Untuk mempraktekan sistem ini, dan mengimplementasikan dalam praktek AU-AS telah merencanakan untuk membuat UAV hingga total menjadi 80% dari total pesawatnya pada tahun 2020.
Operasi Sistem Penggabungan Pesawat Udara Tanpa Awak sekarang hanya sebuah konsep, terutama diatur berdasarkan pada sistem perang udara berawak. Oleh karena itu, di masa depan, perintah dan fungsi alarm (peringatan) akan dikembangkan ke arah UAV. Jadi jika perintah dan fungsi peringatan ditransfer ke UAV, maka itu berarti UAV dengan kemampuan tempur udara yang kini sudah diciptakan akan berkembangan dengan tajam.
UAV yang kita lihat sekarang terutama untuk menyerang daratan dan kapal, dan perubahan besar dapat terjadi untuk masa depan. Dan UAV akan dikembangkan menjadi supersonik.
Banyak pengamat yang membayangkan dalam pertempuran masa depan, angkatan bersebjata AS akan memiliki pesawat pembom siluman tak berawak sebagai kekuatan serangan utama. Dan AS melakukan Operasi Sistem Penggabungan Pesawat Udara Tanpa Awak dengan Global Hawk, Predator, RQ-180, X-37B, X-51 dan berbagai UAV mini lainnya yang dapat menembus jauh ke dalam wilayah musuh, membentuk modus operasional baru UAV luar angkasa untuk pengawasan, perang elektronik, serangan taktis, dan penyerangan taktikal ke dalam. Sementara itu UAV masih perlu digunakan bersama dengan MAV (pesawat udara berawak) serta berbagai kekuatan militer lainnya.
UAV biasanya mengambil tugas pengawasan daratan, serangan pendukung di darat dalam Perang Teluk, Perang Kosovo, Perangn Afganistan, Perang Irak dan Perang Sipil Libya, sangat membantu AS dan NATO memenangkan setiap pertempuran pada akhirnya. Beberapa penyusun strategi bahkan memprediksi bahwa pada abad ke-21, UAV sepenuhnya akan menggantikan MAV dan mengambil peran utama dalam medan pertempuran.
Laksamana Manazir (AL-AS) menyatakan : “Tidak diragukan lagi, kita membutuhkan generasi baru pesawat tempur untuk kapal induk untuk mempertahankan keunggulan AS atas lawan kita di medan perang.”
Menurut Navy League melaporkan AL-AS sedang meneliti X-47B Stealth untuk dikembangkan menjadi bomber tak berawak yang berbasis di kapal induk yang akan menjadi jauh lebih besar dari 20 ton X-47C yang ada sekarang hingga mencapai 35 ton, untuk peningkatan lebih besar dalam kapasitas untuk memuat bom.
Menurut Website AS “Inside Denfense”. Departemen Pertahanan AS melaporkan akan mulai penelitian dan pengembangan pesawat tempur generasi ke-6 untuk AU-AS pada tahun fiskal 2015, untuk menggantikan Lockheed Martin F-22 Raptor dan F-35 Joint Strike Fighter, termasuk proyek pengawasan dan penyeranganan udara dengan UAV untuk kapal induk AL-AS.
Dari perspektif perkembangan dunia saat ini, AS tidak dipungkiri sebagai negara yang teratas dalam observasi untuk UAV penyerang, UAV strategis, UAV yang paling berdaya tahan lama terbang, UAV Siluman sebagian berbasis untuk Kapal Induk. Bahkan beberapa UAV yang bisa menjangkau luar angkasa. AS menjadi paling terkemuka di dunia. Maka dari itu tidak heran, AS selalu berpegang bahwa kekuasaan yang menentukan segala sesuatu sebagai prinsip inti dari filosofi perang mereka.
Upaya negara lain Dalam UAV
Pada 21 Nopember 2013, Tiongkok berhasil melakukan uji-coba pesawat tempur UAV siluman dengan nama “Sharp Sword” yang penampakan luar terlihat seperti X-47B dan Dassault nEUROn. Bahkan Reaper Inggris telah mengadopsi struktur siluman. Tiongkok telah tertarik mengembangkan UAV sejak 1960-an, dan hanya sampai 1994 baru mengadakan penelitian secara resmi dan melakukan pengetrapan pada “ Unmmaned WarHawk” (无人战鹰). Para ahli mengatakan ada tiga arah R&D utama untuk UAV saat sekarang.