Kedua, "Tiongkok masih terus berubah" .
Dipertanyakan oleh yang sepakat: Tetapi adakah menurut kenyataan negara yang tidak berubah? Negara mana yang tidak mengalami perubahan luar biasa dalam beberapa dekade? Tentu saja AS tidak berubah dalam 200 tahun, maka boleh ada "Model Amerika" tidak boleh ada "Model Tiongkok".
Ketiga, "Tiongkok terlalu eksklusif. Pengalaman Tiongkok tidak boleh menyebar, dan proliferasi bisa berbahaya."
Bantahan: Tapi pengalaman negara mana yang tidak ekslusif? Tentu saja, pengalaman AS tidak ekslusif. Pengalaman AS dapat menyebar dan menyebar ke negara lain. Jadi bisa ada "Model Amerika" dan tidak boleh ada "Model Tiongkok".
Alasan ketidak setujuan dengan "Model Tiongkok" terlihat sangat jitu dan masuk akal.
Maka pakar yang mendukung dan setuju dengan "Model Tiongkok" menganggap mereka yang dari dunia akademis, media, bahkan pihak luar itu memiliki kesalah-pahaman.
Kesalahan pahaman mereka, pertama mengira "Model Tiongkok" pertama kali diusulkan oleh orang di luar Tiongkok. Kemudian, secara umum, akan ada lebih banyak pakar Amerika yang mengusulkan "Konsensus Beijing" yang disebut Joshua Cooper Ramo, maka dia merangkum beberapa karakteristik "Model Tiongkok" ketika membahas "Konsensus Beijing."
Lahirnya istilah itu dalam leksikon politik arus utama adalah pada tahun 2004 ketika Pusat Kebijakan Luar Negeri Inggris menerbitkan sebuah makalah oleh Joshua Cooper Ramo berjudul "The Beijing Consensus"
Ungkapan "Konsensus Beijing" diciptakan untuk membingkai model pembangunan ekonomi Tiongkok sebagai alternatif --- terutama untuk negara-negara berkembang --- dengan Konsensus Washington mengenai kebijakan ramah-pasar yang dipromosikan oleh IMF, Bank Dunia, dan Perbendaharaan AS. Pada tahun 2016, Ramo menjelaskan bahwa Konsensus Beijing tidak menunjukkan bahwa "setiap negara akan mengikuti model pembangunan Tiongkok, tetapi bahwa itu melegitimasi gagasan partikularitas yang bertentangan dengan universalitas model Washington".
Definisi istilah ini tidak disepakati sebagian pakar. Ramo telah merincinya sebagai kebijakan pragmatis yang menggunakan inovasi dan eksperimen untuk mencapai "pertumbuhan berkualitas tinggi yang adil dan damai", dan "pertahanan perbatasan dan kepentingan nasional", sedangkan para pakar lain menggunakannya untuk merujuk pada "stabil, jika represif, politik dan pertumbuhan ekonomi berkecepatan tinggi ".
Joshua Cooper Ramo adalah mantan editor senior dan editor asing majalah Time dan kemudian menjadi mitra di Kissinger Associates, perusahaan konsultan mantan Menlu AS Henry Kissinger