Pertanian apung menggunakan media tanam yang cukup beragam tergantung tanaman dan metode yang diterapkan. Pertanian tradisional masih menggunakan media tanam yang sederhana dengan menggunakan lapisan tanah atau lumpur di atas rakit yang terbuat dari limbah pertanian seperti jerami atau eceng gondok.
 Nutrisi yang didapat berasal dari tanah yang dicampur dengan kompos atau bahan organik. Sementara itu, pertanian modern menggunakan metode akuaponik dengan menggabungkan akuakultur (budidaya ikan) dengan hidroponik.
Limbah ikan menjadi pengganti tanah sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman, yang kemudian  menyaring dan membersihkan air sebelum dikembalikan ke kolam ikan.
Metode pertanian apung sering dikaitkan dengan pertanian padi karena sifatnya yang cocok dengan lingkungan yang basah dan tergenang. Di beberapa kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara, metode pertanian apung untuk padi telah digunakan selama berabad-abad.
Metode ini memberikan hasil yang baik kepada para petani dan memberikan ketahanan pangan khususnya di daerah yang rawan banjir. Lahan pertanian padi yang semakin menipis tergerus oleh pembangunan yang semakin masif menjadikan metode pertanian apung alternatif yang paling tepat untuk mengatasi hal tersebut.
Kawasan seperti lahan gambut, rawa-rawa, kolam ikan, sungai, hingga danau merupakan area yang paling cocok untuk penerapan metode pertanian apung.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Apung
Kelebihan
- Tidak membutuhkan saluran irigasi atau penyiraman air
- Tidak perlu membutuhkan traktor untuk membajak lahan
- Tidak membutuhkan pupuk berbahan dasar kimia dan pestisida organik
- Mengurangi limbah jerami dan sambut kelapa
- Memanfaatkan lahan yang terbengkalai yang tidak produktif
- Terhindar dari ancaman kekeringan saat musim kemarau.
- Mengeluarkan emisi gas metana yang lebih rendah
Kekurangan
- Pembuatan media tanam yang cukup menguras biaya pada awal tanam
- Belum tersedianya fasilitas pemasaran untuk beberapa tanaman organik hasil budidaya
- Petani masih beranggapan budidaya padi apung mahal
Budidaya Padi Apung
Teknik budidaya padi apung pertama kali dikembangkan di Indonesia oleh Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) dan Center for Climate Risk and Oportunities Management (CCROM) untuk mengatasi permasalah banjir di kawasan pertanian (M. Khais Prayoga, 2020).
Namun, seiring berjalannya waktu teknik ini sudah mulai banyak digunakan di beberapa wilayah yang tidak rawan banjir karena lebih ramah lingkungan, lebih murah, dan padi yang dihasilkan lebih banyak.