Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perkembangan Alutsista Jepang Dan Amandemen "Konstitusi Perdamaian"

8 Desember 2017   08:22 Diperbarui: 8 Desember 2017   17:22 2849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.dailymail.co.uk

Pada bulan Januari 1960, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani "Perjanjian Saling Kerjasama dan Keamanan antara AS dan Jepang (Treaty of Mutual Cooperation and Security between the US and Japan)" di Washington DC Perjanjian ini disebut sebagai "Perjanjian Keamanan Jepang-AS Baru." Dibandingkan dengan perjanjian keamanan lama, perjanjian yang sama, di mana kedua belah pihak mengambil kewajiban, dan memperkuat aliansi militer Jepang-AS.

Sejak P.D.II berakhir sampai sekarang, aliansi Jepang-AS telah mengalami perubahan besar. Namun, karena Jepang telah mengembangkan teknologi dan ekonomi, tapi sudah tidak lagi menjadi kekuatan ekonomi utama. Merasa tidak aman maka juga ingin menjadi kekuatan politik dan bahkan militer yang besar.

Pertama-tama, mereka telah memindahkan aliansi Jepang-AS dari hubungan yang tidak setara dengan AS melindungi keamanan nasional Jepang ke salah satu dari Jepang yang perlu melindungi keamanan AS juga. Hal ini kita dapat melihatnya di kawasan Asia Timur, selama kapal perang AS muncul, terkadang juga akan ada kapal perang Jepang dalam bentuk pertahanan senjata.

Salah satu variabel terbesarnya adalah kekuatan pertahanan Jepang yang meningkat, merupakan sesuatu yang membahagiakan bagi AS. Namun, karena adanya pembatasan dari  "Konstitusi Jepang", ruang Jepang untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya dalam mengembangkan militernya telah dibatasi. Dan pembatasan terbesar bukanlah dari pihak lain, justru dari sekutunya yang sangat dekat yang selalu mendukung pertumbuhan militer Jepang yaitu AS.

AS selalu membatasi Jepang. Kenyataannya, AS belum mau menyerahkan pada pasukan garnisun di Jepang, hal ini adalah semacam pembatasan strategis. Seberapa besar batasannya adalah sesuatu yang keduanya ada dalam persetujuan diam-diam. Entah ada atau tidak, ada beberapa syarat dan kondisi yang tidak diumumkan dan hal-hal yang mungkin tidak kita ketahui.

Namun berdasarkan interaksi beberapa analis dunia luar dengan beberapa pejabat senior AS, misalnya, dengan mantan Direktur CIA AS sebagai anggota kabinet yang merupakan direktur sebenarnya dari CIA, setelah dia pensiun, dia dengan jelas mengatakan bahwa AS memiliki dua syarat untuk pembatasan bagi Jepang. Hal yang pertama yang tidak memungkinkan adalah senjata nuklir---ini adalah hukuman yang diterapkan AS dengan sangat keras saat Jepang berusaha mengembangkan senjata nuklir di akhir tahun 1950an dan 1960an.

Jadi sampai hari ini, Jepang masih belum berani mengembangkan senjata nuklir. Itulah satu pelajaran. Yang lainnya adalah alutsista kapal,  AS tidak mengizinkan Jepang untuk memiliki kapal induk dengan dek panjang sebagaimana seperti standar kapal induk, karena AS percaya ini sebagai alutsista offensif, dan alutsista semacam ini merupakan alutsista strategis yang bisa menyeberangi Samudra Pasifik untuk menyerang AS sendiri. Karena itu, kedua kondisi ini adalah hal-hal yang tidak diizinkan AS untuk Jepang. Pada kenyataannya, AS telah mengungkapkan tindakan pencegahan terhadap Jepang dari banyak sudut.

Presiden Trump pernah berkata: Dan Anda telah membangun salah satu ekonomi yang paling kuat di dunia. Saya tidak tahu apakah itu sama bagusnya dengan kita (AS). Saya pikir tidak. Baik? Dan kita akan mencoba dan tetap seperti itu. Tapi kalian tetap akan menjadi yang kedua.

Posisi AS sebagai superior adalah sesuatu yang pasti tidak akan membiarkan Jepang untuk mengusiknya. Ini adalah sesuatu yang jelas diketahui oleh Jepang.

Namun tujuan akhir Jepang adalah menjadi "negara yang normal" pemahaman Jepang tentang "negara normal" adalah Jepang dapat melakukan apapun yang ingin dilakukan seperti negara lainnya, dan tidak perlu bergantung kepada negara lain, atau tidak dalam posisi diawasi dan disuruh negara lain.

Namun, secara hukum, hambatan bagi Jepang yang ingin menjadi negara yang normal belum sepenuhnya terhapuskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun