Hal tersebut bisa disebabkan karena hal kecil tersebut dianggap sepele dan hal rumit dianggap menyeramkan dan menakutkan. Padahal sekecil apapun masalah, bisa menjadi persoalan yang lebih rumit jika didiamkan, dan perkara yang rumit jangan dianggap menakutkan jika segera diambil solusi atas masalahnya.
Begitu ada hal yang sebenarnya banyak terjadi di sekolah, yang ternyata pihak sekolah menganggap "ah ini masalah biasa terjadi pada anak-anak pasti baikan lagi." Atau mengatakan "ya namanya anak-anak kalau nakal ya biasa to!"
Nah, dari sinilah persoalan yang sebenarnya bisa menjadi preseden buruk bagi tumbuh kembang anak ternyata dianggap sebagai hal yang biasa saja atau bahwa disebut sebagai kebiasaan umum.
Tidak salah jika anak-anak memang belum cukup memiliki kemampuan untuk berpikir antara baik dan buruk, salah benar, jahat baik. Tapi peran orang dewasalah yang semestinya meluruskan pemahaman anak-anak ini. Dan jangan pernah berpikir semua itu gak masalah bagi anak-anak. Bisa fatal akibatnya.
Apa yang penulis sampaikan adalah ketika terjadi perundungan terhadap anak-anak kita di sekolah. Ada yang memukul dengan buku, mencoret-coret buku teman, bahkan ada yang merusak sampul temannya dan mungkin gurunya mengatakan "nggak apa-apa masih anak-anak." Atau orang tua mempunyai argumentasi bahwa "wajar anak-anak belum punya pikiran." Saya kira ini kurang tepat.
Padahal semestinya persoalan yang dianggap kecil ini segera ditangani atau diberikan layanan khusus bimbingan prilaku dari guru kelasnya. Bukan justru membiarkan semakin parah dan tak terkendali.
Memberikan situasi yang menyenangkan di dalam kelas yang memungkinkan semua siswa belajar dengan gembira dan merasa selalu mendapatkan perhatian guru. Menempatkan siswa sebagai sumber inspirasi bagi siswa lainnya, seperti apakah memukul teman itu baik? Bagaimana kalau dipukul balik? Sakit gak?
Berikan pertanyaan pemantik seperti "Ini siapa? Temanmu bukan? Jika ini temanmu kenapa disakiti? Bukankah temanmu harus kamu sayangi?" Atau sederet pertanyaan yang memancing pengetahuan siswa akan sesuatu hal terkait teman-temannya.
Para siswa dalam kelas akan mengutarakan pendapatnya secara terbuka tanpa rasa takut, tidak ada stempel siswa pintar dan bodoh, siswa anak pejabat atau anak petani, dan tidak ada satu pun stempel pembeda dari setiap anak. Semua anak berhak mengutarakan pendapatnya secara terbuka.Â
Bahkan siapa yang paling tepat mengutarakan pendapatnya perlu juga mendapatkan bintang atau hadiah sekedarnya dan perlu juga semua yang mampu mengutarakan pendapatnya mendapatkan apresiasi dari guru dan teman-temannya.