Menghadapi pelanggaran terbuka dari AS atas “Piagan PBB” dan konvensi PBB, jelas PBB terlihat tidak berdaya.
Selama ini AS melihat dunia seakan mereka berada diatas, dan berusaha sebagaimana bisa mempertahankan posisi hegemonik? Sehingga ingin menggunakan tata kelola global dan kadangan-kadang ingin memamerkan peran PBB, tapi peran PBB yang tidak memperlalukan sama dengan anggota PBB lainnya. AS ingin mempertahankan posisi “kepemimpinannya.”
Pada 4 Januari 2017, sehari setelah Sekjend PBB Antonio Guterres secara resmi menjabat, ia menelpon Trump secara resmi. Trump mengatakan bahwa pemerintahan baru membutuhkan untuk melakukan beberapa reformasi dan perubahan untuk memastikan bahwa setiap sen dollar AS yang diberikan kepada PBB digunakan secara effektif.
Memang kini AS membayar jumlah terbanyak untuk biaya operasi pemeliharaan harian PBB yang mahal, hingga sekitar 22% dari biaya oeprasional PBB. Hal ini yang juga membuat pusing AS bagaimana untuk bisa menekan biaya operasional ini.
Tapi ini juga dikarenakan AS sekarang berada dalam relatif lemah, tidak sepercaya diri seperti sebelumnya, sehingga tampaknya lebih hati-hati pada pengeluaran ini. Jika tidak sesuai dengan permintaan, AS akan menolak untuk memberikan uangnya.
Mulai 20 Januari 2017, AS memasuki era Trump. Inti pemikiran kebijakan luar negeri Trump “America First,” yang berarti menempatkan kepentingan AS dan Keamanan AS pertama. Jadi bisa diprediksi dalam proses diplomatik AS, PBB akan tidak diragukan akan terpinggirkan.
Dunia memerlukan suatu tantanan dunia demi ketertiban. Tata kelola global perlu adanya “konsultasi bersama, untuk saling membangun dan saling beragi,” satu-satunya pilihan yang tepat adalah semua pihak untuk berkonsultasi dan ber koordinasi pada semua isu-isu internasional, agar mencapai saling menguntungkan melalui kerjasama.
Kunci dari tata kelola global adalah mengklarifikasi siapa yang diatur, apa yang diatur, bagaimana mereka mengatur. Ada yang berpandangan, PBB merupa kombinasi dari berbagai negara yang setara, dan banyak kegiatan internasional harus dilakukan dalam rangka PBB. Ini akan menjadi prasyarat untuk tata kelola global.
Kini kemanusiaan dalam periode perkembangan utama, terjadi revolusi dan penyesuaian besar, tetapi juga dalam periode yang penuh tantangan dan resiko yang terus meningkat. Rencana Tiogkok seperti yang dikemukan oleh Presdiden Xi untuk menciptakan sebuah komunitas dengan nasib umum, untuk mencapai keuntungan yang saling berbagi. Membangun tantanan internasional yang adil, rasional menjadi tujuan manusia yang tanpa lelah terus mencari.
Dalam situasi baru ini, kita perlu bersikeras untuk kedaulatan kesetaraan, dan mempromosikan persamaan hak, kesetaraan kesempatan dan kesamaan aturan bagi semua negara.
Tata kelola global mempengaruhi kepentingan semua negara. Dalam semua bahaya dunia saat ini, tidak ada negara yang dapat bertindak sendiri---globalisasi telah menghubungkan kita lebih dekat bersama. Jadi kita membutuhkan tata kelola global baru dan konsep untuk membebaskan diri dari belenggu dari geopolitik.