Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ronde Baru Hubungan AS-Iran dalam Era Trump

9 Mei 2017   10:05 Diperbarui: 9 Mei 2017   10:31 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkenaan dengan hal ini, Ketua Organisasi Energi Atom Iran, Ali Akbar Salehi, pernah mengeluarkan sebuah peringatan bahwa jika pihak lain meninggalkan atau  menghancurkan kesepakatan tersebut, Iran akan memulai lagi fasilitas nuklirnya, dan dunia akan tercengan.

Berdasarkan pendirian Trump sejak kampanye, apakah penilaian kembali perjanjian nuklir Iran ini merupakan awal untuk menghancurkan kesepakatan tersebut?

Menurut pandangan pengamat, AS sebenarnya menggunakan tindakan ini untuk mengirim pesan kepada Iran, Iran harus mengendalikan ambisinya di kawasan tersebut. Ini tidak berarti bahwa pemerintah Trump benar-benar akan menarik diri dari kesepakatan nuklir ini, karena penarikan AS dari perjanjian ini tidak akan berpengaruh bagi AS. Tindkan ini tidak bisa menghancurkan perjanjian nuklir Iran, karena kesepakatan ini tidak ditandatangani hanya oleh Iran dan AS saja. Tapi masih ada enam negara lain dan Iran yang menandatangani serta disahkan oleh PBB.

Saat ini Trump akan menilai ulang kesepakatan nuklir Iran hanyalah tipuan, sebab pada kenyataannya AS tidak benar-benar memikirkan hal ini. Yang menjadi perhatian AS adalah kepentingan AS, seperti yang ditekankan terus-menerus oleh Tillerson dan Mattis.

Dalam opini AS, Iran harus sangat berterima kasih atas kesepakatan nuklir Iran, namun Iran malah terus menimbulkan masalah di Timteng yang telah merongrong AS mencapai tujuan strategisnya di kawasan ini, bahkan membuat frustasi AS,  jadi terpaksa AS harus mengeluarkan peringatan ini.

Lalu apa sebenarnya yang Iran lakukan sehingga menyebabkan kemarahan AS?

Pada 18 April lalu, helikopter Black Hawk Arab Saudi jatuh saat melakukan misi di Yaman, dan 12 tentara Saudi yang ada didalam pesawat tewas. Ini merupakan korban terburuk yang dialami militer Saudi sejak pasukan multinasional yang dipimpin Saudi melancarkan serangan militer terhadap gerilyawan Houthi di Yaman pada bulan Maret.

Keesokan harinya, pada 19 April beberapa pejabat AS yang tetap ingin anonim mengungkapkan bahwa pemerintah Trump mempertimbangkan untuk memberikan lebih banyak dukungan militer kepada militer Saudi agar mereka bisa memerangi Houthi dan bisa memaksa mereka untuk mau ke meja perundingan. Pejabat-pejabat ini mengatakan bahwa alasan pemerintah Trump akan lebih aktif lagi melakukan intervensi dalam situasi Yaman terutama untuk menekan Iran agar tidak menjadi satu kekuatan utama di kawasan ini.

 

James Mattis dalam pertemuan dengan Arab Saudi dalam kunjungannya mengatakan: “Kami sebenarnya telah melakukan sesuatu,  saat kami memperkuat daya perlawanan Arab Saudi dan membuat Anda lebih efektif dengan militer Anda, karena kami bekerjasama sebagai mitra.”

Pada bulan September 2014, militant Houthi di Yaman merebut ibukota Sana’a, dan kemudian menduduki wilayah selatan Yaman, dan memaksa Presiden Yaman saat itu Abdrabbuh Mansour Hadi melarikan diri ke Arab Saudi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun