AS dan Jepang bertaruh pada teknologi tenaga surya Perovskite/Peroskit dalam upaya menumbangkan industri fotovoltaik Tiongkok, namun secara tak terduga dihentikan oleh Tiongkok terlebih dahulu.
Peroskit atau Perovskite dalam bahasa Inggris, dinamai demikian pada tahun 1839 untuk menghormati mantan ahli mineralogi Soviet L.A. Perovski.
Perovskit adalah mineral oksida perovskit dengan rumus kimia CaTiO3. Namanya juga berlaku untuk golongan senyawa dengan jenis struktur kristal yang sama dengan CaTiO3, Â yang dikenal sebagai struktur perovskit. Banyak kation berbeda yang dapat tertanam dalam struktur ini, memungkinkan pengembangan berbagai bahan teknik. (zh.wikipedia.org)
Mineral ini ditemukan di Pegunungan Ural Rusia pada tahun 1839 oleh Gustav Ross dan dinamai menurut ahli mineralogi Rusia Lev Perovsky (1792--1856). Struktur kristal perovskit yang luar biasa pertama kali dijelaskan oleh Victor Goldschmidt pada tahun 1926 dalam karyanya tentang faktor toleransi. Struktur kristal kemudian diterbitkan oleh Helen Meco pada tahun 1945 berdasarkan data difraksi sinar-X barium titanat.
Sel surya perovskit (PSC/ perovskite solar cell) adalah jenis sel surya yang mencakup senyawa berstruktur perovskit, paling umum merupakan bahan berbasis timbal organik-anorganik hibrida atau bahan berbasis timah halida sebagai lapisan aktif pemanen cahaya. Bahan-bahan, seperti timbal halida metilammonium dan timbal halida cesium anorganik, murah untuk diproduksi dan mudah diproduksi.
Efisiensi sel surya pada perangkat skala laboratorium yang menggunakan bahan-bahan ini telah meningkat dari 3,8% pada tahun 2009 menjadi 25,7% pada tahun 2021 pada arsitektur sambungan tunggal dan pada sel tandem berbasis silikon, menjadi 29,8%, melebihi efisiensi maksimum yang dicapai dalam sel surya tunggal. Sel surya silikon persimpangan. Oleh karena itu, sel surya perovskit telah menjadi teknologi surya dengan kemajuan tercepat pada tahun 2016.
Dengan potensi mencapai efisiensi yang lebih tinggi dan biaya produksi yang sangat rendah, sel surya perovskit menjadi menarik secara komersial.
Masalah inti dan subjek penelitian mencakup stabilitas jangka pendek dan jangka panjang.
Pada bulan April 2023, AS, Jepang dan negara-negara lain (G7) mengeluarkan pernyataan bersama yang penting. Pernyataan yang jarang terjadi ini mencantumkan solar sel perovskit sebagai teknologi inovatif.
Seperti kita tahu bahwa di masa lalu (dalam G7), pernyataan seperti itu terutama terfokus pada arah umum. Misalnya, arah apa yang harus diambil oleh Kelompok Tujuh (G7)? Selama semua pihak mencapai konsensus sudah akan OK,OK saja, akan tidak membuang banyak waktu untuk teknologi tertentu.
Namun kali ini, secara aktif menenkankan tentang baterai voltaik perovskit, ini berarti bahwa baterai tersebut telah diangkat ke tingkat yang strategis. Faktanya, bukan hanya pertemuan ini saja. Pada awal tahun 2020, AS dan Jepang telah bertaruh besar pada baterai voltaik perovskit.
Dengan AS sebagai negara terdepan, atas nama pemerintah, mereka akan berinvestasi dua kali dalam penelitian dan pengembangan sel volta perovskit, sebesar US$ 76 juta, dan mereka juga menekankan bahwa AS harus menggunakan sel fotovoltaik (PV) generasi baru untuk meningkatkan daya saingnya.
Tak perlu diragukan lagi, daya saing ini ditujukan untuk perusahaan fotovoltaik Tiongkok. Di bawah bimbingan pemerintah AS, perusahaan fotovoltaik Amerika juga mulai mengerahkan upaya mereka. Raksasa fotovoltaik mereka First Solar mengakuisisi Evolar AB--pemimpin teknologi perovskit Eropa, seharga US$80 juta.
Sebenarnya, tidak hanya AS, Jepang, Jerman, Inggris, Finlandia dan negara-negara maju lainnya juga menerapkan teknologi ini, di antaranya media Jepang langsung menerbitkan artikel yang menyatakan bahwa mereka perlu menggunakan sel voltaik perovskit untuk bangkit  kembali, tidak ada keraguan bahwa "Perang teknologi fotovoltaik" telah dimulai lagi.
Perusahaan-perusahaan seperti AS, Jepang, dan Eropa bertaruh pada perovskit untuk mengepung dan menekan Tiongkok, mencoba menyalip Tiongkok, berniat mematahkan keunggulan Tiongkok dalam seluruh rantai industri di industri fotovoltaik.
Dalam tulisan ini kita coba membahas tentang apa itu sel fotovoltaik perovskit? Dapatkah perusahaan AS, Jepang dan Eropa benar-benar memanfaatkannya untuk menyalip perusahaan Tiongkok?
Perovskite sebenarnya adalah istilah umum untuk suatu jenis mineral seperti yang telah disebutkan di atas. Pada tahun 2009, dua ilmuwan Jepang secara tidak sengaja menemukan bahwa perovskit sangat fotoreaktif dan dapat digunakan sebagai bahan pembangkit listrik fotovoltaik saat meneliti bahan baru untuk sel surya.
Kiranya seberapa bagusnya?
Menurut perhitungan para ilmuwan, efisiensi konversi fotolistrik teoretis dari sel voltaik perovskit satu lapis dapat mencapai 33%. Jika dalam keadaan bertumpuk, nilai batasnya bisa mencapai 45%.
Perlu diketahui bahwa efisiensi konversi batas teoritis sel fotovoltaik silikon kristalin mainstream saat ini adalah 29,43%.
Kesenjangan antara keduanya sangat jelas. Banyak orang mungkin tidak mengetahuinya bahwa celah ini terdapat banyak sel fotovoltaik yang penting. Alasan mengapa dapat menghasilkan listrik adalah karena beberapa bahan fotosensitif akan menyerap energi sinar matahari untuk menghasilkan arus listrik ketika terkena sinar matahari.
Efek ini disebut juga efek fotovoltaik, dari situlah nama fotovoltaik berasal. Salah satu indikator terpenting untuk mengukur kinerja sel fotovoltaik adalah efisiensi konversi fotolistrik. Namun, sangat sulit untuk meningkatkan efisiensi konversi fotolistrik. Dalam kristal silikon, kemampuan manusia dalam menggunakan fotovoltaik hampir mencapai batasnya.
Pada tahun 2017, Jepang pernah mencatat rekor efisiensi konversi silikon kristal tunggal sebesar 26,7%, yang menyebabkan guncangan di seluruh industri fotovoltaik. Rekor ini bertahan selama lima tahun penuh sebelum dipecahkan lagi oleh LONGi Tiongkok (LONGi Green Energy Technology Co., Ltd.).
Perlu diketahui apa itu efisiensi konversi Tiongkok?
Jawabannya mungkin mengejutkan semua orang. Efisiensi konversi baterai yang dikeluarkan oleh LONGi hanya 26,81%, hanya sekitar 0,1% lebih tinggi dari Jepang.
Dalam konsep orang awam seperti kita, penelitian selama lima tahun hanya meningkat sebesar 0,1%, yaitu memalukan untuk dikatakan. Namun di dalam industri, hal ini merupakan berita yang seistemik. Tidak hanya telah disertifikasi secara khusus oleh lembaga penelitian Jerman, tetapi sebuah laporan dikeluarkan untuk membuktikan oleh Martin Green, bapak energi surya dunia, juga merilis video untuk mengumumkan kabar baik tersebut.
Administrasi Energi Nasional Tiongkok juga menulis sebuah artikel untuk LONGi, yang memuji pencapaian mereka, dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan kecil dalam efisiensi konversi sel fotovoltaik akan menyebabkan kejutan besar di industri.
Sel perovskit dapat dengan mudah memecahkan rekor ini, dan bahkan ada harapan untuk meningkatkannya ke tingkat yang tidak dapat dicapai oleh material lain yang ada saat ini. Oleh karena itu, sel perovskit juga dianggap sebagai material fotovoltaik baru yang revolusioner.
Selain itu, sel fotovoltaik perovskit memiliki keunggulan lain yaitu dapat menghemat banyak biaya. Karena efisiensi konversi fotolistrik yang lebih tinggi, sel perovskit memiliki persyaratan konsentrasi material yang sangat rendah, selama kemurnian perovskit yang digunakan adalah 95%.Â
Dimungkinkan untuk menghasilkan sel fotovoltaik dengan efisiensi konversi fotolistrik lebih dari 20%, dan beberapa bahan sel silikon kristal memerlukan kemurnian lebih dari 99,999% untuk mencapai efek yang sama.
Semakin tinggi kemurniannyayang hendak dibuat, semakin tinggi persyaratan teknologi dan peralatan, dan investasi yang sesuai akan menjadi lebih besar.
Menurut statistik, investasi pada sel perovskit hanya setengah dari sel silikon kristal, yang berarti perovskit tidak hanya memiliki kinerja yang lebih baik, tetapi juga memiliki manfaat yang lebih baik.
Ilmuwan Jepang telah dengan giat meneliti bahan ini sejak mereka menemukan perannya. Mereka menerapkan bahan perovskit pada sel surya yang peka terhadap pewarna dan memperoleh sel perovskit pertama di dunia. Tentu saja efisiensi konversi fotolistriknya saat itu hanya 3,8%, tidak sebaik kristal silikon.
Jadi mereka telah melakukan penelitian eksperimental selama lebih dari sepuluh tahun, berharap dapat menggunakan sel perovskit untuk menyalip teknologi negara lain di tikungan.Â
Hasil percobaan telah memenuhi harapan. Efisiensi pembangkitan listrik sel perovskit semakin tinggi, mencapai maksimum 33,5% , jauh melebihi sel fotovoltaik kristal silikon, tetapi apa yang tidak disangka Jepang adalah bahwa sel fotovoltaik perovskit yang pertama kali mereka temukan diambil alih oleh negara lain. Khususnya, Tiongkok telah berkali-kali melampaui efisiensi konversi fotolistrik Jepang.
Pada awal tahun 2023, tingkat konversi sel perovskit yang dikembangkan Jepang mencapai 29%, meningkat lebih dari 3%, kembali memecahkan rekor LONGi. Ini adalah awal dari media Jepang yang mengatakan bahwa mereka akan menyalip kurva fotovoltaik Tiongkok.
Namun tidak berselang lama rekor ini dipecahkan lagi oleh LONGi Tiongkok, yang meningkatkan efisiensi konversi sel perovskit menjadi 33,5%. Pada saat itu, media Jepang sangat tidak senang, tetapi mereka juga tidak berdaya.
Mereka menerbitkan sebuah artikel yang mengecam perusahaan-perusahaan Jepang karena kelambanan mereka. Judul artikelnya adalah: Jepang menciptakan teknologi dan Tiongkok memimpin dalam produksi massal.Â
Jika sempat membaca keseluruhan artikel, mereka menggunakan kata-kata kecut yang umumnya kuat untuk menggambarkan media Jepang. Faktanya, kemarahan media Jepang memang  bisa dimaklumi
Seperti yang telah disebutkan di atas, Jepang telah berkali-kali memecahkan rekor Tiongkok, namun selalu disusul oleh Tiongkok lagi. Faktanya, bukan hanya yang disebutkan di atas.Â
Sepanjang sejarah fotovoltaik, Tiongkok sendiri telah mengalahkan seluruh perusahaan fotovoltaik AS, Jepang, Eropa dan negara-negara lain, berulang kali menyalip mereka dalam banyak perubahan.
Bahan Utama Sel Fotovoltaik Saat Ini
Saat ini, bahan utama sel fotovoltaik meliputi silikon monokristalin, silikon polikristalin, dan perovskit. Â Diantaranya, sel silikon monokristalin dan sel silikon polikristalin juga secara kolektif disebut sel silikon kristalin, yaitu sel fotovoltaik berbentuk pelat yang umum kita gunakan.Â
Sel silikon kristal dan Sel perovskit umumnya memiliki lapisan tipis yang lebih fleksibel dan dapat menutupi berbagai permukaan benda. Bahan-bahan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Biaya produksi sel silikon polikristalin rendah, tetapi efisiensi konversi fotolistrik juga rendah. Sel perovskit, yang memiliki efisiensi konversi fotolistrik tertinggi, adalah yang paling sulit untuk diproduksi.Â
Dalam beberapa dekade pengembangan fotovoltaik, bahan-bahan ini muncul satu demi satu yang lain., masing-masing menjadi pemain top selama periode waktu tertentu.
Pada tahun 2020, Laboratorium Nasional AS meninjau sejarah efisiensi pembangkit listrik sel fotovoltaik selama beberapa dekade terakhir dan menemukan bahwa evolusi efisiensi pembangkit listrik teknologi sel fotovoltaik adalah dari silikon amorf film tipis menjadi silikon polikristalin menjadi silikon monokristalin, dan terakhir ada serangkaian teknologi baru yang diwakili oleh perovskit.
Namun apa yang tidak dikatakan oleh Laboratorium Nasional AS adalah bahwa kesamaan yang dimiliki bahan-bahan fotovoltaik ini adalah bahwa tidak disebutkan siapa yang pertama kali menciptakannya dan siapa yang memimpin di tengah-tengahnya, Tiongkok-lah yang pada akhirnya menguasai volume produksi dan teknologi tertinggi.
Jadi bagaimana Tiongkok melakukannya?
Mari kita bicarakan tentang generasi pertama sel silikon amorf film tipis yang mendominasi bidang fotovoltaik. Sel silikon amorf film tipis lahir pada tahun 1970an.Â
Dua krisis minyak pada tahun 1973 dan 1979 menjerumuskan dunia Barat ke dalam stagflasi, semua negara sedang mencari teknologi energi baru yang dapat menggantikan minyak, teknologi fotovoltaik telah berkembang pesat.
Pada tahun 1976, Radio Corporation of America menemukan baterai film tipis silikon amorf pertama di dunia, dan meningkatkan tingkat konversi fotolistriknya menjadi 5,5% pada tahun berikutnya.
Fitur terbesar dari baterai film tipis silikon amorf adalah baterai tersebut hanya membutuhkan lapisan yang sangat tipis untuk menghasilkan listrik.
Dengan cara ini, baterai dapat dibuat sangat tipis dan lembut, serta dapat diaplikasikan pada permukaan berbagai peralatan dan bangunan.
Justru karena karakteristik inilah meskipun baterai silikon amorf lahir di AS, tapi negara yang paling banyak berinvestasi dalam teknologi baterai silikon amorf adalah Jepang, yang tidak memiliki batu bara, minyak, tanah/lahan yang luas, dan jumlah penduduk yang besar, mereka sangat tertarik pada baterai silikon amorf yang hanya perlu menempati lahan yang sangat sedikit.
Jepang menginvestasikan banyak sumber daya di bidang sel silikon amorf, dan segera melampaui AS dan mulai memimpin pengembangan sel silikon amorf. Pada tahun 1978, Jepang memproduksi sel surya silikon amorf terintegrasi pertama, memulai proses aplikasi komersial sel silikon amorf.
Pada tahun 1980, Perusahaan Sanyo Jepang meluncurkan kalkulator saku pertama yang dilengkapi sel surya silikon amorf ke pasar.
Pada tahun 1993, Institut Penelitian Teknologi Industri Jepang menggabungkan berbagai rencana subsidi fotovoltaik asli ke dalam Rencana Sinar Matahari Baru (New Sunshine Plan) yang besar, mencantumkan teknologi sel fotovoltaik silikon amorf sebagai proyek pengembangan besar dan berencana untuk menginvestasikan sekitar 500 miliar yen subsidi untuk mendukungnya.
Sejak tahun 1996, kapasitas terpasang fotovoltaik Jepang tetap menjadi yang pertama di dunia, tapi hingga tahun 2004 dilampaui oleh Jerman.
Sejumlah perusahaan raksasa fotovoltaik juga bermunculan di Jepang. Pada tahun 2003, Sharp, Kyocera, Sanyo, dan Mitsubishi Jepang menyumbang 46,4% dari produksi sel fotovoltaik global. Namun, industri fotovoltaik Jepang segera jatuh ke dalam kebiasaan lama perusahaan Jepang yang selalu ingin memakan sendiri keseluruhannya.
Perusahaan fotovoltaik Jepang bersikeras untuk memproduksi sendiri segala sesuatu mulai dari bahan silikon hulu hingga komponen hilir. Mereka juga menghargai tingi beberapa teknologi yang dipatenkan dan memonopoli paten untuk membatasi pengembangan.
Pada awal tahun 1990, Sanyo mengembangkan sel HJT. Baterai ini mirip dengan kombinasi film tipis silikon amorf dan sel silikon kristal. Efisiensi konversi fotolistrik dapat dengan mudah mencapai lebih dari 25%, jauh melebihi sel silikon kristal.
Namun, Sanyo segera mengajukan paten. Selain itu, selama masa perlindungan paten, tidak mau bekerja sama dengan perusahaan lain dan menolak memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan penelitian dan produksi, sehingga mengakibatkan lambatnya kemajuan teknologi dan tingginya biaya.
Pada tahun 1990-an, mereka sempat melampaui sel silikon amorf dan menjadi arus utama di pasar.
Teknologi produksi silikon polikristalin sebenarnya muncul sangat awal. Pada tahun 1955, Siemens Jerman menemukan metode Siemens, sebuah metode produksi industri untuk bahan silikon polikristalin.Â
Namun, metode Siemens awal ini memiliki efisiensi produksi yang rendah, terdapat banyak zat beracun pada produk sampingannya, dan masalah lainnya. Skala produksinya sangat terbatas.
Hingga penemuan komputer pribadi pertama pada tahun 1973, industri semikonduktor di Eropa dan Amerika mulai berkembang pesat, dan permintaan polisilikon (polysilicon) terus meningkat. Negara-negara Barat melakukan serangkaian perbaikan besar pada metode Siemens, yang sangat mengurangi emisi polusi dan biaya produksi.
Alhasil, tujuh pabrikan besar seperti Hemlock di AS, Wacker di Jerman, dan Mitsubishi di Jepang memonopoli produksi polisilikon.
Karena keterbelakangan industri semikonduktor, produksi polisilikon Tiongkok hampir kosong hingga tahun 2007. Oleh karena itu, Industri fotovoltaik Tiongkok juga harus membayar banyak biaya kuliah.
Pada awal abad ke-21, seiring dengan semakin populernya konsep perlindungan lingkungan, Badan Energi Internasional memperkirakan bahwa skala pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik global akan meningkat puluhan ribu kali lipat dalam 20 tahun.
Siapa pun yang dapat menduduki posisi tertinggi di bidang fotovoltaik akan mengendalikan industri dan ekonomi masa depan.
Maka pada tahun 2004, Jerman merevisi Undang-Undang Energi Terbarukan dan meluncurkan rencana subsidi fotovoltaik berskala besar, yang menetapkan bahwa perusahaan yang menggunakan pembangkit listrik fotovoltaik akan menerima subsidi sebesar 40-50 sen euro untuk setiap kilowatt-jam(KWH) listrik yang dihasilkan.
Dengan demikian Jerman telah menjadi pasar fotovoltaik terbesar di dunia, menguasai lebih dari 80% pangsa global.
Permintaan fotovoltaik yang berkembang pesat di Eropa telah mendorong pesatnya perkembangan industri fotovoltaik dalam negeri Tiongkok, sehingga melahirkan sejumlah raksasa industri fotovoltaik seperti Baoding, Yingli dan Wuxi Suntech.Â
Namun, perusahaan fotovoltaik ini hanya beroperasi di rantai industri komponen dengan tingkat kesulitan teknis yang lebih rendah, dan hampir tidak terlibat dalam produksi polisilikon hulu.
Produsen bahan silikon polikristalin internasional mengambil kesempatan untuk menaikkan harga secara besar-besaran. Hanya dalam empat tahun, harga bahan silikon polikristalin meningkat lebih dari sepuluh kali lipat, yang merupakan pelajaran yang menyakitkan bagi Tiongkok dan konsumen lainnya.
Mulainya Industri Polisilikon Tiongkok
Pada tahun 2006, perusahaan dalam negeri Tiongkok mulai memperkenalkan teknologi produksi polisilikon dari luar negeri, dan produksi polisilikon dalam negeri mulai meningkat.
Pada tahun 2006 juga, GCL-Poly Tiongkok yang semula bergerak di bisnis pembangkit listrik mulai memasuki industri polisilikon, langkah ini harus dikatakan bahwa GCL-Poly sangat berani.
Setelah mendirikan lini/jalur produksi pertama pada tahun 2007, mereka mulai bereksperimen dengan berbagai proses baru di lini produksi.Â
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa peralatan produksi polisilikon pada saat itu adalah sapi perah, namun mereka berani melakukan eksperimen pada sapi perahnya sendiri.
Salah satu eksplorasi proses terpenting di Tiongkok adalah mencoba meningkatkan proses hidrogenasi termal menjadi proses hidrogenasi dingin.
Sederhananya, ini berarti mengubah reaktan dan menurunkan suhu yang diperlukan untuk reaksi dari suhu tinggi 1250C menjadi 500-600C, sehingga menghemat banyak energi.
Langkah ini merupakan keberanian untuk membakar segala sesuatu dipadukan dengan kecerdikan dari para peneliti.
Pada tahun 2009, GCL-Poly mengembangkan proses produksi hidrogenasi dingin dengan hak kekayaan intelektual independen. Perubahan dalam proses produksi ini sendiri secara langsung mengurangi biaya produksi polisilikon sebesar 70%.
Dengan demikian produksi polisilikon Tiongkok telah melampaui raksasa asing.
Dengan biaya produksi yang lebih rendah, kapasitas produksi polisilikon Tiongkok berkembang pesat. Pada tahun 2011, produksi polisilikon Tiongkok mencapai 83.000 ton, menduduki peringkat pertama di dunia.
Di bawah pengaruh produk fotovoltaik Tiongkok, yang terus melakukan iterasi dan pengurangan biaya, sejumlah besar perusahaan fotovoltaik di Eropa, AS, dan Jepang telah menyatakan bangkrut.
Misalnya, di Jepang, 251 perusahaan tenaga surya mantan raksasa fotovoltaik di Jepang menyatakan bangkrut dari tahun 2006 hingga 2017, dan jumlah kebangkrutan perusahaan tenaga surya mulai meningkat pada tahun 2014. Â Jumlah perusahaan yang bangkrut pada tahun itu mencapai 21. Â setahun peningkatan year-on-year sebesar 23,5%, terdapat 67 perusahaan, peningkatan year-on-year sebesar 71,4%, pada semester I tahun 2017, jumlah perusahaan bangkrut mencapai 50 perusahaan, peningkatan year-on-year sebesar 117,4%.
Pada tahun 2017, tidak ada satupun perusahaan Jepang yang pernah menguasai setengah dari industri fotovoltaik (PV) dunia yang dapat masuk dalam sepuluh besar produsen fotovoltaik di dunia.
Tiongkok Menuju Monopoli Industri PV
Selain mengejar ketinggalan di industri polisilikon. Tiongkok juga mengandalkan revolusi teknologi untuk meraih kemenangan telak atas negara-negara Barat di bidang silikon monokristalin, menjadikan industri fotovoltaik sebagai industri yang sepenuhnya dimonopoli oleh Tiongkok.
Sel fotovoltaik paling awal yang digunakan adalah sel silikon monokristalin. Pada tahun 1958, American Hoffman Electronics Company memproduksi panel surya silikon monokristalin dengan efisiensi konversi 9% dan luas 100 sentimeter persegi untuk satelit American Pioneer 1. Ini adalah sel surya pertama yang dikomersialkan dalam sejarah.
Namun sel silikon monokristalin sudah lama tidak dikembangkan karena memiliki masalah besar: biaya produksi yang terlalu tinggi, tidak seperti silikon polikristalin.Â
Bahan silikon monokristalin memerlukan produksi batang silikon satu per satu menggunakan metode Czochralski*, yang menghasilkan efisiensi produksi yang sangat rendah. Oleh karena itu, meskipun silikon monokristalin lahir paling awal dan memiliki teknologi paling matang, Â tapi tidak pernah mampu mendominasi pasar. .
*Metode Czochralski (Cz) adalah metode yang paling penting untuk produksi kristal tunggal massal dari berbagai bahan elektronik dan optik (gambar dibawah ini). Pada awal proses, bahan umpan dimasukkan ke dalam wadah berbentuk silinder dan dicairkan oleh resistansi atau pemanas frekuensi radio.
Bahkan setelah kebangkitan industri polisilikon Tiongkok, industri ini kehilangan sebagian besar pangsa pasarnya karena kerugian biaya.
Namun, kemunculan LONGi Green Energy pada tahun 2013 membawa perubahan revolusioner pada industri sel silikon monokristalin dan secara langsung mengubah pola industri fotovoltaik dunia.
LONGi Green Energy telah mengusulkan dua teknologi baru untuk industri silikon monokristalin. Salah satunya adalah proses pemotongan kawat berlian (diamond wire), dan yang lainnya adalah teknologi penarikan (sistem tarik) langsung monokristalin. Ketika silikon monokristalin pertama kali diproduksi, itu adalah batang silikon utuh, untuk membuat baterainya harus dipotong-potong.dulu
Proses tradisionalnya adalah dengan menggunakan kawat logam dan mortar berlian untuk memotong batang silikon. Diameter kawat logam yang digunakan dalam proses ini mencapai lebih dari 140m, ditambah lagi dengan diameter ampelas sehingga setidaknya setebal 180m terbuang untuk setiap potongan.
LONGi telah mengembangkan kawat pemotong berlian dalam negeri Tiongkok yang dapat langsung memotong batang silikon, mengurangi hilangnya bahan silikon selama pemotongan hingga kurang dari 90m, yang berarti hemat lebih dari setengahnya.
Dan teknologi silikon kristal tunggal tarikan langsung lainnya, Dengan mengoptimalkan struktur, meningkatkan kecepatan penarikan dan teknologi lainnya, konsumsi energi dan biaya produksi batang penarik kristal tunggal sangat berkurang.
Setelah mengadopsi teknologi penarikan langsung kristal tunggal, efisiensi produksi bahan silikon kristal tunggal meningkat lebih dari 20%, dan biaya produksi komprehensif berkurang 10%. .
Melalui dua inovasi teknologi revolusioner ini, LONGi Green Energy telah menjadi pemimpin dalam industri fotovoltaik Tiongkok, sehingga mendorong biaya produksi silikon monokristalin pada industri fotovoltaik Tiongkok terus menurun.
Karena sebelumnya biayanya terlalu tinggi, negara-negara Barat hampir tidak memiliki tata letak atau berkeinginan untuk memproduksi di bidang silikon monokristalin. Akibatnya tertinggal jauh dari Tiongkok dalam gelombang inovasi teknologi ini.
Pada tahun 2018, pangsa pasar sel silikon monokristalin untuk pertama kalinya melebihi itu. Pangsa sel silikon polikristalin terus meningkat, dan pada tahun 2022, pangsa pasar sel silikon monokristalin telah melampaui 90%.
Terlebih lagi, pangsa pasar ini pada dasarnya ditempati oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok. Setelah sel silikon polikristalin dikalahkan oleh sel silikon monokristalin dan sepenuhnya tertinggal dari Tiongkok, negara-negara Barat sedikit putus asa.
Berhubung biaya sebelumnya terlalu tinggi, negara-negara Barat hampir tidak memiliki tata letak dan berkeinginan memproduksi silikon monokristalin. Sehingga dalam gelombang revolusi teknologi baru ini, Tiongkok telah jauh meninggal mereka dalam industri silikon monokristalin.
Namun pangsa pasar sel silikon monokristalin pada tahun 2022 telah melampaui 90%, dan pangsa pasar tersebut pada dasarnya ditempati oleh perusahaan Tiongkok.
Setelah sel silikon polikristalin melampaui sel silikon monokristalin dan sepenuhnya tertinggal oleh Tiongkok, negara-negara Barat sedikit putus asa. Baik itu bahan silikon hulu, wafer silikon tengah, atau komponen hilir, perusahaan Tiongkok menguasai pangsa pasar 90%.
Namun, industri fotovoltaik terkait dengan hak untuk berbicara tentang perlindungan lingkungan dan pengembangan energi masa depan. Negara-negara Barat tidak dapat menerimanya dan menyerah begitu saja.Â
Mereka telah mulai menginvestasikan banyak uang untuk meneliti bahan fotovoltaik yang dapat menggantikan bahan sel silikon kristalin arus utama, berharap melalui perubahan material yang mendasarinya, menumbangkan lanskap fotovoltaik saat ini.
Pada tahun 2009, ilmuwan Jepang Riki Miyasaka ( sedang mempelajari bahan optik baru dan menemukan bahwa menambahkan sedikit perovskit ke bahan tersebut dapat meningkatkan efisiensi konversi fotolistrik bahan tersebut. Hasilnya, mereka menemukan sel perovskit pertama di dunia dengan efisiensi konversi fotolistrik. sebesar 3,8%.
Meskipun tidak terlalu efisien pada saat lahir (baru ditemukan), para ilmuwan segera menyadari bahwa sel perovskit memiliki potensi yang besar.
Pada tahun 2013, Majalah Sains Amerika menilai perovskit sebagai salah satu dari sepuluh terobosan ilmiah terbaik tahun itu dan menyebutnya sebagai bahan sel surya generasi baru, karena percaya bahwa bahan tersebut akan mengubah pola industri fotovoltaik dunia.
Pada tahun yang sama, Profesor Park Nam-kyu dari Korea Selatan, Profesor Gretzel dari Swiss, dan Profesor Snaith dari Inggris mengganti elektrolit cair baterai perovskit generasi pertama dengan elektrolit padat, sehingga memecahkan masalah elektrolit titik cair yang tidak stabil dan kendala dalam pengemasan. Dan efisiensi konversi telah ditingkatkan menjadi 9,7%.
Potensi yang ditunjukkan oleh baterai perovskit telah menarik perhatian dunia. Laboratorium dan ilmuwan terkemuka dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Eropa, dan AS telah bergabung dalam pertarungan penelitian mengenai baterai perovskit.
Siapa pun yang dapat mencapai efisiensi konversi fotolistrik tertinggi akan menjadi fokus perhatian dunia.
Pada tahun 2013, ilmuwan Inggris Henry Snaith menggunakan proses peralatan baru berhasil mendapatkan baterai film tipis perovskit dengan efisiensi 15,4%.
Pada tahun 2016, Institut Teknologi Federal Swiss di Lausanne menggunakan proses pelapisan dan proses vakum sederhana untuk menyiapkan sel surya perovskit seukuran kartu SD. Efisiensi konversi unit melebihi 20%.
Pada tahun 2017, ilmuwan Korea Selatan terus meningkatkan bahan penyerap cahaya dalam sel perovskit, meningkatkan efisiensi konversi fotolistrik menjadi 22,1%.
Eropa, AS, Jepang, dan Korea Selatan saling berkejaran dalam penelitian perovskit.
Melihat efisiensi konversi sel perovskit mendekati batas sel silikon monokristalin, nampaknya awal industri fotovoltaik untuk menyalip Tiongkok sudah dekat.
Sayangnya, Tiongkok tidak lagi berpuas diri. Seiring dengan pertumbuhan industri fotovoltaik Tiongkok, Tiongkok semakin memperhatikan pentingnya metode penekanan, dan tidak segan-segan mengeluarkan investasi besar-besaran, sehingga penemuan baru terus muncul satu demi satu.
Pada bulan Januari 2022, baterai bertumpuk semua dari perovskit yang dikembangkan oleh tim Profesor Tan Hairen dari Universitas Nanjing telah disertifikasi oleh otoritas internasional dengan efisiensi konversi sebesar 26,4%, melampaui efisiensi tertinggi sel perovskit sambungan tunggal dan sel silikon kristal untuk baterai tersebut untuk pertama kali.
Pada bulan Juni 2023, LONGi Green Energy secara resmi mengumumkan bahwa LONGi Green Energy telah mencapai efisiensi konversi sebesar 33,5% untuk sel tumpuk silikon perovskit kristalin melalui sertifikasi resmi dari European Solar Energy Testing Institute dan ESTI, sehingga mencetak rekor dunia baru.
Selain itu, sel perovskit masih belum mencapai batas efisiensi teoretisnya. Para ilmuwan dari berbagai negara bersaing untuk mendapatkan pencapaian tertinggi di bidang ini.
Namun, di luar laboratorium, perusahaan Tiongkok termasuk Ningde Times GCL Optoelektronik dan perusahaan Tiongkok lainnya telah membangun eksperimen tingkat 100MW jalur produksi.
Sel perovskit Tiongkok telah memasuki produksi massal, dan setelah tahun 2019, 68% permohonan paten sel surya perovskit berasal dari Tiongkok.Per Desember 2019, jumlah total permohonan paten sel surya perovskit di Tiongkok Ada sebanyak 2.282, peringkat pertama di dunia, jauh lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lain.
Baik dalam hal kapasitas produksi atau paten teknologi, industri perovskit Tiongkok telah memimpin dunia.
Impian Eropa, AS dan Jepang untuk menyalip teknologi baterai perovskit mungkin akan tidak tercapai dan terealisasi, sehingga media Jepang dengan kecut mengatakan bahwa Jepang menemukan perovskit tetapi Tiongkok adalah negara pertama yang mencapai produksi massal.
Industri fotovoltaik Tiongkok diperkirakan akan kembali melanda dunia.....
Sumber: Media TV dan Tulisan Dalam Negeri dan Luar Negeri
https://www.energy.gov/eere/solar/perovskite-solar-cells
https://en.wikipedia.org/wiki/Perovskite_solar_cell
https://www.longi.com/cn/about-longi/
https://id.prnasia.com/story/20787-5.shtml
https://repub.eur.nl/pub/122637/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya