Maka kali ini perjalanan Obama ke Asia-Pasifik oleh banyak pihak disebut “perjalanan rekonsiliasi”, tapi pengamat melihat apakah Obama hanya menggunakan tindakan-tindakan yang tidak biasa untuk mengubah halaman gelap dalam sejarah dan coba menciptakan persahabatan di abad ke-21? Banyak yang mempetanyakan apa tujuan sebenarnya di balik “perjalanan rekonsiliasi” ini?
KTT Ise-Shima G7–Jepang, 2016
Pada 27 Mei 2106, para pemimpin G7 mengadakan pertemuan di Ise-Shima , Jepang. Dan meloloskan deklarasi bersama. Yang sama dengan apa yang diharapkan dunia luar, meskipun deklarasi ini tidak dengan terus terang menyebutkan Tiongkok, tapi jangkauannya menyinggung isu Laut Tiongkok Selatan.
Dalam bagian deklarasi sesi untuk keamanan maritim, menekankan untuk menghormati kebabasan navigasi/pelayaran dan penerbangan, mendukung menyelesaikan sengketa melalui cara-cara damai, termasuk prosedur peradilan atau arbitrase, dan menyatakan prihatin untuk situasi Laut Timur dan Laut Tiongkok Selatan.
Pada hari yang sama Departemen Kemenlu Tiongkok menyatakan ketidak senangan atas hal ini kepada Jepang dan G7. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying menyatakan: “Kegiatan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan sepenuhnya dalam hak kedaulatannya, dan sah tanpa bisa dibantah. Tiongkok selalu mendedikasikan untuk menjaga kebebasan navigasi dan Tiongkok sering menekankan bahwa kebebasan navigasi tidak diartikan dapat dilakukan dengan liar. Tiongkok dengan tegas menentang negara-negara tertentu menjelekan Tiongkok atas nama kebebasan navigasi.”
Pengamat melihat bahwa selama KTT G7 dimana Jepang menjadi tuan rumah, Jepang dengan meng-sensasionilkan masalah ketegangan Laut Tiongkok Selatan dan yang sebenarnya tidak sesuai dengan kerangka platform dari G7 yang untuk manajemen ekonomi antara negara-negara maju.
Pada kenyataannya, ini bukan pertama kalinya tahun ini Jepang telah mencoba untuk “menyelusupkan” urusannya sendiri ke dalam pertemuan internasional. Misalnya, pada bulan April lalu, pada KTT Menlu G7 di Hiroshima telah merilis “Pernyataan Hiroshima” untuk keamanan maritim, dengan mengumumkan bahwa para Menlu prihatin tentang situasi di Laut Timur dan Laut Tiongkok Selatan, dan berharap untuk menggunakan arbitrase internasional untuk meneylesaikan masalah, sehingga untuk memastikan kebebasan navigasi dan juga penerbangan.
Dari isinya, pengamat melihat mudah menebak saat menyangkut masalah Laut Tiongkok Selatan. Pada “Deklarasi Ise-Shima Leaders” itu hanya berupa lanjutan dari “Pernyataan Hiroshima.” Beberapa analis mengatakan bahwa pertimbangan politik dari masing-masing negara-negara G7 yang menjadi alasan
Pihak Tiongkok mencurigai pihak AS dan Jepang berusaha untuk memaksa masalah Laut Tiongkok Selatan untuk masuk menjadi topik penting dalam diskusi G7, tetapi tampaknya negara-negara Eropa lainnya mungkin tidak setuju dan mengganjal keputusan ini, karena mereka juga mempunyai pertimbangan dan kepentingan sendiri.
Tampaknya negara-negara Eropa menentang perilaku egois Jepang, karena sebagai negara tuan rumah memiliki hak untuk memandu topik diskusi. Kelompok G7 dalam kenyataanya, negara-negara utama di Eropa tidak setuju. Ini dapat terlihat dengan jelas saat penciptaan AIIB (Asia Infrastrure Investment Bank). Tapi untuk masalah keamanan, negara-negara utama G7 yang semuanyanya anggota NATO, dan hal itu harus konsisten dengan AS dan memelihara sikap yang sama dengan AS dalam keamanan dan politik.
Dalam hal ini tidak perlu menjaga konsistensi dengan Jepang. Jadi semua pihak membuat kompromi untuk menkankan isu Laut Tiongkok Selatan dengan tanpa menyebutkan dengan jelas namanya, untuk memberi dukungan politik untuk AS dan Jepang. Ini adalah semacam kompromi dengan tidak menyebutkan langsung namanya untuk sedikit memperhalus, sehingga negara-negara Eropa bisa terlihat tidak mengelak tanggung jawab, tapi mereka masih bisa dapat poin dengan AS dan Jepang.