Kemudian para pemimpin negara-negara Barat juga berusuara lantang mengutuk para "preman" ini sebagai penodaan demokrasi dan supremasi hukum mereka. Tetapi ketika kerusuhan melanda Gedung Legislatif di Hong Kong satu setengah tahun lalu, media arus utama Barat dan politisi Barat menyebut para pembuat onar ini sebagai "pejuang demokrasi" dan "demonstran damai".
Kongres AS bahkan mengeluarkan apa yang disebut "Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong" untuk mendukung tindakan kekacauan di Hong Kong.
Pada bulan Desember tahun lalu, 300.000 warga London "melarikan diri" karena "city lockdown/kota tertutup" London, dan warga dan orang dari Inggris "dilarang" masuk oleh ratusan negara di seluruh dunia, tetapi perlu di-infokan apakah kita telah memperhatikan detailnya, yaitu mutasi virus di Inggris sudah ditemukan pada September tahun lalu, tetapi tidak dilaporkan atau diberitahukan kepada WHO hingga Desember tahun lalu.
Sebaliknya, pada akhir tahun 2019, ketika Tiongkok langsung memberi tahu WHO dan beberapa negara tentang terjadinya penyakit abnormal, kemudian personel sains dan teknologi Tiongkok membuat urutan genetik virus tersebut dalam waktu satu bulan, dan diumumkan kepada dunia.
Namun, politisi Barat yang anti-Tiongkok dan media arus utama masih membicarakan dan menuduh Tiongkok menyembunyikan epidemi, dan mereka masih melemparkan kesalahan pandemi kepada Tiongkok. Â Kemudian, pada 23 Januari tahun lalu, 1,4 miliar rakyat Tiongkok di Wuhan "menutup kota" dengan segera dengan tujuan untuk mengabdikan diri untuk memerangi "epidemi" dan memenangkan setidaknya satu bulan untuk "epidemi/pandemi" kepada dunia luar.
Tetapi pada saat itu, "New York Times" menerbitkan sebuah artikel yang menguntuk tindakan ini sebagai "membawa kerugian besar bagi kehidupan dan kebebasan rakyat." Lebih banyak media Barat yang mengutuk pemerintah Tiongkok karena dikatakan telah melanggar hak asasi manusia (HAM).
Tetapi kemudian pada bulan Maret 2020, ketika Italia memutuskan untuk menutup/lockdown Milan, Venesia, dan kota-kota lain untuk mengendalikan pandemi, New York Times mengklaim bahwa Italia mengorbankan kepentingan ekonominya sendiri untuk mencegah "penyebaran pandemi".
Lalu ada kejadian yang sangat konyol di penghujung tahun lalu Menurut pemberitaan yang diungkap media Australia, dari 2009 hingga 2013, pasukan khusus Australia menewaskan 39 warga sipil dan tawanan di Afghanistan.
Kemudian, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian memposting pesan di media sosial yang mengutuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh tentara Australia ini.
Kemudian pejabat senior dari AS dan negara Barat lainnya mengeluarkan pernyataan mendukung tuntutan yang tidak masuk akal dari Perdana Menteri Australia ini.