penasaran penulis untuk membahas kondisi ketahanan pangan di Kalimantan Timur. 

Ketahanan pangan ini dirasa sangat penting untuk keberlangsungan  di IKN nantinya. IKN akan menjadi pusat pemerintahan yang dimana perlu adanya kestabilan pangan serta kestabilan ekonomi.

Pada pembahasan kali ini setidaknya penulis akan membedah sedikit terkait dengan keadaan pertanian di kawasan IKN yang kian menurun, serta langkah apa yang setidaknya dapat pemerintah lakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Kalimantan Timur.

Indikator Ketahanan Pangan

Source: Buku Indeks Ketahanan Pangan 2022
Source: Buku Indeks Ketahanan Pangan 2022

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dijelaskan bahwa ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara dan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara keberlanjutan.

Dalam upaya terwujudnya ketahanan pangan terdapat setidaknya tiga aspek yang harus terpenuhi yaitu kedaulatan pangan (food soveregnity), kemandirian pangan (food resilience), serta keamanan pangan (food safety).

 Kedaulatan pangan berbicara mengenai hak negara dan bangsa dalam menentukan kebijakan pangan secara mandiri melalui sistem pangan  yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Kemandirian pangan yakni kemampuan negara serta bangsa dalam memproduksi beraneka ragam pangan  yang menjamin pemenuhan kebutuhan pangan hingga tingkat perseorangan melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan sumber daya lokal.

Terakhir, keamanan pangan berhubungan dengan pencegahan pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, serta benda lain yang berpotensi menggangu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Ketiga aspek tersebut disederhanakan menjadi kerangka konsep ketahanan pangan yang di dalamnya meliputi tiga pilar penunjang yakni ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan (Drs. Nyoto Suwignyo, 2022).

  • Ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pangan secara domestik, stok dan cadangan pangan, serta jumlah impor-ekpor pangan. 
  • Keterjangkauan pangan  berkaitan dengan distribusi pangan, stabilisasi pangan dan harga, sistem logistik, daya beli masyarakat, serta akses terhadap pasar dan informasi. 
  • Pemanfaatan pangan menyangkut perbaikan pola konsumsi, perbaikan gizi, penganekaragaman konsumsi, serta keamanan dan mutu pangan.

Indonesia memiliki standarisasi untuk menentukan seberapa tinggi ketahanan pangan di suatu daerah. Terdapat sembilan indikator yang menjadi tolak ukur ketahanan pangan di antaranya:

Aspek Ketersediaan

  • Rasio Konsumsi normatif per kapita terhadap produk bersih (padi, jagung, ubi kayu, ubi, jalar, sagu, serta stok beras pemerintah daerah).

Aspek Keterjangkauan

  • Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan
  • Persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluaran
  • Persentase rumah tangga tanpa akses listrik

Aspek Pemanfaatan

  • Rata-rata lama sekolah perempuan berusia di atas 15 tahun
  • Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih
  • Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap tingkat kepadatan penduduk
  • Persentase balita stunting
  • Angka harapan hidup pada saat lahir

Kondisi Pertanian dan Pangan di IKN

Kalimantan Timur merupakan daerah di Indonesia dengan komoditas pangan utamanya adalah padi. Masyarakat Kalimantan Timur menjadikan beras sebagai makanan pokok mereka di samping makanan lainnya seperti pisang, singkong, dan umbi-umbian. Pada tahun 2020, total konsumsi beras di Kalimantan Timur sebanyak 425 ribu ton (untuk tingkat konsumsi 113 kg/kapita) (Ir. Suyadi, 2021).

Berdasarkan IKP (indeks ketahanan pangan) tahun 2022, Provinsi Kalimantan Timur termasuk kriteria daerah tahan pangan dengan skor 77,65 (Drs. Nyoto Suwignyo, 2022). Meskipun begitu, terdapat tiga kabupaten yang masih berada di “zona merah” ketahanan pangan yaitu Kabupaten Mahakam Hulu, Kutai Barat, dan Kutai Timur. 

Berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan (ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan) Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan nilai yang relatif cukup rendah pada pilar ketersediaan (60,64).

Perlu adanya upaya peningkatan ketahanan pangan yang berfokus kepada ketersediaan pangan di wilayah Kalimantan Timur. Permasalahan ketersediaan pangan memiliki korelasi dengan ketersediaan stok beras yang semakin menurun setiap tahunnya akibat penurunan lahan produksi padi di Kalimantan Timur.

Luas lahan sawah dari tahun 2010 hingga 2020 mengalami penurunan sebesar 34,54% atau 38,126 hektar dari 110,379 hektar ke 72,253 hektar (Ir. Suyadi, 2021).  Status produksi padi sebagai bahan pangan pokok di Kalimantan Timur belum mencapai swasembada, dengan defisit hingga >60%.

Hal tersebut menjadi bukti bahwa ketersediaan pangan belum sepenuhnya merata di Kalimantan Timur, yang menyebabkan ketahanan pangan dan swasembada pangan belum tercapai.

Alih fungsi lahan yang masif untuk kebutuhan bangunan seperti perumahan, infrastruktur, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu alasan terjadinya penurunan lahan produksi padi. Alih fungsi lahan menjadi pertambangan menjadi yang paling banyak di antaranya yang lainnya.

Sementara dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Undang-Undang Mineral dan Batubara terdapat larangan untuk melakukan penambangan di kawasan pertanian. Pengalihfungsian lahan menjadi pertambangan karena komoditas pertanian yang diusahakan petani kurang memiliki produktivitas dan daya jual yang tinggi.

Disisi lain, aspek alamiah, aspek sosial-kultural, dan aspek kebijakan juga mempengaruhi produktivitas padi dalam upaya peningkatan ketahanan pangan di Provinsi Kalimantan Timur. Aspek alamiah berperan cukup penting dalam penyusutan luasan sawah di Kalimatan Timur. 

Cuaca yang semakin tidak dapat diprediksi akibat perubahan iklim dan ketersediaan air yang semakin menipis membawa kekhawatiran para petani untuk memproduksi padi.

Perubahan pola konsumsi pada masyarakat juga berdampak terhadap ketersediaan pangan di suatu wilayah. Ditambah, harga pangan yang cenderung tidak berpola membuat daya beli masyarakat menurun.

Aspek yang paling penting sebenarnya berada pada aspek kebijakan. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki fungsi sebagai regulator dan fasilitator bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan.

Keberhasilan kebijakan terkait ketahanan pangan berdampak pada penurunan jumlah penduduk miskin, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kualitas SDM, serta menjaga kelestarian lingkungan agroekosistem tanaman pangan.

Namun, untuk menciptakan hal tersebut diperlukan dukungan kebijakan yang kuat dan konsisten, terutama pada penguatan pilar ketersediaan.

Peningkatan produksi pangan domestik menjadi salah satu cara untuk mengantisipasi penurunan ketersediaan produksi pangan secara nasional maupun global, akibat perubahan iklim serta menurunnya luas dan produktivitas lahan.

Alternatif kebijakan yang cukup efektif untuk diterapkan di Kalimantan Timur yaitu dengan mulai melakukan budidaya padi apung dengan memanfaatkan danau dan lahan gambut.

Langkah Mewujudkan Ketahanan Pangan

Sistem Pertanian Apung

A farmer standing in an inundated field checks on vegetables growing on seed beds in Dhaka, Bangladesh on September 26, 2021. Photo: AFP 
A farmer standing in an inundated field checks on vegetables growing on seed beds in Dhaka, Bangladesh on September 26, 2021. Photo: AFP 

Floating agriculture atau Pertanian Apung merupakan metode pertanian yang memanfaatkan wilayah perairan untuk menanam tanaman. Pertanian apung pada dasarnya sama dengan metode hidroponik, selain tempatnya berada di wilayah perairan media tanamnya pun tidak selalu menggunakan tanah.

Pertanian apung menggunakan media tanam yang cukup beragam tergantung tanaman dan metode yang diterapkan. Pertanian tradisional masih menggunakan media tanam yang sederhana dengan menggunakan lapisan tanah atau lumpur di atas rakit yang terbuat dari limbah pertanian seperti jerami atau eceng gondok.

 Nutrisi yang didapat berasal dari tanah yang dicampur dengan kompos atau bahan organik. Sementara itu, pertanian modern menggunakan metode akuaponik dengan menggabungkan akuakultur (budidaya ikan) dengan hidroponik.

Limbah ikan menjadi pengganti tanah sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman, yang kemudian  menyaring dan membersihkan air sebelum dikembalikan ke kolam ikan.

Metode pertanian apung sering dikaitkan dengan pertanian padi karena sifatnya yang cocok dengan lingkungan yang basah dan tergenang. Di beberapa kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara, metode pertanian apung untuk padi telah digunakan selama berabad-abad.

