Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Melihat Ekonomi Tiongkok Tetap Bangkit Dalam Pandemi Global

16 Januari 2021   14:16 Diperbarui: 16 Januari 2021   14:43 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theglobeandmail.com

Pada Selasa (12/01/2021), Menlu Tiongkok Wang Yi telah bertemu dengan Menlu Indonesia Retno Marsudi dan Menko Bidang Kemaritiman & Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Besoknya hari Rabu (13/01/2021), dia akan melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Joko Widodo.

Memang menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying mengatakan Menlu Wang Yi memulai kunjungan ke empat negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tersebut dari Myanmar pada Senin (11/01/2021) untuk memenuhi undangan Aung San Suu Kyi.

Dari Jakarta, Wang Yi akan melanjutkan kunjungannya ke Brunei Darussalam dan Filipina atas undangan menlu kedua negara itu. Sebelum ke Asean, Menlu Wang Yi melakukan kunjungan ke sejumlah negara di Afrika.

Kunjungan Wang Yi di Sumatera Utara 12 - 13 Januari didampingi secara langsung oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Bersama beberapa delegasi, Menlu Tiongkok dijadwalkan akan melakukan kegiatan hiking dan berkunjung ke beberapa tempat historis di sekitar Danau Toba.

Selama pertemuan tersebut, beberapa pembicaraan penting pun dibahas oleh kedua menteri. Di antaranya seperti kerja sama investasi, proyek strategis, pariwisata hingga pemulihan ekonomi nasional.

Luhut juga mengungkapkan rasa syukurnya karena telah menyaksikan secara langsung penandatanganan MoU atau Nota Kesepahaman, terkait kerja sama di beberapa bidang strategis. Dia mengaku antusias terlibat langsung untuk mengembangkan potensi di Sumatera Utara, sebagai salah satu destinasi wisata super prioritas.

Dengan kunjungan ini, mau tidak mau kita perlu melihat Tiongkok dengan mata terbuka, dan lebih memahami keadaan Tiongkok terkini, karena meskipun selama ini kita hidup dalam abad ke-21, namun media arus utama Barat telah lama menyesatkan untuk opini publik dunia tentang Tiongkok, dengan berbagai alasan yang mengakibatkan pemahaman distrorsi tentang Tiongkok oleh dunia luar.

Dalam beberapa dekade terakhir, media Barat selalu menghebohkan "teori keruntuhan Tiongkok". Mereka pertama kali meramalkan keruntuhan Tiongkok setelah "kekacauan Tiananmen" pada tahun 1989. Setelah runtuhnya Uni Soviet, mereka meramalkan bahwa Tiongkok akan mengikuti Uni Soviet dan hancur berantakan. Tiongkok akan kacau, Sebelum unifikasi Hong Kong, mereka meramalkan bahwa kemakmuran Hong Kong dan China Construction Bank akan hilang, dan ketika Tiongkok bergabung dengan WTO, dan mereka meramalkan bahwa Tiongkok akan runtuh.

Setelah tsunami finansial meletus tahun 2008, mereka memprediksikan akan terjadi kekacauan besar di Tiongkok. Pecahnya epidemi SARS-CoV2 (Covid-19) di Wuhan Tiongkok telah digambarkan oleh beberapa orang di Barat sebagai "Momen Chernobyl" Tiongkok. Baca:

Pandangan Dan Latar Belakang Barat Atas Teori "Keruntuhan RRT"

https://www.kompasiana.com/makenyok/5fe1ab8c8ede4808a03db8a2/pandangan-dan-latar-belakang-barat-atas-teori-keruntuhan-rrt

Namun kenyataannya, kita semua tahu bahwa Tiongkok tidak runtuh, bahkan sedang bangkit dengan cepat, dan "teori keruntuhan Tiongkok" jelas telah runtuh.

Manurut pakar peneliti dan pemerhati Tiongkok, alasan di balik ini berdasarkan analisis mereka antara lain dikarenakan interpretasi Barat tentang Tiongkok penuh dengan apa yang disebut "new ignorance/ketidakpedulian baru". Ada tiga alasan utama.

Ini dibandingkan dengan ketidapedulian Eropa abad pertengahan, ketika Pencerahan Eropa (European Enlightenment) pada dasarnya menggantikan ketidakpedulian dengan rasionalisme, maka harus dikatakan bahwa progresivisme historis mendorong revolusi industri di Barat.

Tentu saja, ini akibatnya juga membawa banyak masalah, tidak ada waktu untuk membahas secara detail dalam tulisan, tetapi ketika dunia memasuki abad ke-21, Barat mendorong model politik dan ekonominya sendiri dan seluruh rangkaian wacana ke formasi absolut dari apa yang disebut ketidakpedulian baru. Akibatnya, Secara alami tidak dapat memahami Tiongkok, bahkan mereka dapat dikatakan tidak dapat memahami banyak masalah Barat sendiri.

Namun, ada juga pakar di Barat yang memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang Tiongkok. Dari jurnalis Amerika Mr. Edgar Snow di tahun 1940-an hingga sarjana Inggris Martin Jacques saat ini, mereka semua adalah orang atau pakar yang berpengetahuan luas.

Sejak wabah pandemi, terutama ketika Tiongkok yang berhasil memeranginya, lebih banyak orang di Barat mulai melirik ke Tiongkok. Dalam proses pencegahan dan pengendalian pandemi, harus dikatakan bahwa pemberitaan media Barat tentang Tiongkok masih lebih negatif daripada positif.

Namun, karena pencegahan dan pengendalian pandemi di negara-negara Barat berjalan buruk, dan korbannya banyak, jelas ada lebih banyak laporan media tenang keberhasilan Tiongkok memerangi pandemi ini.

Pada tahun 2020 media utama Barat melaporkan bahwa Tiongkok akan membuka lockdown hati libur nasional Tiongkok bulan Oktober 2020, ini merupakan salah satu representatif mengakui bahwa Tiongkok telah benar-benar dapat mengendalikan pandemi Covid-19.

Seperti yang kita semua ketahui, media arus utama Barat telah mengatakan bahwa data pandemi Tiongkok tidak benar dan tidak percaya bahwa Tiongkok telah benar-benar bisa mengendalikannya. Tapi menilai dari laporan arus utama media Barat kali ini, proporsi kecurigaan tersebut telah sangat berkurang.

Pada Agustus 2020 media Barat AFP menyebut lockdown Wuhan menjadi "Wuhan Wave/Gelombang Wuhan" menurunkan laporan yang dengan judul "warga Wuhan kembali ke kehidupan normal, laporan ini dicetak ulang di media arus utama termasuk CNN  dan "Guardian" Inggris.

Begitu banyak netizen Barat yang mengungkapkan kekagumannya pada Tiongkok, bahkan media arus utama seperti BBC dan CNN telah memberitakan bahwa ada kerumunan besar orang dari seluruh Tiongkok yang menyebut people mountain people sea dalam bahasa Inggris (kerumuan banyak orang).

Hal kedua adalah mereka benar-benar melihat kebangkitan ekonomi Tiongkok. Kemudian media arus utama Barat melihat lonjakan permintaan konsumen Tiongkok dari acara-acara seperti libur Hari Nasional. Ekonomi Tiongkok telah mulai berada di jalur yang benar, dan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat telah pulih menjadi normal.

Tiongkok menjadi menjadi satu-satunya ekonomi besar di dunia dengan pertumbuhan ekonomi positif pada tahun 2020. Kemudian IMF memprediksi angka pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2021 bisa mencapai 8,2%.

CNN juga melakukan evaluasi semacam itu, mengatakan bahwa mereka telah melihat kepercayaan diri Tiongkok dari situasi saat Hari Nasional Tiongkok (1 Oktober), dan Tiongkok telah menunjukkan rasa bangga bahwa pandemi telah dikendalikan. Mereka mengatakan hal ini sangat kontras dengan pandemi di belahan dunia lain, terutama di negara-negara Eropa, India, dan Brazil yang wabahnya masih merajalela.

Mereka mengatakan negara berpenduduk 1,4 miliar orang ini menjadi satu-satunya yang dilanda pandemi di dunia yang bisa memenangkan perang melawan pandemi Covid-19. Yang membuat bangga semua rakyat Tiongkok sendiri.

Namun tampaknya pada laporan media arus utama Barat yang relatif obyektif tentang Tiongkok ini sebagian besar karena mereka penasaran mengapa keadaan tidak menjadi lebih buruk.

Kemudian New York Times menerbitkan artikel dengan refleksi diri pada 13 Maret 2020. Seorang penulis yang tinggal di Beijing bernama Ian Johnson. Dia mengatakan "Tiongkok telah diuntungkan dari dunia Barat, tetapi sebaliknya justru Barat yang menyia-nyiakan saja "Tiongkok telah menghadapi keadaan darurat yang serius, tetapi pemerintah Barat yang sudah menerima pemberitahuan itu beberapa minggu sebelumnya, tetapi negara-negara Barat tampaknya gagal belajar dari pengalaman dan pelajaran Tiongkok dan menutup mata terhadap tindakan efektif yang telah diambil Tiongkok. Bahkan beberapa pihak luar ingin mengatakan bahwa pengalaman Tiongkok itu eksklusif atau keterkecualian. Sebenarnya, ini semacam menghibur diri. Mereka berpikir bahwa letak Tiongkok masih terlalu jauh, dan penyakit menular pasti tidak akan menyebar sejauh ini kepada kita (negaranya)."

Namun, menurut penulis ini, alasan penting kelompok ini adalah bahwa dunia luar, terutama Barat, terobsesi dengan sistem politik Tiongkok dan meremehkan nilai pengalaman Tiongkok bagi mereka.

Sebenarnya penulis Barat ini seperti Ian Johnson ingin menggunakan keberhasilan Tiongkok dalam memerangi pandemi untuk merangsang pemerintah mereka agar sadar dan secara aktif berpartisipasi dalam perang melawan pandemi ini.

Secara relatif, kelompok yang dapat melihat Tiongkok dengan mata terbuka hanyalah kelompok ilmuwan asing dan profesional medis. Banyak dari mereka yang memperhatikan epidemi Tiongkok dan sangat meyakinkan serangkaian tindakan pencegahan dan pengendalian Tiongkok cukup efektif.

Sumber: theglobeandmail.com
Sumber: theglobeandmail.com
Setelah wabah merebak, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirim tim ahli ke Tiongkok untuk memahami situasinya. Ketika itu kepala tim pakar WHO yang mengunjungi Tiongkok, ahli epidemiologi Kanada Dr. Bruce Aylward, mengatakan bahwa inilah di dunia "Satu-satunya metode yang terbukti efektif".

Saat itu, seseorang di media Barat bertanya kepadanya, bukankah pendekatan Tiongkok merupakan pelanggaran hak asasi manusia? Aylward menjawab seperti ini, "Tidak, ini adalah humanitarianisme yang hebat." Dia berulang kali mengatakan bahwa "Saya telah melihat orang-orang Tiongkok menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar kepada keluarga, komunitas, untuk melindungi keselamatan negara, komunitasnya dan dirinya sendiri serta melindungi umat manusia." Dia berkata "Ini sungguh membuat kita sangat terharu."

Bruce Aylward dan timnya mengatakan: "Semangat kemanusiaan mereka, kerja keras mereka, kesediaan mereka untuk berbagi, mereka merasa bangga dengan pekerjaan mereka, mereka rendah hati juga tidak sombong, mereka bertanggung jawab."

Kemudian dia berkata: "Saya berkata sebelumnya, orang-orang Tiongkok yang bekerja dengan kami, saya kagumi dan sangat memberi inspirasi."

Saat merangkum pengalamannya di Tiongkok, Aylward menunjuk ke inti masalah. Dia mengatakan bahwa inti dari pengalaman sukses Tiongkok perang melawan epidemi adalah "kecepatan, pendanaan, imajinasi, integritas, dan keberanian".

Ini sebenarnya, mereka sedang mengkritik kekurangan kecepatan, kurangnya dana, kurangnya imajinasi, dan kurangnya keberanian politik dalam model anti-epidemi Barat.

Richard Horton, pemimpin redaksi jurnal medis Barat terkenal "The Lancet", juga mengatakan di program BBC di Inggris bahwa dia berkata, "Ya Tuhan, pada minggu terakhir bulan Januari, kami menerbitkan lima artikel tentang Makalah ilmuwan  Tiongkok tentang epidemi SARS-CoV2 (Covid-19), artikel ini dengan jelas menyatakan bahwa virus ini mematikan dan sangat menular."

Namun dia mengatakan bahwa Inggris dan negara Barat lainnya memilih untuk mengabaikannya. Dia berkata, "Ini adalah skandal. Seluruh Februari telah terbuang percuma."

Richard Horton mengatakan: "Kita seharusnya tidak sampai sejauh ini (menjadi parah). Kita tahu bahwa epidemi akan datang pada minggu terakhir bulan Januari. Pesan dari Tiongkok sangat jelas bahwa virus baru (SARS-CoV2/Covid-19),  dengan karakteristik "pandemi" sedang melanda kota. Orang-orang akan dikirim ke rumah sakit, dirawat di ICU, menghadapi kematian, dan angka kematian meningkat Kita telah belajar tentang ini dalam 11 minggu. Kita seharusnya mengambil tindakan pada bulan Februari, tetapi kita menyia-nyiakan kali ini. Selama periode waktu ini, kita dapat mempercepat pengujian, dan dapat menyiapkan alat pelindung diri untuk didistribusikan, tetapi kita tidak melakukannya."

Kemudian ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Brandeis di AS bernama Elanah Uretsky. Dia adalah Associate Professor Studi Internasional dan Global di Universitas Brandeis. Dia memposting hal seperti itu di situs web "The Conversation" Australia. Dia menuliskan: "Saya sangat iri pada Tiongkok sekarang. Saya tinggal di negara yang demokratis, tetapi dengan mendekatnya Thanksgiving, saya menemukan diri saya ingin melihat kebebasan semacam itu seperti di Tiongkok untuk memasuki musim gugur dan musim dingin.  Epidemi di AS tidak terkendalikan lagi, dan orang-orang di Tiongkok dapat bergerak bebas, bepergian, pergi ke restoran, dan pergi ke bioskop, sehingga anak-anak tidak perlu khawatir tentang masalah kesehatan saat mereka pergi ke sekolah." (The Coversation 24/11/2020)

Dia mengatakan, dia bertukar pikiran dengan teman-temannya di Tiongkok. Teman-teman di Tiongkok membagikan foto-foto perjalanannya selama Festival Pertengahan Musim Gugur dan hari libur Nasional. 'Saya sangat iri pada mereka saat itu, dan sekarang saya semakin iri pada mereka'.

Kemudian sebuah surat kabar Swiss yang berpengaruh "The Times" menerbitkan sebuah artikel pada 6 Desember 2020, dengan judul "Mengapa rakyat Tiongkok tidak membenci pemerintah mereka".

Berdasarkan sistem lima tahunan, menurutnya banyak orang asing yang berpikir bahwa rakyat Tiongkok harus mengeluh dan membenci pemerintahnya. Namun, hasil jajak pendapat menemukan bahwa rakyat Tiongkok adalah salah satu yang paling optimis terhadap pemerintahannya.

Kemudian dia menganalisa empat alasan: Pertama, dia mengatakan bahwa median umur orang Tiongkok dan Amerika sekarang sama, sekitar 37 tahun, tapi anak muda di AS hanya mengetahui perang, krisis ekonomi dan kemandekan pendapatan sejak mereka lahir.

Sedang orang-orang muda di Tiongkok telah mengalami periode stabil dalam peningkatan kekayaan, kemiskinan hampir diatasi, dan kehidupan mereka lebih baik daripada orang tua mereka.

Kedua, keberhasilan Tiongkok terletak pada kemampuan manajemen dan kontrol ekonomi makro pemerintah, negara terpadat di dunia ini telah membangun jaringan kereta api dan jalan raya modern yang sangat besar serta infrastruktur digital yang sangat efisien dalam 25 tahun.

Ketiga adalah sejarah modern Tiongkok memungkinkan mereka untuk memahami sejarah "penghinaan ratusan tahun" yang mereka alami, akibat imperialisme dan invasi asing, dan juga memahami bahwa "demokrasi Barat" telah menyebabkan kekacauan besar di Tiongkok modern.

Yang  ke--empat, adanya pengaruh Konfusianisme tradisional, Semua setuju bahwa harus ada keseimbangan antara kebebasan individu dan kesejahteraan kolektif. Banyak pakar Barat telah menerbitkan artikel dengan kedalaman refleksi tertentu.

Misalnya, Sarjana politik Perancis Bruno Giger menerbitkan sebuah artikel di situs saluran Perancis dari stasiun televisi "Russia Today" pada tanggal 19 Maret 2020, yang menyatakan bahwa dengan merebaknya wabah SAR-CoV2 akan menyaksikan runtuhnya sistem Barat. "Mereka harus mengakui bahwa sistem Barat tidak efektif, dan sistem sosialisme bercirikan Tiongkok sekali lagi menunjukkan keunggulannya untuk mengatasi dampak penyakit semacam itu terhadap umat manusia, ancaman semacam ini masih membutuhkan kehadiran 'negara'.

Tapi di manakah kehadiran 'negara' di Barat? Apakah kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama mereka? Bisakah Barat dengan cepat membangun beberapa rumah sakit? Di negara dengan hutang luar negeri yang besar dan keuangan publik yang negatif, sektor publik diprivatisasi dan dihancurkan. Negara itu hanya melayani kelompok kepentingan kapitalis keuangan."

Dia menekankan bahwa "Bisakah Barat melakukan sepersepuluh dari apa yang telah dilakukan Tiongkok?" Dia mengejek editorial yang diterbitkan oleh Le Monde di Prancis. Pada saat itu, epidemi baru saja menyebar. Editorial Le Monde mengatakan bahwa itu berarti menunujukkan "akan runtuhnya sistem" mereka menunjuk sistem di Tiongkok akan kolaps atau runtuh.

