Kecemasan yang lebih dalam berasal dari peningkatan kesempatan yang tidak sama dan ketimpangan pendapatan. Saat ini, kekayaan dari orang terkaya orang Amerika hanya 0,1% dari rakyat AS setara dengan yang dimiliki oleh 90% dari semua orang Amerika.
Ketimpangan pendapatan yang meningkat ini berhubungan langsung dengan titik awal yang sama dengan memburuknya dalam kesempatan memperoleh pendidikan dan pekerjaan, sehingga membentuk lingkaran setan dimana “pemenang mengambil semuanya.” (the winner take all).
Banyak analis percaya bahwa dalam pemilu tahun ini, apakah itu calon dari Demokrat--Bernie Sanders, yang menyerukan “revolusi sosialis demokratis” atau Donal Trump yang poluler di kalangan pekerja krah putih dan biru untuk menentang imigran ilegal dan perdagangan bebas, mereka berdua tiba-tiba menyatakan rasa tidak aman bagi tingkat akar rumput di AS yang merasa ditekan, dan kemarahan mereka pada kelambanan elit dan sistem yang ada.
Analis percaya bahwa pemilu ini membuktikan gelombang anti-kemampanan, sentimen anti-elitis di akar rumput AS, serta gelombang nasionalisme dan ekslusivisme. Banyak isu-isu politik yang menyangkut mereka telah diabaikan. Mereka sudah tidak suka kaum elit dan kemampanan, dan merindukan Revolusi.
Jiak kita membeicarakan globalisasi, orang-orang ini adalah orang-orang yang tidak mendapatkan keuntungan dari globalisasi. Orang-orang yang mendapatkan keuntungan adalah kaum teknisi elit. Sehingga mereka membenci dan tidak puas dengan globalisasi, dan ini semacam sentimen dan amarah yang perlu dilampiaskan. Jadi ketidak sukaan Trump dengan globalisasi dan sikap beroposisi dengan perdagangan bebas, sesuai dengan keingin kelompok ini. Jadi norang-orang ini sering melihat bahwa mereka telah menemukan seorang juru bicara untuk kepentingan mereka atau mengajukan banding atau tuntutan mereka bersama-sama Trump, sehingga mereka memilih untuk mendukung Trump.
Luka Setelah Pemilu
Setelah segala debu pemilu mengendap, dan meninggalkan AS dalam keadaan terluka. Pada 7 Nopember “Wall Street Journal” merilis sebuah jajak pendapat publik terakhir sebelum hari pemungutan suara, dan hampir dua per tiga (2/3) pemilih mengatakan bahwa kampanye kali ini telah membuat mereka “kurang bangga terhadap bangsa mereka.”
Hampir 60% dari pemilih mengatakan bahwa mereka tidak puas dengan kedua kandidat, dan sekitar setengah dari pemilih mengatakan bahwa mereka tidak perduli siapapun yang menang pemilu, mereka tidak siap untuk mendukung presdien baru.
Menghadapi pemilih yang tidak siap mendukung ini, apa yang akan Trump siap lakukan? Dia kemungkinan akan membawa revolsui baru di AS, tapi dia juga akan membawa ketegangan besar.
Pada pertengah abad ke-19, ilmuwan politik Prancis yang cermerlang—Alexis de Torquelle(1805-1859) pernah meringkas sistem pemilu AS dalam karya klasiknya “Democracy in America” (Demokrasi di Amerika) antara lain dituliskan: “beberapa saat sebelum waktu yang menentukan datang, pemilu menjadi penting, sehingga untuk berbicara dapat dikatakan semua topik akan asyik mengdiskusikan. Begitu hampir dekat pemilu, aktivitas intrik dan agitasi dikalangan rakyat meningkat. Memang benar bahwa segera setelah pilihan ditentukan, semangat ini terhalau, dan kembali tenang, dan ‘sungai” yang tadinya hampir rusak dan tenggelam tepiannya kembali ke level yang biasa lagi.”
Hari ini, hampir 180 tahun kemudian, kata-kata ini masih akurat menggambarkan keadaan pemilu AS yang baru saja berkahir. Namun apa yang tidak dapat Alexis de Tocqueville bayangkan bahwa “kegiatan intrik” akan begitu aktif dalam pemilihan ini, dan kesenjangan antar kubu akan begitu luas dan banyak, sehingga sulit untuk menentukan apakah sungai tidak akan “tenggelam pada level yang biasa.”