Metode ini memberikan hasil yang baik kepada para petani dan memberikan ketahanan pangan khususnya di daerah yang rawan banjir. Lahan pertanian padi yang semakin menipis tergerus oleh pembangunan yang semakin masif menjadikan metode pertanian apung alternatif yang paling tepat untuk mengatasi hal tersebut.

Kawasan seperti lahan gambut, rawa-rawa, kolam ikan, sungai, hingga danau merupakan area yang paling cocok untuk penerapan metode pertanian apung.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Apung

Kelebihan

  • Tidak membutuhkan saluran irigasi atau penyiraman air
  • Tidak perlu membutuhkan traktor untuk membajak lahan
  • Tidak membutuhkan pupuk berbahan dasar kimia dan pestisida organik
  • Mengurangi limbah jerami dan sambut kelapa
  • Memanfaatkan lahan yang terbengkalai yang tidak produktif
  • Terhindar dari ancaman kekeringan saat musim kemarau.
  • Mengeluarkan emisi gas metana yang lebih rendah

Kekurangan

  • Pembuatan media tanam yang cukup menguras biaya pada awal tanam
  • Belum tersedianya fasilitas pemasaran untuk beberapa tanaman organik hasil budidaya
  • Petani masih beranggapan budidaya padi apung mahal

Budidaya Padi Apung

Source: www.alamy.com
Source: www.alamy.com

Teknik budidaya padi apung pertama kali dikembangkan di Indonesia oleh Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) dan Center for Climate Risk and Oportunities Management (CCROM) untuk mengatasi permasalah banjir di kawasan pertanian (M. Khais Prayoga, 2020).

Namun, seiring berjalannya waktu teknik ini sudah mulai banyak digunakan di beberapa wilayah yang tidak rawan banjir karena lebih ramah lingkungan, lebih murah, dan padi yang dihasilkan lebih banyak.

Budidaya padi apung sudah mulai banyak dikembangkan di Indonesia dengan menggunakan rakit sebagai media tanamnya. Rakit yang digunakan berasal dari limbah jerami dan sabut kelapa yang dicampur kompos organik dan ditutup dengan jaring.Rakit sebagai media tanam dapat digunakan hingga 6 kali musim tanam.

Dalam budidaya padi apung agar hasil yang diperoleh lebih maksimal menggunakan metode SRI (System Rice Intensification), yaitu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan memnfaatkan sumber daya dan mengelola sumber daya alam secara terpadu (Berkelaar, 2001).

Proses penanaman padi apung tidak jauh berberda dengan proses penanaman padi pada umumnya. Benih padi baru dapat dipindahkan ke media tanam (rakit) setelah 10 hari melakukan penyemaian dan mulai pemberian pupuk pada bibit padi.

Proses pemupukan dilakukan sebanyak 10 kali dengan jarak waktu satu minggu. Pupuk yang dipakai berupa PPC (Pupuk Pelengkap Cair) dan MOL (Micro Organism Local) agar tidak membebani rakit layaknya pupuk kompos.

Sistem padi apung jika dikombinasikan dengan beberapa inovasi akan sangat menguntungkan dibandingkan dengan sistem penanaman padi pada umumnya. Sistem padi biasa memiliki biaya produksi yang mahal, tetapi pendapatan yang kecil.

Sementara sistem padi apung, dapat dikombinasikan dengan budidaya ikan, serta dapat melakukan diversifikasi tanaman padi di media tanam yang sama.

Meskipun demikian, para petani masih ragu untuk menerapkan sistem padi apung karena biaya awal yang cukup mahal dan pengetahuan petani yang masih minim terkait sistem padi apung.

Cocok untuk Diterapkan di IKN

Budidaya padi apung sangat cocok diterapkan pada wilayah yang hanya memiliki sedikit lahan kosong. Kawasan IKN sangat cocok untuk pengembangan budidaya padi apung. Karena nantinya IKN akan dibangun banyak infrastruktur yang membuat lahan kosong di sana semakin sedikit.

Media tanam yang digunakan dapat berupa danau, sungai, serta media air lainnya.

Belum lagi, budidaya padi apung lebih ramah lingkungan daripada penanaman padi konvensional. Hal ini selaras dengan tujuan IKN untuk menerapkan energi hijau yang ramah lingkungan.

Melalui pengembangan budidaya padi apung ini, diharapkan mampu mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Kalimantan timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun