Sumber: http://www.ingeniouspress.com
Akhir-akhir ini perhatian internasional sedang terfokus pada panasnya situasi di Semenanjung Korea, tapi “gada” (pentungan besar) AS sedang mulai diayunkan pada negara lain di Timteng, nampak seperti sudah “hilang kesabarannya” untuk mulai mecari gara-gara lagi kepada Iran.
Dalam beberapa hari terakhir ini, Trump memutuskan untuk menilai kembali kebijakan AS untuk Iran. Langkah pertama adalah menilai ulang kesepakatan nuklir Iran. Dari sejak kampanye Trump yang lalu menganggap ada ketidak beresan dari kesepakatan ini, sikapnya terhadap perjanjian ini dengan tegas menolak dan bersumpah akan membatalkannya.
Apakah Trump coba untuk membalikkan kebijakan Obama di Timteng dengan ini? Perubahan apa yang akan terjadi terhadap hubungan AS- Iran?
Pada 19 April lalu, Menlu AS Rex Tillerson mengadakan konferensi pers dengan hanya 30 menit, dimana dia mengeluarkan sebuah pernyataan tegas yang secara terbuka mengkonfirmasikan bahwa Trump telah memerintahkan pemerintah federal untuk melakukan tinjauan antar-departemen terhadap kebijakan kepada Iran.
Ini adalah yang pertama bagi Trump sejak memasuki Gedung Putih yang mengeluarkan perintah yang jelas mengenai masalah Iran.
Tillerson menyatakan: “Ambisi nuklir Iran merupakan resiko serius bagi perdamaian dan keamanan internasional. Itu sudah menjadi kebiasaan dan postur mereka untuk menggunakan sumberdaya apapun yang tersedia bagi orang-orang dan bangsa yang tidak sehat. Iran yang tidak dikendalikan mempunyai potensi untuk melakukan seperti apa yang dilakukan Korut, dan membawa kekacauan dunia.”
Dalam pernyataan diatas, Tillerson menyatakan baik Iran maupun Korut adalah sebuah contoh yang jarang terjadi, dan mengeluarkan peringatan bahwa AS telah kehilangan “kesabaran strategisya” dengan Iran.
Fox News mengomentari, dengan mengatakan bahwa sikap baru Tillerson terhadap Iran adalah salah satu tindakan garis keras yang diambil hari ini.
Penilaian pemerintah AS mencakup kesepakatan nuklir Iran, serta kerusakan pada kepentingan AS akibat intervensi Iran di Syria, Irak, Yaman dan Libanon yang telah dilakukannya.
Untuk semua ini, penilaian kembali perjanjian nuklir Iran akan dilakukan selama 90 hari, setelah itu akan memberi rekomendasi kepada Presiden mengenai apakah perjanjian ini akan dilanjutkan atau tidak.