Banyak orang sudah tahu ada alasan historis Jepang telah kehilangan hak untuk memiliki angkatan bersenjatanya sendiri setelah berakhirnya P.D. II. Tapi meskipun setelah angkatan bersenjatanya dibangun kembali dan berkembang, tetap saja disebut "Pasukan Bela Diri Jepang" atau "Japan Self-Defense Force (JSDF)"
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat pada akhir P.D. II, Diet atau Parlemen Jepang pada 3 Nopember, 1946 mensahkan "Konstitusi Perdamaian (Peace Constituion)" yang effektif berlaku sejak 7 Mei 1947. Â Khusus untuk pasal 9 disebutkan kausul dalam konstitusi nasional Jepang, yang melarang perang digunakan sebagai sarana untuk menyelesaikan perselisihan internasional yang melibatkan negara.
Pasal 9 Â Konstitusi Jepang:
Dengan berpikir tulus demi sebuah perdamaian internasional berdasarkan keadilan dan ketertiban, rakyat Jepang selamanya meninggalkan perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan ancaman atau penggunaan kekuatan sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan internasional.
(2) Untuk mencapai tujuan paragraf diatas, angkatan darat, laut, dan udara, serta potensi perang lainnya, tidak akan pernah dipertahankan. Hak kebangsaan negara tidak akan diakui.
( Article 9 of the Japanese constitution
Aspiring sincerely to an international peace based on justice and order, the Japanese people forever renounce war as a sovereign right of the nation and the threat or use of force as means of settling international disputes.
(2) To accomplish the aim of the preceding paragraph, land, sea, and air forces, as well as other war potential, will never be maintained. The right of belligerency of the state will not be recognized. )
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Jepang telah mengembangkan kekuatan militernya berdasarkan evolusi sistem keamanan, dan telah melakukan terobosan baru terutama dalam hal perbaikan dan peningkatan alutsistanya.
Jika kita kaji secara seksama kekuatan militer Jepang sekarang, telah termasuk salah satu yang berkekuatan tertinggi yang jarang di dunia.
"Tingkat kekuatan Militer Terbaru tahun 2017" yang dikeluarkan "Firepower" situs analisis kekuatan militer dunia, AS, Rusia dan Tiongkok merupakan tiga kekuatan teratas, dan Jepang berada di urutan ketujuh.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kekuatan militer Jepang telah berkembang dengan cukup pesat. Yang cukup berarti bagi kawasan Asia Pasifik, teknologi pertahanan nasionalnya adalah salah satu yang top, karena teknologi pertahanan nasionalnya pada dasarnya adalah satu generasi yang sama dengan AS, dan tidak terdapat kesenjangan generasi dengan AS. Pada dasarnya Jepang membawa masuk alutsista paling canggih dari AS, dan merupakan generasi yang sama dengan AS, seperti kapal misalnya, dan kapal selam konvensionalnya merupakan salah satu kapal selam konvensional yang paling maju di dunia.
Kapal selam ini menggunakan sistem propulsi independen berpendingin udara Stirling (AIP). Di permukaan air, memiliki perpindahan air (water displacement) 2.947 ton, dan di bawah air memiliki perpindahan air 4.100 ton. Kapal selam ini dilengkapi dengan peralatan sonar berfungsi tinggi, dan memiliki kemampuan pencarian dan stealth (siluman) yang kuat.
Senjata utama Shoryu adalah enam tabung torpedo 533mm yang dapat meluncurkan torpedo kelas berat yang dikembangkan Jepang Tipe 89, dan juga dapat meluncurkan rudal anti-kapal buatan AS Harpoon jarak menengah untuk target kapal permukaan.
Sebagai kapal selam terbaru Jepang, Shoryu-class ini memberi harapan baru bagi "JMSDF (Japan Maritime Self Defense Force/Angkatan Laut Bela Diri Jepang)" untuk menjadi satu dari lima "kartu truf" yang bisa digunakan JMSDF untuk mengalahkan musuh.
Sebuah laporan dari "Mainichi Shimbun" mengatakan bahwa kapal selam Soryu akan digunakan oleh JMSDF di garis depan.
Menurut analis militer, Kapal selam Shoryu-class adalah kapal selam dengan kemampuan ofensif yang kuat, selain itu juga meningkat jumlahnya. Jadi dapat dikatakan bahwa kapasitas tempurnya sangat kuat. Tentu saja kapal selam jenis ini juga memiliki kelemahan. kapal selam ini bukan bertenaga nuklir. Dibandingkan negara-negara dengan kapal selam bertenaga nuklir, maka kapal selam ini dianggap memiliki kelemahan.
Karena masih bergantung pada sistem AIP, yang terutama menggunakan mesin Stirling. Kapal selam ini hanya bisa mempertahankan kecepatan di bawah air sekitar 4 knot, kecepatan ini  tidak terlalu tinggi. Selama berada dalam air dengan kecepatan ini jika dihitung kemampuan berada di dalam air dan menghitung panjangnya dapat ditempuh, jaraknya lebih dari 1.000 mil laut, tapi kurang dari 2.000 mil laut. Jadi tidak memiliki kapasitas untuk berperang di laut jauh. Tapi untuk bertempur di laut jarak menengah dan dekat, kapasitas tempurnya cukup kuat.
Peningkatan Kekuatan Angkatan Udara
Di satu sisi ada peralatan kapal selam yang terus diperbaharui dan diganti. Di sisi lain Jepang juga terus meningkatkan sistem tempur udara baru.
Pada 2 November lalu, Angkatan Udara AS menyelesaikan penggelaran dua belas jet tempur F-35 ke Pangkalan Udara Kaneda di Okinawa, Jepang. Ini adalah pertama kalinya militer AS menggunakan model ini di Asia Pasifik.
Militer AS mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa F-35A dapat menambah keunggulan udara, dan memberikan kemampuan serangan presisi yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk melawan ancaman terbaru.
F-35 adalah Jet tempur untuk pilot tunggal, bermesin tunggal, multi-role dan stealth, merupakan jet tempur canggih yang dikembangkan untuk menggantikan F-16, yang variannya mencakup F-35A dipergunakan untuk landasan pacu tradisional, F-35B untuk take-off, landing landasan pendek dan take-off vertikal, F-35C merupakan jet tempur berbasis kapal induk.
Beberapa analis percaya bahwa penggelaran jet tempur F-35A ke Jepang, AS telah mengubah sistem pertempuran udaranya di Asia-Pasifik ke sekitar serial F-35, yang membentuk "busur kemampuan tempur stealth/siluman" sehingga berfokus pada jet tempur generasi kelima.
Hingga hari ini, AS telah mengerahkan F-35 dengan waktu yang strategis. Serial F-22 juga telah dikerahkan selama beberapa bulan terutama di sepanjang Semenanjung Korea. Jadi disini telah dikerahkan jet paling canggih F-35A yang radius tempurnya lebih dari 1.000 km, dengan demikian sudah bisa meliputi sepenuhnya Semenanjung Korea.
Tentu saja, itu juga bisa melangkah lebih jauh ke barat dan menutupi Kepulauan Diaoyu dan Tiongkok. Dengan menggelar serial  F-35A di Jepang, AS telah menyatakan niatnya. Ketika masuk untuk masalah pasukan penerbangan Asia-Pasifik, sama sekali tidak lebih buruk daripada di tempat lain.
Hal ini telah menjadi pendorong penyelesaian bagi Jepang dan Korsel. Untuk hal pertempuran amphibi versi "Korp marinir" Jepang akan mendirikan "Brigade Amphibi Gerak Cepat" (Amphibious Rapid Deployment Brigade) yang mengkhususkan diri dalam pertahanan pulau, akan sepenuhnya didirikan di Nagasaki, Jepang pada akhir Maret tahun depan. Dan untuk lebih jauh menyusutkan jarak tempur, pemerintah Jepang dengan sengaja akan memperluas pengerahan "Brigade Amphibi Gerak Cepat" ke Okinawa.
"Brigade Amphibi Gerak Cepat" versi Jepang ini telah dipandang sebagai langkah kunci di Jepang untuk merebut kendali hak-hak maritim dalam skala yang lebih besar. Dan ini milik Angkatan Bersenjata Bela Diri Maritim Jepang (JMSDF/Japan Maritime Self Defense Force), dan dimarkaskan di Kamp angkatan darat---JGSDF (Japan Ground Self defense Foorces) Ainoura di Nagasaki, Kyushu, Jepang. Yang dilengkapi dengan alutsita amphibi penyerang serbaguna dan pesawat transport "Osprey" dan diharapkan untuk dua kompi sekitar 2.000 personil. Formasi untuk "Brigade Amphibi Gerak Cepat" kemungkinan akan diperbesar kelak.
Kemungkinan ini sangat tinggi, karena untuk penyesuaian kesiapan tempur militer saat ini ditambahkan pada kemampuan pertahanan pengerahannya yang cepat, dan kenyataannya, kemampuan tempur dengan pengerahannya yang cepat terfokus pada Kepulauan Ryukyu.
Hal ini penting untuk intervensi di barat daya yang difokuskan untuk Kepulauan Diaoyu---area yang cukup kecil dalam skala teritorial, juga untuk Taiwan, karena setelah tahun 2005, AS dan Jepang dengan suara bulat memutuskan untuk mencantumkan Taiwan yang harus dilindungi oleh perjanjian keamanan AS-Jepang. Itu berarti di masa depan, jika AS intervensi di Taiwan, Jepang harus mengikutinya.
Baru-baru ini, ketika Presiden AS Donald Trump berkunjung ke Jepang, dia meminta agar Jepang membeli lebih banyak senjata Amerika untuk mengurangi perbedaan perdagangan di antara mereka. Dan Jepang ingin mengimpor sistem anti-rudal baru yang sudah diingini untuk beberapa waktu hingga sekarang. Selama seminggu kemudian, Jepang mengumumkan bahwa mereka akan membeli dua sistem pertahanan anti-rudal Aegis berbasis darat dari Lockheed-Martin. Kedua sistem ini secara resmi akan siap tempur dan bertugas paling lambat pada 2023.
Namun Kementerian Pertahanan Jepang percaya bahwa jumlah rudal SM-3 dan Patriot-3 tidak mencukupi untuk mencakup seluruh Jepang. Juga, Jepang mengemukakan gagasan sistem Aegis berbasis darat. Sistem Aegis berbasis darat akan menggunakan piring radar besar bergerak dan meluncurkan rudal pencegat secara vertikal seperti yang ada saat ini di atas kapal perusak , tapi memindahkannya ke daratan. Dibandingkan dengan kapal-kapal Aegist, sistem Aegis berbasis darat akan lebih mudah untuk menjaga keamanan pada segala jenis cuaca. Jika menggunakan rudal SM-3 yang saat ini dikembangkan oleh Jepang dan AS, ditambah dengan dua perangkat sistem ini dapat memantau dan mepertahankan seluruh wilayah Jepang.
Jepang mempercepat laju pembelian sistem pertahanan rudal berbasis darat dari AS di satu sisi telah memperdalam integrasi militer Jepang dan AS, dan di sisi lain dengan memberi alasan adanya "krisis" untuk terus mengembangkan persenjataannya. Dan hanya dikarenakan sistem Aegis berbasis darat berharga lebih baik atau murah. Yang mana sebenarnya dalam keadaan ideal dibutuhkan enam sistem THAAD untuk sepenuhnya menjangkau seluruh Jepang, tapi harga satu sistem THAAD harus menghabiskan biaya sekitar 1,1 miliar USD.
Namun jika dengan sistem Aegis berbasis di darat, hanya dibutuhkan dua sistem untuk menutupi Jepang sepenuhnya, dan masing-masing sistem seharga sekitar 704 juta USD, itu berartinya akan menghemat sebagian besar anggaran pertahanannya.
Meskipun telah membuat perhitungan yang tepat mengenai pengeluaran militernya, anggaran pertahanan Jepang masih meningkat setiap tahunnya. Pada 2017, termasuk biaya reorganisasi militer AS, permintaan anggaran pertahanan Jepang adalah 5.1686 triliun yen, sementara menurut perkiraan awal adalah 5.1251 triliun yen. Pengeluaran Jepang terus meningkat sejak Shinzo Abe menjabat untuk kedua kalinya dan menata ulang anggaran 2013---Jepang mengajukan anggaran pertahanan lebih dari 5 triliun yen selama empat tahun berturut-turut.
Setelah Abe memimpin anggaran pertahanan Jepang setiap tahunnya meningkat. Abe sangat jelas dalam menaikkan anggaran pertahanan itu merupakan sikap politiknya, Â dia tidak peduli betapa miskinnya ekonomi Jepang, namun anggaran pertahanan Jepang harus terus meningkat.
Pertama-tama, dia mengindikasikan bahwa Jepang bereaksi positif terhadap permintaan AS bahwa sekutu Jepang, Korsel, dan NATO untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka untuk membantu memikul beban militer AS. Dia menurut tuntutan strategis AS dan ruang politik terbuka yang diciptakan untuk secara bertahap mengembangkan kekuatan militernya sendiri. Abe ingin mengembangkan Jepang menjadi kekuatan militer besar. Itu tanpa diragukan lagi.
Jepang adalah negara dengan catatan pernah menjadi pencetus perang, dan pernah membawa bencana penuh sengsara kepada masyarakat di sekitar Asia. 70 tahun yang lalu, Undang-Undang Dasar Perdamaian Jepang (Peace Constitution) secara singkat dapat memadamkan nyala api militer Jepang.
Namun setelah 70 tahun berikutnya, sentimen sayap kanan Jepang terus mengangkat kepalanya, dan militerisme telah bangkit dari kematian. Bagaimana Jepang, yang telah mengabaikan "Konstitusi Perdamaian", telah berjalan lebih jauh dan makin jauh lagi menyusuri jalur militerisasi?
Adakah yang bisa menghentikan militerisme dan agresi Jepang? Akankah Jepang sekali lagi berjalan di jalur perang seperti dahulu lagi?
70 tahun yang lalu. Sebagai negara yang kalah dalam Perang Dunia II, Jepang dengan jelas menulis dalam Pasal 9 dari "Konstitusi Perdamaian": "Berpihak pada perdamaian internasional berdasarkan keadilan dan ketertiban, rakyat Jepang selamanya meninggalkan perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan perlakuan atau penggunaan kekuatan sebagai sarana untuk menyelesaikan perselisihan internasional. Untuk mencapai tujuan paragraf sebelumnya, darat, laut, dan angkatan udara, serta potensi perang lainnya, tidak akan pernah dipertahankan. Hak untuk berperang dengan negara tidak akan diakui." Seperti yang telah disebut diatas.
Dari negara tanpa memiliki angkatan bersejata (militer) menjadi negara berkekuatan meliter ke-7 terkuat dunia sekarang.
Sejarah gelap macam apakah yang ada di balik militerisme dan agresi Jepang?
Bila esensi vital kita dipulihkan, kita akan secara alami mengatur ulang sebuah militer. Sebelum hari itu tiba, Amerika akan menangani masalah pertahanan kita. Kami memiliki sebuah konstitusi yang melarang pembangunan kembali sebuah militer. Ini adalah berkah dari Surga, dan kita bisa menggunakan ini untuk menutup mulut orang-orang Amerika. Politisi yang ingin mengubah konstitusi itu adalah sekelompok idiot. Demikian kata Shigeru Yoshida.
Pada tahun 1946, Shigeru Yoshida menjadi PM Jepang yang baru saja kalah perang. Berdasarkan penilaiannya terhadap politik internasional, dia mengatakan bahwa Jepang perlu memfokuskan kembali pada pengembangan ekonomi dan pemulihan "vital essence/saripati penting." Karena itu, Shigeru Yoshida menganjurkan agar Jepang mengikuti Amerika Serikat dalam politik internasional, dan menggunakan militer AS untuk pertahanan Jepang. Â Pada saat yang sama, dia membatasi pengeluaran militer untuk mencegah agar Jepang tidak terlibat dalam Perang Dingin.
Namun, rute "Shigeru Yoshida" ini, yang disebut "pemerasan terhadap orang lemah," tidak membuat Jepang terbengkalai lama. Karena faktor dunia luar, Jepang secara tak terduga mendapat kesempatan untuk memulihkan kekuatan militernya.
Pada awal 1950-an, AS mulai mempersenjatai kembali pasukan Jepang karena kebutuhannya untuk menekan Uni Soviet dan DPRK/Korut. Pada bulan September 1951, Jepang dan AS menandatangani "Perjanjian Keamanan Jepang-AS." Perjanjian tersebut memutuskan bahwa AS memiliki hak untuk memarkaskan tentara, angkatan laut, dan angkatan udara di dan sekitar Jepang, dan aliansi Jepang-AS dibentuk secara resmi.
Hal ini kira-kira terjadi pada tahun 1950an, ketika kembali mendapat kesempatan mereka tidak secara resmi mendirikan Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF), namun mereka sudah mulai memiliki beberapa kekuatan seperti polisi bersenjata untuk menjaga ketertiban domestik mereka, dan mengurangi beban militer AS untuk penegakan hukum. Juga, untuk kekuatan maritim. Jepang membutuhkan beberapa polisi bersenjata di laut.
Tentu saja, di darat dan udara, mereka juga memiliki tuntutan semacam ini. Setelah itu, AS membuka segalanya lagi, dan membiarkan Jepang memiliki kekuatan bela diri. Ketika Jepang memiliki undang-undang untuk kekuatan bela diri, ketika mereka memiliki undang-undang ini dengan seizin AS, negara-negara Asia semuanya pada menentang, namun AS tetap mendukungnya. Dari berdirinya JSDF sebelum Perang Dingin berakhir adalah satu fase fase pengembangan JSDF.
Ketika JSDF didirikan, AS menganggapnya mereka sebagai sekutu penting.
 Jepang dipersenjatai lagi dengan nama "Pasukan Bela Diri" (JSDF). Maka apa yang dikatakan Shigeru Yoshida ternyata muncul juga. Pada tahun 1957, kakek Shinzo Abe, Nobusuke Kishi yang sebagai penjahat perang kelas-A terpilih menjadi PM Jepang.
Nobusuke Kishi adalah PM pertama di Jepang yang mengusulkan sebuah amandemen terhadap "Konstitusi Perdamaian." Meskipun proposal ini akhirnya kalah. Nobusuke Kishi masih menggunakan "Perjanjian Keamanan Jepang-AS" untuk mengikat Jepang ke kereta perang AS.
Pada bulan Januari 1960, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani "Perjanjian Saling Kerjasama dan Keamanan antara AS dan Jepang (Treaty of Mutual Cooperation and Security between the US and Japan)" di Washington DC Perjanjian ini disebut sebagai "Perjanjian Keamanan Jepang-AS Baru." Dibandingkan dengan perjanjian keamanan lama, perjanjian yang sama, di mana kedua belah pihak mengambil kewajiban, dan memperkuat aliansi militer Jepang-AS.
Sejak P.D.II berakhir sampai sekarang, aliansi Jepang-AS telah mengalami perubahan besar. Namun, karena Jepang telah mengembangkan teknologi dan ekonomi, tapi sudah tidak lagi menjadi kekuatan ekonomi utama. Merasa tidak aman maka juga ingin menjadi kekuatan politik dan bahkan militer yang besar.
Pertama-tama, mereka telah memindahkan aliansi Jepang-AS dari hubungan yang tidak setara dengan AS melindungi keamanan nasional Jepang ke salah satu dari Jepang yang perlu melindungi keamanan AS juga. Hal ini kita dapat melihatnya di kawasan Asia Timur, selama kapal perang AS muncul, terkadang juga akan ada kapal perang Jepang dalam bentuk pertahanan senjata.
Salah satu variabel terbesarnya adalah kekuatan pertahanan Jepang yang meningkat, merupakan sesuatu yang membahagiakan bagi AS. Namun, karena adanya pembatasan dari  "Konstitusi Jepang", ruang Jepang untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya dalam mengembangkan militernya telah dibatasi. Dan pembatasan terbesar bukanlah dari pihak lain, justru dari sekutunya yang sangat dekat yang selalu mendukung pertumbuhan militer Jepang yaitu AS.
AS selalu membatasi Jepang. Kenyataannya, AS belum mau menyerahkan pada pasukan garnisun di Jepang, hal ini adalah semacam pembatasan strategis. Seberapa besar batasannya adalah sesuatu yang keduanya ada dalam persetujuan diam-diam. Entah ada atau tidak, ada beberapa syarat dan kondisi yang tidak diumumkan dan hal-hal yang mungkin tidak kita ketahui.
Namun berdasarkan interaksi beberapa analis dunia luar dengan beberapa pejabat senior AS, misalnya, dengan mantan Direktur CIA AS sebagai anggota kabinet yang merupakan direktur sebenarnya dari CIA, setelah dia pensiun, dia dengan jelas mengatakan bahwa AS memiliki dua syarat untuk pembatasan bagi Jepang. Hal yang pertama yang tidak memungkinkan adalah senjata nuklir---ini adalah hukuman yang diterapkan AS dengan sangat keras saat Jepang berusaha mengembangkan senjata nuklir di akhir tahun 1950an dan 1960an.
Jadi sampai hari ini, Jepang masih belum berani mengembangkan senjata nuklir. Itulah satu pelajaran. Yang lainnya adalah alutsista kapal, Â AS tidak mengizinkan Jepang untuk memiliki kapal induk dengan dek panjang sebagaimana seperti standar kapal induk, karena AS percaya ini sebagai alutsista offensif, dan alutsista semacam ini merupakan alutsista strategis yang bisa menyeberangi Samudra Pasifik untuk menyerang AS sendiri. Karena itu, kedua kondisi ini adalah hal-hal yang tidak diizinkan AS untuk Jepang. Pada kenyataannya, AS telah mengungkapkan tindakan pencegahan terhadap Jepang dari banyak sudut.
Presiden Trump pernah berkata: Dan Anda telah membangun salah satu ekonomi yang paling kuat di dunia. Saya tidak tahu apakah itu sama bagusnya dengan kita (AS). Saya pikir tidak. Baik? Dan kita akan mencoba dan tetap seperti itu. Tapi kalian tetap akan menjadi yang kedua.
Posisi AS sebagai superior adalah sesuatu yang pasti tidak akan membiarkan Jepang untuk mengusiknya. Ini adalah sesuatu yang jelas diketahui oleh Jepang.
Namun tujuan akhir Jepang adalah menjadi "negara yang normal" pemahaman Jepang tentang "negara normal" adalah Jepang dapat melakukan apapun yang ingin dilakukan seperti negara lainnya, dan tidak perlu bergantung kepada negara lain, atau tidak dalam posisi diawasi dan disuruh negara lain.
Namun, secara hukum, hambatan bagi Jepang yang ingin menjadi negara yang normal belum sepenuhnya terhapuskan.
Pasal 9 "Konstitusi Perdamaian Jepang". Dasar  dari Pasal 9 adalah bahwa Jepang tidak dapat memiliki militer pertahanan nasional. Sekarang, masih memiliki JSDF, tapi JSDF bukan militer dalam arti sebenarnya dari istilah kata tersebut. Ini belum menjadi negara yang "normal".
Sebagai contoh, ketika sampai pada hak untuk berperang, itu tidak dapat menggunakan kekuatan militer sebagai alat untuk menyelesaikan perselisihan internasional. Bahkan jika itu adalah untuk pulau Diaoyu, jika benar-benar menggunakan metode untuk menyatakan perang untuk berperang melawan Tiongkok, atau berperang untuk merebut Karang Atol Liancourt dengan ROK/Korsel, mereka tidak memiliki hak itu. Ini akan menjadi ilegal dalam hukum internasional. Jadi masih ada hal-hal yang belum terselesaikan.
Ini juga alasan utama Shinzo Abe telah memeras otaknya begitu lama untuk mengubah konstitusi. Abe telah merancang proses tiga langkah untuk mempromosikan amandemen konstitusi.
Langkah pertama: pada 1 Juli 2014, partai berkuasa Jepang secara resmi mengumumkan "pembebasan bersyarat dari larangan hak untuk membela diri secara kolektif."
Langkah kedua: pada 16 Juli 2015, Diet Nasional Jepang mengeluarkan undang-undang keamanan yang baru.
Langkah ketiga: pada bulan Maret 2016, undang-undang keamanan baru diimplementasikan secara resmi.
Salah satu ciri unik dari undang-undang keamanan adalah bahwa jika salah satu sekutunya diserang, JSDF diizinkan melakukan serangan balik. Itulah poin pertama. Poin kedua adalah bahwa jika sebuah negara yang terkait dengan keamanan domestik Jepang diserang, dan akan mengancam keamanan domestik Jepang, maka Jepang akan melakukan serangan balik.
Berdasarkan undang-undang keamanan ini, JSDF bisa melancarkan serangan. Jadi dengan cara inilah kekuatan Jepang yang benar-benar defensif JSDF, dapat ditingkatkan dan dapat menyerang luar negeri-benar-benar menyerang melalui kebijakan pertahanan taktis di Jepang. Ini adalah peningkatan kemampuan pertahanan Jepang secara keseluruhan sejak akhir P.D. II. Ini telah melewati dari hak bela diri unilateral untuk membela diri secara kolektif.
Sebagai tambahan, "Three Principles on Arms Exports/Tidak Prinsip Untuk Ekspor Senjata" yang selalu membatasi ekspor senjata Jepang secara resmi digantikan oleh "Tiga Prinsip Transfer Peralatan dan Teknologi Pertahanan" pada tahun 2014.
Meskipun tiga prinsip baru melonggarkan pembatasan ekspor senjata dan teknologi militer Jepang, namun tidak menambah banyak poin pada kinerja penjualan militer Jepang. Sampai hari ini, Jepang hanya berhasil menjual kepada Angkatan Laut India dua belas pesawat amphibi US-2i senilai sekitar 1,65 miliar USD.
Namun walau bagaimanapun, Jepang telah meninggalkan larangan ekspor senjata yang sebelumnya patut diawasi. Perwakilan kelompok anti-perang Jepang "Network Against Japan Arms Trade (NAJAT)" Koji Sugihara percaya bahwa Jepang berada di perempatan jalan sejarah. Kebijakan pengembangan teknologi Jepang telah menunjukkan tanda-tanda militerisasi yang jelas, dan pemikiran militeristik ini merembes ke dalam masyarakat secara lebih cepat. Jika tren ini tidak bisa dihentikan, maka Jepang akan berangsur-angsur menjadi negara yang "bernafsu perang" dan bahkan menempatkan Jepang kembali pada jalur perang lama.
Meskipun sebagian "Konstistusi Perdamaian" Jepang telah dihapus dan dibuat tidak berarti oleh pemeritnahan Abe, merevisi sebuah konstitusi tidak terjadi dalam semalam. Berdasarkan apa yang orang Jepang katakan pada diri mereka sendiri, ada tiga "pengaman" dari "Konstitusi Perdamaian" Jepang: pertama, tindakan pencegahan AS terhadap Jepang; Kedua, pertempuran internal LDP antara mereka yang ingin mengubah konstitusi dan mereka yang ingin melindunginya; Ketiga, kehendak rakyat Jepang.
3 Mei 2017, adalah ulang tahun ke 70 "Konstitusi Perdamaian Jepang" sudah  diberlakukan. Pada hari itu juga Abe mengumumkan bahwa dia ingin menerapkan sebuah konstitusi baru pada tahun 2020, dan dengan jelas menulis JSDF ke dalam konstitusi baru ini. Ini adalah pertama kalinya dia mengusulkan sebuah tabel waktu untuk mengubah konstitusi. Berdasarkan tabel waktu ini, jika Abe terpilih untuk ketiga kalinya dalam pemilihan Presiden LDP pada bulan September tahun depan maka Abe akan dapat mengubah/mengamandemen konstitusi sebelum masa jabatannya yang baru habis.
Terkait dengan rencana Abe yang terus-menerus untuk mengubah konstitusi, Kantor Berita Yonhap (Yonhap News Agency) ROK/Korsel menunjukkan dalam sebuah pernyataan yang sangat menyesalkan: Shinzo Abe menggunakan alasan "ancaman negara-negara tetangga" untuk mengubah konstitusi dengan tujuan mengubah Jepang dari negara yang tidak bisa berperang ke negara yang bisa berperang.
Pada sore hari 17 November 2017, PM Jepang Shinzo Abe membuat pidato kebijakan pemerintahan pertamanya setelah pemilihan selesai. Selama pidato tersebut, Abe mengatakan bahwa dia yakin bahwa dengan usaha bersama, dan kearifan umum partai yang berkuasa dan partai oposisi, mereka pasti akan menyelesaikan masalah sulit, termasuk diskusi untuk mendorong amandemen konstitusi ke depan.
Tiga hari kemudian, pada 20 November, Diet nasional Jepang melakukan tanya jawab tiga hari dari semua perwakilan partai mempertanyakan tentang pidato kebijakan pemerintahan Abe.
Pertanyaan pada hari pertama, Abe mendapat kritikan dari partai oposisi mengenai amandemen konstitusi, dan isu lainnya.
Yukio Edano, ketua partai oposisi terbesar, Partai Demokrat Konstitusional Jepang, mengungkapkan sikap partainya selama melakukan pertanyaan yang terjadi hari itu, dengan gigih menentang undang-undang keamanan baru dan hak untuk membela diri secara kolektif. Edano mengatakan bahwa jika perilaku inkonstitusional ini diizinkan, tidak mungkin ada pembahasan konstitusi yang benar, dan yang pertama yang harus dilakukan adalah benar-benar menghormati konstitusi saat ini.
Abe tidak menanggapi langsung hal ini, namun menyarankan agar dia akan menghadapi kenyataan keamanan yang serius, dan menangani secara menyeluruh semua masalah dengan melengkapi undang-undang keamanan damai di dalam ruang lingkup konstitusi. Dia juga mengatakan bahwa mengamandemen konstitusi akan diputuskan oleh sebuah referendum nasional pada akhirnya.Â
Jajak pendapat publik telah menunjukkan bahwa proposal Abe bukanlah yang diinginkan rakyat Jepang. Menurut jajak pendapat publik yang dilakukan oleh "Mainichi Shimbun" Jepang pada 12 dan 13 November 66% responden menentang hal ini.
Honzawa Ziro, seorang komentator politik Jepang mengatakan: Rakyat Jepang menentang perang, dan tidak ingin berperang lagi. Semakin banyak orang menentang amandemen konstitusi, banyak di antaranya adalah kaum muda.
Namun, yang perlu diwaspadai saat ini, yang menduduki dua pertiga kursi di Diet nasional, yang memungkinkan Abe tumbuh lebih dekat dan semakin dekat dengan impiannya yang angkuh untuk mengubah konstitusi. Dan impian angkuh ini bukan milik Abe sendiri, namun ini juga termasuk pada kekuatan sayap kanan dan ultra kanan Jepang pascaperang.
Saat ini, kita tidak bisa melihat kekuatan ini di Shinzo Abe sendiri, tapi dari keseluruhan sayap kanan, terutama yang ultra kanan, pikiran Abe sebenarnya sama dengan garis ultra kanan.
Mereka pikir yang pertama, jika mereka ingin Jepang menjadi negara yang "normal", memiliki hak untuk berperang, dan menjadi kekuatan politik utama yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, mereka harus membebaskan diri dari kontrol AS. Tidak ada kekuatan politik utama yang dikendalikan oleh kekuatan lain sebagai back-up dan didikte pihak atau negara lain, yang tidak independen dan otonom dalam urusan luar negeri, dan sepenuhnya bergantung pada kekuatan besar militer mereka.
Karena itulah pada akhirnya, jalan Jepang akan menjadi tempat yang harus membebaskan diri dari kontrol AS. Awal jalan Jepang untuk mengubah konstitusinya diarahkan ke AS.
Tujuan jalan Jepang untuk mengubah konstitusi jelas, namun Jepang juga tahu diri bahwa sikap AS masih memainkan peran yang menentukan. Untuk tingkat tertentu, AS berharap agar Jepang dapat memperkuat kekuatan defensifnya untuk mempertahankan kepentingan AS sendiri di kawasan Asia Pasifik, namun AS mungkin tidak ingin melihat Jepang benar-benar terlepas dari kendalinya.
Lalu apakah Abe akan berhenti sampai disini saja?
Siapa yang merumuskan "Konstitusi Perdamaian" Jepang? Douglas MacArthur. AS berhasil melakukannya, dan pemerintah AS menyetujuinya. Jika AS memberi ruang terbuka kepada publik, hal itu bisa berhasil mengubah konstitusi. Jika AS tidak mengizinkannya untuk mengubah konstitusi, maka tidak mungkin berhasil mengubahnya, jika Abe menambahkan undang-undang JSDF ke "Konstitusi Perdamaian Jepang", AS mungkin dapat mematuhi hal itu, namun benar-benar mengubah signifikansi dan akhirnya, misalnya, Pasal 9. Anggota Kongres AS, dan bahkan beberapa anggota Kongres yang sangat pro-Jepang, tidak akan menyetujuinya. Demikian pendapat para analis dunia luar.
Memang terlihat Abe secara bertahap mengamandemen konstitusi. Dia memiliki kesabaran politik, dan Abe adalah kekuatan politik, dia bukan hanya satu orang. Dia mewakili kekuatan politik.
Kekuatan politik ini akan terus berupaya dalam hal ini untuk waktu yang lama. Jika Abe masih menjabat, atau jika dia tidak menjabat, masih akan ada orang lain, bahkan jika tidak mejabat pun, orang lain yang akan terus mendorong Jepang untuk menjadi kekuatan politik dan militer utama, untuk menuju ke arah AS. Banyak analis memperkirakan bahwa setelah sekian lama, nantinya AS akan mengalami hal ini.
Jalan Abe untuk menjadi kekuatan militer besar tidak diragukan lagi merupakan tindakan yang bertentangan dengan jalannya sejarah.
Secara global, perdamaian dan pembangunan merupakan tema era modern. Pada kenyataannya, Jepang seharusnya sangat mau merenungkan hal ini. Bahwa setelah PD II berakhir, pesatnya perkembangan ekonomi Jepang terutama dibangun di atas lingkungan yang relatif damai.
Mantan Sekretaris Jenderal LDP Hiromu Nonaka pernah mengatakan bahwa Jepang telah didorong ke arah yang salah, bahwa dia khawatir Jepang sekali lagi akan mengalami kemunduran pada "perang bodoh" tersebut, dan khawatir Jepang akan menjadi anak yatim piatu di Asia bahkan di Timur Dekat dan Timur Tengah.
Dari perspektif jangka panjang, kekhawatiran semacam ini bukan tanpa pamrih. Marilah kita bersama mewaspadai hal ini, janganlah militerisme di Jepang sekali lagi membawa sengsara kepada rakyat Jepang dan umat seluruh dunia..........
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
Web: 1 | 2 | 3 | 4 | 5Â | 6Â | 7 | 8 |Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H