Pada tanggal 4 September, koalisi internasional mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa Pasukan Demokrat Suriah telah menguasai Masjid Agung Raqqa, yang sangat strategis.
Robert Jones, Komandan Koalisi Global untuk melawan ISIS menyatakan: Pembebasan Raqqa akan benar-benar merupakan pukulan yang menentukan untuk Daesh/ISIS. Ini akan menyelesaikan pembebasan apa yang mereka sebut ibukota yang diproklamirkan sendiri di Suriah dan bila dikombinasikan dengan pembebasan Mosul sangat penting bagi kekalahan Daesh."
Suriah Dalam Keadaan Terfragmentasi
Saat ini situasi Suriah benar-benar dalam terfragmentasi. Semua pihak yang berkepentingan sudah memiliki wilayah atau wilayah kekuasaan sendiri. Pemerintah Suriah tidak akan dengan mudah bisa  menuntut daerah-daerah ini, namun pada saat yang sama, kampanye penyerangan terhadap Dier ez-Zor dan Raqqa sesungguhnya tidak ada saling kaitannya secara langsung.
Alasan mendasar mengapa mereka tidak terkait langsung adalah karena Raqqa dikendalikan oleh AS, atau Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung oleh AS. Mereka sudah membangun kontak dimana semua pihak tidak akan bisa ambil bagian di Raqqa. Dengan kedaaan demikian, bahkan jika militer Suriah sudah mengambil Deir ez-Zor sebagai batu loncatan untuk langkah ke Raqqa, hal itu tidak akan mungkin.
Di sebelah utara, militer Suriah telah berada di sekeliling Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi dan telah  tiba di tepi selatan Sungai Efrat Provinsi Aleppo sekali lagi, yang berjarak 160 km dari Raqqa yang telah benar-benar dikuasaikan oleh militer Suriah. Di Suriah tengah, pada 12 Agustus, militer Suriah membebaskan basis "ISIS" besar Al-Sukhnah, di Provinsi Homs.
Kemudian pasukan Suriah membebaskan juga Uqayribat di Hama timur. Ini berarti penghancuran basis besar akhir teroris di Suriah tengah. Dan di Provinsi Idlib, Suriah barat, kelompok teroris "Al-Nusra Front" secara bertahap mendapatkan posisi dominan dalam pertempuran dengan pasukan oposisi Suriah "Ahrar al-Sham."
Menurut sebuah laporan dari "Komersant" yang berbasis di Rusia, Rusia telah mengundang Kyrgyzstan untuk mengerahkan pasukan untuk bertugas di Suriah, bersama mereka akan menjaga ketertiban di Provinsi Idlib, yang berpenduduk satu juta orang.
Pakar militer Rusia Viktor Murakhovsky percaya bahwa Kazakhstan dan Kyrgyzstan hanya akan secara simbolis membawa pasukan ke Suriah. Kedua negara sudah biasa memnggunakan senjata buatan Rusia, sehingga lebih mudah untuk mengkoordinasikan komando mereka. Rusia akan mendapatkan inisiatif lebih besar di Suriah.
Banyak analis melihat tujuan politik Rusia di Suriah adalah untuk memperpanjang pemerintahan al-Assad. Inilah yang menjadi tujuan politik fundamentalnya. Untuk memperpanjangnya, pertama-tama al-Assad perlu diberikan kekuasaan yang cukup kekuatan militernya untuk melawan serangan dari militan oposisi.