Kecuali bahwa Suriah yang menangani "ISIS" dan Al-Qaeda sekarang, ada pula yang memikirkan pengaturan pascaperang, mereka semua memikirkan berapa banyak lahan dan populasi yang dapat mereka kendalikan, berapa banyak pengungsi yang harus mereka serap, dan membangun basis pemilih, karena pada pokoknya mereka harus mempunyai pemilih.
Pernulis dari Al-Watan yang berbasis di Suriah, Bassam Abu Abdullah, menulis dalam sebuah artikel bahwa hegemon global AS tidak akan meninggalkan tujuannya---hanya akan mengubah metode, trik, dan strategi yang digunakan untuk mencapainya.
Banyak analis yang berpikir AS tidak lagi memiliki kekuatan untuk menyembunyikan kejahatannya yang keji, dan tidak akan dapat terus membodohi rakyat Syria lagi.
Dalam enam tahun Perang Suriah, Suriah telah berubah menjadi neraka di di bumi. Perang yang terus menerus berlangsung berkelanjutan telah mengubah banyak kota makmur menjadi reruntuhan. Dan dari perspektif Timur Tengah, akhir Perang Suriah telah memproklamasikan sebagai akhir periode sejarah di Timur Tengah.
AS dan Rusia telah menarik sebuah perbatasan di sepanjang Sungai Efrat. Selama perundingan damai Astana, AS tidak berpartisipasi secara aktif, namun merupakan salah satu penerima. Jika kita melihat negara-negara yang dilemparkan ke dalam kekacauan oleh gerakan 'Musim Semi Arab" (ditengarai buatan AS), masing-masing negara telah  masuk dalam jalur yang berbeda yang mereka jalani. Tunisia pada dasarnya telah dapat dipulihkan menjadi tenang.
Di Mesir, Ikhwanul Muslimin mengambil kendali untuk sementara waktu, namun kekuasaan telah direbut kembali oleh Abdel Sisi, sehingga Mesir telah kembali ke jalur normalnya.
Libya masih dalam keadaan perang dan kacau, dan belum ada hasilnya. Kekacauan Suriah adalah yang terbaru, dan mempelajari beberapa pelajaran dari negara lain. Jadi semua pihak mendukung pemerintah dan berharap tidak digulingkan oleh revolusi kekerasan atas nama "demokrasi." Mereka telah mencapai tujuan ini. Akhir Perang Suriah bisa dikatakan sebagai periode hitam besar untuk mengakhiri Musim Semi Arab. Demkian menurut para pengamat dan nalis Timur Tengah.
Mudah-mudahan Indonesia juga tidak dikacaukan atas nama "demokrasi" dan kebebasan mengemukakan mendapat seperti yang terjadi di dunia Arab dengan gerakan "Musim Semi Arab."
Sumber: Media Tulisan dan TV Luar Negeri
Syria 6 years on: What does the future hold?
As Syrian conflict enters its seventh year, Assad’s future is the sticking poin