Tapi Bruno Giger berkata bahwa sistem yang telah runtuh sekarang tampaknya justru sistem Barat sendiri.

Sumber: claremontreviewofbooks.com
Sumber: claremontreviewofbooks.com
Seorang pakar dan ekonom senior Amerika, David Paul Goldman, yang menerbitkan artikel panjang dalam "Claremont Review Book " edisi Musim Semi 2020, katanya, katanya, Dunia Barat penuh dengan keraguan tentang kebangkitan ekonomi, militer, dan teknologi Tiongkok.


Dia mengatakan: Tapi saya masih tidak mengerti mengapa negara yang dianggap oleh para pakar Barat akan runtuh 20 tahun yang lalu telah menjadi negara yang mungkin melampaui AS saat ini."

Dia berkata dalam artikel tersebut: "Ahli strategi Amerika tampaknya terlalu mudah untuk berpikir bahwa kita seperti berurusan dengan Uni Soviet pada abad 20 tahun 1980-an. Model Tiongkok adalah sangat berbeda dengan Uni Soviet. Komunis Soviet berkata kepada ilmuwan paling berbakat mereka, 'ciptakan sesuatu yang baru, kami akan memberimu medali dan mungkin sosis lagi.'"

"Apa yang kita hadapi bukanlah birokrasi Soviet yang mabuk dan korup, tetapi elit yang dipilih dari lulusan perguruan tinggi paling cerdas di negara terbesar di dunia. Amerika Serikat menghadapi hal-hal yang menakutkan, negara yang berusia 5.000 tahun, pragmatis, ingin tahu, bertekad, mudah beradaptasi, dan ambisius." Kata David Paul Goldman.

Kenyataannya, deskripsi Goldman tentang moralitas Tiongkok agak mirip dengan "negara beradab" yang sering di bicarakan pakar pemerhati Tiongkok adalah peradaban kuno yang tidak terputus selama ribuan tahun.  Pada saat yang sama, ini adalah negara modern yang sangat besar, dan negara ini mendefinisikan ulang modernitas dalam arti tertentu.

Kemudian penulis menyesalkan bahwa Tiongkok dapat berbagi/sharing tentang  genetic sequence (urutan genetik) virus SARS-CoV2 dalam waktu satu bulan. Dan dua rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur dapat dibangun dalam sepuluh hari.

Dia mengatakan Tiongkok seperti roket dua tahap. Tahap pertama roket digerakkan oleh ekspor. Pembangunan ekonomi yang didorong oleh tenaga kerja murah telah mengubah Tiongkok dari negara agraris miskin menjadi negara perkotaan yang makmur, raksasa urbanisasi.

Jadi sekarang ini adalah roket tahap kedua, yang ditandai dengan revolusi industri keempat, kecerdasan buatan, robotika, manajemen jaringan rantai material, dan data besar untuk mempromosikan revolusi industri baru.

Kemudian Goldman percaya bahwa tanggapan AS terhadap ambisi global Tiongkok telah gagal. Dia berkata, "Kegagalan ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama, kita (AS) telah lama meremehkan kemampuan dan tekad Tiongkok. Itu adalah karena kita belum menyelesaikan masalah kita sendiri."

Goldman mengatakan ini, bahwa kita selalu menggunakan konsep "kekaisaran(empire)" untuk membangkitkan ingatan penaklukan militer dan pendudukan kolonial setiap tahun.

Tetapi Tiongkok adalah entitas yang sama sekali berbeda, dan tujuan Tiongkok adalah semacam kontrol dan asimilasi tidak langsung. Alih-alih pemerintahan kekaisaran, merekan (Tiongkok) mengatakan bahwa ini untuk menghindari komitmen militer kekaisaran dan intervensi berlebihan di luar negeri, mencoba menetralkan pengaruhnya melalui dominasinya dalam perdagangan dan teknologi.

Kemudian Goldman mengakui bahwa "AS tidak mempunyai cara sederhana untuk merespon Tiongkok, tidak ada solusi cepat, atau jalan pintas apapun. Dunia belum pernah melihat terobosan global seperti Tiongkok, yang akan mengubah kehidupan setiap penghuni planet ini, termasuk kehidupan AS."  Dia mengutip seorang psikolog AS terkenal bernama Elizabeth Kubler Ross yang membahas tentang "grief (kesedihan)" bagi orang-orang.

Sumber: nybooks.com
Sumber: nybooks.com
Menurut model evolusi lima tahap Elizabeth Kubler Ross adalah: Penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi dan penerimaan adalah bagian dari kerangka yang membentuk pembelajaran kita untuk hidup dengan kehilangan. Hal itu adalah alat untuk membantu kita membingkai dan mengidentifikasi apa yang mungkin kita rasakan. Tetapi mereka tidak berhenti pada garis waktu linier dalam kesedihan.

Jadi tahap pertama adalah penyangkalan, tahap kedua adalah kemarahan, tahap ketiga adalah tawar-menawar, tahap keempat adalah frustrasi, dan terakhir adalah menerima fakta.

Model evolusi lima tahap "kesedihan" Elizabeth Kubler Ross digunakan Goldman untuk melihat evolusi sikap AS terhadap kebangkitan Tiongkok.

Goldman menuliskan "Dalam dekade terakhir ini, AS secara konsisten menolak kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan global. Kita (AS) tidak dapat percaya bahwa negara yang telah dianggap sebagai pelopor kemiskinan selama beberapa generasi dapat bersaing dengan kita dan setara dengan kita (AS). Trump terpilih sebagai presiden pada tahun 2016, dan kita telah berubah menjadi kemarahan. Ini tahap kedua.

Jadi berdasarkan situasi saat ini, kita tidak mungkin akan memasuki ke tahap diskusi."

Goldman mungkin mengacu pada periode ini, kini AS sedang menunggu (putusan) keseluruhan. Dia tidak terus memprediksi dan menyimpulkan, tetapi mengikuti alur pemikirannya, setelah tawar-menawar, harus "frustasi" dan akhirnya "menerima" kebangkitan Tiongkok sebagai fakta.

Pandangan Dunia Tentang Tiongkok Kini

Mengenai pandangan dunia tentang Tiongkok, fenomena yang perlu dikemukakan tahun ini adalah dunia sedang menghadapi bencana yang begitu besar pandemi Covid-19, mengapa Tiongkok bisa begitu cepat mengatasinya, dan hingga menciptakan keajaiban bangkitnya pusat gravitasi ekonomi yang besar. Dunia tampaknya mempertanyakan dari mana mukjizat ini berasal?

Ada pakar yang berpandangan ini dikarenakan antara lain sebagai berikut:

Yang pertama adalah rakyat di seluruh Tiongkok memiliki hampir satu hati. Kita  dapat melihat bahwa seluruh Tiongkok tinggal di rumah dengan satu hati selama Festival Musim Semi tahun lalu, yang merupakan patriotisme terbesar. Tidak ada negara di dunia yang bisa melakukannya seperti Tiongkok.

Kedua, sumber daya medis negara Tiongkok dapat dikumpulkan untuk membantu Hubei dan Wuhan sekaligus dalam memerangi epidemi. Dengan cara ini, Tiongkok akan melindungi Wuhan dan dengan tegas dan teguh akan mengalahkannya dalam dua bulan dengan tuntas untuk melawan epidemi, agar tidak akan ada "Wuhan kedua" lagi secara nasional.

Bandingkan dengan AS, masalah epidemi Covid-19 paling awal merebak di New York, namun domestik AS tidak ada yang membantunya, dan pemerintah federal tidak mempedulikannya. Setiap negara bagian di AS melakukan tugasnya sendiri. Akibatnya, lusinan New York dan ratusan New York telah muncul, dan seluruh AS menjadi meletus.

Ketiga, Tiongkok juga memiliki kekurangan dan bahkan kesalahan, tetapi mereka bisa memperbaikinya dengan sangat cepat. Beberapa kondisi di Wuhan yang muncul pada Januari dengan cepat tidak muncul di seluruh negeri.

Tiongkok sudah bisa membuka dan menutup kapan saja, dari mode tertutup yang relatif tetap hingga keterbukaan terkendali. Mekanisme kendali keterbukaan semacam ini tampaknya hanya bisa dicapai oleh Tiongkok.

Ini adalah keajaiban yang diciptakan oleh Tiongkok pada tahun 2020. Atas dasar keajaiban ini, mereka telah menciptakan keajaiban kedua, yaitu, ekonomi Tiongkok tumbuh kembali dengan kecepatan tinggi. Terjadi lebih lambat pada paruh terakhir tahun lalu. Mungkin kuartal pertama masih negatif.  Tapi bangkit 2% hingga 3% di kuartal kedua, lebih dari 4% di kuartal ketiga, dan 6% di kuartal keempat (Bloomberg 17/01/2021). (Baca: Bloomber News:  China's Economy Grew 6% in Fourth Quarter, Investment Picks Up).

gdp-tiongkok-kwartal-4-2020-600291c3d541df1f6244fed2.png
gdp-tiongkok-kwartal-4-2020-600291c3d541df1f6244fed2.png
Sumber: bloomberg.com

Tahun ini 2021, organisasi paling otoritatif di dunia telah memperkirakan bahwa Tiongkok dapat mencapai tingkat pertumbuhan 8%.

Dalam kurun waktu yang sama, Eropa, AS, dan Jepang masih akan mengalami pertumbuhan negatif atau minimal antara 0% dan 1%.

Dengan cara ini, Tiongkok telah menggandakan kecepatan mengejar AS, jadi Tiongkok telah beralih dari 66% dari total AS (ekonomi) sebelum pandemi menjadi 66% dari total (ekonomi AS) tahun lalu. bahkan untuk tahun ini ada yang memperkirakan 75%,  namun sedikitnya 70% tidak akan ada masalah.

Oleh karena itu, beberapa badan peramalan ekonomi Barat banyak yang telah mempercepat perkiraan waktu bagi Tiongkok untuk mengejar ketertinggalan dari AS untuk mencapai total terbesar di dunia.

Beberapa peniliti ada yang  membicarakan tentang tahun 2030, bagaimana pun dulu AS berpikir tidak mungkin bagi Tiongkok untuk bisa melebihi jumlah total AS (ekonomi), itu tidak mungkin, dan kemudian sekarang mereka mengatakan itu mungkin. Tapi paling tidak setelah 2050, tidak mungkin sebelum 2040. Sekarang konservatif di 2030, dan prakiraannya lebih cepat sepuluh tahun.

Tampaknya Tiongkok sangat percaya diri sekarang, jadi pada tahun 2020, yang pertama karena adanya pandemi dan yang lainnya karena AS melakukan "the economic decoupling". Adanya siklus ganda terutama dari kedua hal ini membuat Tiongkok lebih memeperhatikan adalah sirkulasi internal.

(Istilah The Economic Decoupling pertama kali muncul dalam pemberitaan perang dagang antara Tiongkok dan AS tahun 2018. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada awalnya disebabkan oleh ketimpangan hubungan yang disebabkan oleh surplus perdagangan yang besar antara Tiongkok dan AS).

(Economic decoupling di ekonomi dan lingkungan, decoupling mengacu pada ekonomi yang akan dapat tumbuh tanpa peningkatan tekanan lingkungan yang sesuai. Di banyak negara, peningkatan produksi (PDB) saat ini meningkatkan tekanan pada lingkungan. Suatu perekonomian yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi sambil mengurangi jumlah sumber daya seperti air atau bahan bakar fosil yang digunakan dan mengurangi kerusakan lingkungan pada saat yang sama akan dikatakan akan dipisahkan. Tekanan lingkungan sering kali diukur dengan emisi polutan, dan decoupling sering kali diukur dengan intensitas emisi dari keluaran ekonomi.

OECD mendefinisikan istilah sebagai berikut: istilah 'decoupling' mengacu pada pemutusan hubungan antara "kerusakan lingkungan" dan "barang ekonomi". Ini menjelaskan hal ini sebagai memiliki tingkat peningkatan kekayaan yang lebih besar daripada tingkat peningkatan dampak.)

Dengan kartu di atas ini, membuat AS benar-benar takut. Karena Tiongkok dapat mengandalkan lingkaran internalnya sendiri (domestik) untuk mempertahankan pertumbuhan 4% hingga 5%. Ini juga keajaiban. Kemudian siklus (loop) dalam adalah yang utama ditambah siklus (loop) luar.

Misalnya, "One Belt One Road" OBOR) yang menjadikan satu-satunya titik terang dalam perekonomian dunia tahun ini.

Kecuali untuk pasar Tiongkok, perdagangan antara "OBOR" (negara-negara di sepanjang rute) dan Tiongkok telah meningkat rata-rata 5% sampai 10%. Investasi Tiongkok di "OBOR" (negara-negara di sepanjang rute) telah meningkat sebesar 30%, sedangkan semua pertumbuhan dunia telah jatuh, investasi telah jatuh, dan perdagangan telah jatuh.

Perdagangan dan investasi Tiongkok di "OBOR" (negara-negara di sepanjang jalur tersebut) semuanya telah meningkat, dan ini menarik karena permintaan untuk ekspor Tiongkok telah meningkat pesat setelah produksi negara-negara maju dalam pandemi tersebut berhenti.

Ekspor Tiongkok ke AS telah meningkat lebih dari 8% tahun 2020, dan AS melakukan economic decoupling, ini sebenarnya merugikan AS sendiri.

Itu merugikan AS sendiri. Akibat decoupling, mereka menarik diri dari pasar Tiongkok. Sekali hal ini diluncurkan, akan sangat sulit untuk masuk kembali, karena bagaiamana pun perusahaan Tiongkok akan mengambil kembali bagian asli AS.

Kedua, Eropa dan Jepang akan merebut bagian AS, sehingga semakin berat akibat dari decoupling bagi AS, semakin kecil kepentingan AS di Tiongkok di masa depan. Inilah mengapa setelah Biden naik ke panggung, dia harus memperlambat dengan tepat dan dengan jelas menyatakan bahwa AS tidak akan terlibat dalam economic decoupling.

Mereka telah menyadari bahwa decoupling adalah bencana bagi AS. Tiongkok tidak takut, dan Tiongkok siap untuk menggiatkan sirkulasi internal. Jika mereka melakukan decoupling, Tiongkok akan meniti beratkan  pada siklus internal. Tetapi akibatnya AS tidak memiliki kue (pasar) di Tiongkok.

Jadi pandangan dunia tentang Tiongkok telah mengalami perubahan yang luar biasa pada tahun 2020. Meski masih ada beberapa kata yang mendiskreditkan Tiongkok dalam opini publik, namun kita bisa membaca di "Wall Street Journal", "New York Times" dan "Washington Post" dan mulai menerbitkan beberapa artikel pengakuan mereka.

Mereka merasa bahwa mereka tidak melakukannya dengan baik beberapa waktu lalu, mereka melakukan sesuatu yang salah, mereka mulai menyadari bahwa Tiongkok lebih baik daripada mereka, dan media Barat mulai berubah.

Maka dengan kunjungan Menlu Tiongkok Wang Yi kali ini menunjukan visi internasional Indonesia yang tepat untuk masa depan. Kebijakan pemerintahan Indonesia melakukan pendekatan perdagangan dengan Tiongkok ini harus diapresiasi. Baca:

RCEP-Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional Menhantar Ke "Abad Asia"

https://www.kompasiana.com/makenyok/5fd4988fd541df4a9b46c1e2/rcep-kemitraan-ekonomi-komprehensif-regional-menhantar-ke-abad-asia

Dampak RCEP Terhadap Perkembangan Dunia

https://www.kompasiana.com/makenyok/5fd764168ede483124758ac4/dampak-rcep-terhadap-perkembangan-dunia

Sumber: Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri

https://kabar24.bisnis.com/read/20210111/15/1341112/pekan-ini-menlu-china-ke-indonesia-bakal-temui-jokowi-dan-luhut#:~:text=Berdasarkan%20keterangan%20resmi%20Kementerian%20Luar,pada%2011%2D16%20Januari%202021.&text=Sebelum%20ke%20Asean%2C%20Menlu%20Wang,ke%20sejumlah%20negara%20di%20Afrika.

https://id.berita.yahoo.com/menko-luhut-ajak-menlu-china-112712369.html?guccounter=1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_referrer_sig=AQAAAAH8SYevMQhwnFtV1J6Na3K9211x8-Y_0svPu8yvx0hNiG3vlr2vVBr7ByIc00uvH1dukKqF3Ux-ZF6gNpMnD1fBXDHuL6qX-fsi-0zCjSB5MJrMx_a2arVrjc8aTaYzYKv6YuEwbCmDCTuewF0IqxpqqA-YavWvdah79ir0s0MV

https://www.nytimes.com/2020/03/13/opinion/china-response-china.html

https://id.berita.yahoo.com/menko-luhut-ajak-menlu-china-112712369.html

https://www.ted.com/speakers/bruce_aylward

https://www.theglobeandmail.com/world/article-covid-19-not-beyond-control-canadian-who-expert-bruce-aylward-says/

https://claremontreviewofbooks.com/holiday-offer/

https://claremontreviewofbooks.com/issue/spring-2020/  

https://grief.com/the-five-stages-of-grief/#:~:text=The%20five%20stages%2C%20denial%2C%20anger,some%20linear%20timeline%20in%20grief.

https://grief.com/the-five-stages-of-grief/#:~:text=The%20five%20stages%2C%20denial%2C%20anger,some%20linear%20timeline%20in%20grief.

https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-01-17/china-s-economy-grew-6-in-fourth-quarter-as-demand-stabilized

https://www.sohu.com/a/434300099_115479

https://www.pri.org/people/elanah-uretsky

http://column.cankaoxiaoxi.com/2020/0417/2407805.shtml

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun