Jika tidak adanya keselarasan antara aspirasi-aspirasi warga masyarakat dengan cara-cara legal yang ada, maka akan melahirkan perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang merupakan gerakan radikal dalam membela Tuhan dan agama yang semakin marak akhir-akhir ini, sebenarnya merupakan aktivitas yang terus berulang dalam sejarah manusia.Â
Sejak manusia mengenal agama, kebenaran agamis dan iman akan Tuhan menjadi bahan bakar bagi aneka gerakan ini. Sehingga orang dapat menilai hal ini dalam dua perspektif, yakni secara positif dan negatif. Secara positif, manusia dengan gairah ini hendak mengukuhkan adanya otoritas Illahi yang telah diyakininya.
 Akan tetapi, secara negatif, orang dapat menemukan aneka semangat semacam ini kadang kala berbenturan keras dengan aliran lain, yang kerap kali memunculkan rasa fanatisme, apologisme, bahkan terorisme yang paling keras sekalipun.
Tak dapat dipungkiri bahwa, pencarian otentisitas keagamaan yang sangat bersemangat pada gilirannya ternyata cenderung berujung pada meningkatnya perjumpaan secara keras dengan pihak lain.Â
Endang Turmudi mengatakan bahwa secara sosiologis, setidaknya ada tiga gejala yang dapat ditengarai dari paham radikalisme, yaitu: pertama, merupakan respons penolakan terhadap gagasan-gagasan dan kondisi sosial-politik-ekonomi yang dianggap sangat bertentangan dengan keyakinannya.Â
Kedua, penolakan ini berlanjut kepada pemaksaan kehendak aparatur pemerintahan untuk mengubah keadaan secara radikal ke arah tatanan lain yang sesuai dengan cara pandang dan ciri berpikir yang berafiliasi kepada nilai-nilai tertentu, misalnya agama maupun ideologi lainnya.Â
Ketiga, ada klaim kebenaran dan ideologi yang diyakininya sebagai sesuatu yang lebih unggul daripada yang lain. Pada gilirannya, sikap truth claim ini memuncak pada sikap penafian dan penegasian sistem lain. Untuk mendorong upaya ini, ada pelibatan massa yang dilabelisasi atas nama rakyat atau umat yang diekspresikan secara emosional-agresif. Situasi seperti ini selalu ada keterlibatan mahasiswa pada umumnya.Â
Haedar Nashir dalam disertasinya yang berjudul : Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (2007) mengatakan bahwa ada beberapa kelompok di Indonesia yang selalu getol melakukan perubahan secara radikal ketika menginstrumentalisasi keyakinannya.Â
Pertama, kelompok yang tampil dengan ciri legal-formal yang menuntut perubahan sistem hukum yang sesuai tata aturan dan tuntutan hukum agama.Â
Kedua, kelompok yang tampil dengan ciri doktriner dengan cara memahami dan mempraktekkan agama serba mutlak dan kaku.Â
Ketiga, kelompok yang tampil dengan ciri militan yang berhaluan keras, bahkan tak segan melakukan penolakan frontal terhadap Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan bersikukuh ingin menjadikan syariah sebagai penggantinya.