"Benar apa kata orang ini?" Tanya wanita cantik di hadapannya. Jono tak bereaksi.
"Apa benar kalau Kakak punya istri di Indonesia? Kalau benar, berarti Kakak berbohong? Kakak bilang gak punya istri?"Â
Sekali lagi wanita itu bertanya pada Jono. Dan lagi-lagi wanita itu bisa dibohonginya.Â
"Nggak, Dik." Dia laki-laki pembohong. Dia ingin merusak hubungan kita." Jono mengelak.
Tak sabar, akupun menunjukkan foto keluarga Jono. Wajah yang awalnya seperti tak berdosa itu kini layu, pucat seperti kehilangan darah.Â
"Ooo jadi Kakak sudah berbohong. Kakak menipuku? Aku nggak menyangka Kakak sungguh tega mengaku duda sedangkan di Indonesia masih memiliki keluarga. Terbuat dari apa hati Kakak?" Jono masih membisu. Ia tak lagi mampu menyimpan rasa bersalahnya.
"Kalau Kakak sudah berbohong, lebih baik aku pergi. Pulanglah ke Indonesia dan temui istrimu. Â Â Aku tak sudi melanjutkan hubungan ini. Aku tak tega ada hati yang tersakiti dan anak-anak yang terlantar karena ulah ayahnya yang tidak bertanggung jawab."
Wanita itu kembali melanjutkan ocehannya yang seakan-akan telah tersadar bahwa selama ini sudah ditipu lelakinya.
Setelah itu, aku beranjak pergi dan kembali ke Indonesia. Aku temui lagi istri Jono. Sedangkan Jono masih tetap di Malaysia.Â
Aku tak peduli apakah dia kembali atau tetap berada di negeri Jiran itu. Yang penting niatku untuk membantu istrinya sudah aku lakukan.Â
Tak kusangka, istri Jono justru berniat menghubungi Jono lewat PJTKI. Ia hanya ingin suaminya pulang meskipun tanpa  uang sepeserpun.Â