Dari 21 s/d 23 Mei 2015, PM Irak Haider al-Abadi mengunjungi Rusia. Untuk mencari dukungan militer dari Rusia dalam menyerang ISIS. Rusia juga menyatakan akan membantu Irak melawan ISIS. Meskipun Irak masih dianggap pro-AS, pakar Russia percaya bahwa Irak selalu memiliki sikap positif ketika berhadapan dengan Rusia, sebagian karena melihat pengaruh Rusia di Temteng. Terutama untuk masalah Iran dan Syria, selain itu juga karena dimana AS enggan memberikan senjata untuk melawan ISIS, sehingga Irak harus mendapatkan dukungan dari Rusia.
Kini Irak menghadapi situasi yang komplek, membutuhkan persenjataan yang modern dan effektif. Dalam hal ini Rusia dapat memberikan Irak persenjataan yang dibutuhkan ini. Seperti jet tempur SU-25, Helikopter tempur Mi-28, Mi-35 dan K-52, berbagai artileri, dan sistem volley-fire, yang akan membantu militer Irak lebih effektif melawan ISIS. Rusia telah menyediakan batch pertama.
Beberapa analis mengatakan, Rusia mau melakukan ini karena Irak, Syria dan Mesir berada di garis depan dalam kontraterorisme, dan keberadaan ISIS menjadi acaman langsung terhadap mitra strategi Rusia di Timteng yaitu Syria. Oleh karena hal ini Rusia bersemangat memberikan sejumlah besar senjata kepada Irak dalam periode yang yang sangat singkat, dan senjata-senjata ini telah memainkan peran utama dalam memerangi ISIS.
Peran Iran
Disisi lain, Iran oleh “The Guardian” Inggris, dianggap sebagai sekutu paling ideal bagi AS untuk memerangi Pasukan ekstrrimis ISIS. Namun AS tidak pernah secara terbuka mengundang Iran untuk bergabung dalam CGTF dalam menyerang ISIS.
Iran negara Islam Syiah terbesar di Timteng. Pada 2003, setelah AS menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein, yang juga musuh Iran. Kini Irak untuk pertama kalinya dikontrol oleh kaum Syiah setelah beberapa generasi dijadikan warga nomor dua di Irak. Iran akan mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk menjaga pemerintah Irak yang dipimpin kaum Syiah agar ramah terhadap Iran.
Pada 12 Mei 2015, Presiden Irak---Fuad Masum mengunjungi Teheran, bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani dan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei. Juru bicara Khamenei mengatakan, Jika pemerintah Irak meminta secara resmi kepada pemerintah Iran, maka Republik Islam akan menanggapi permintaan ini.
Saat ini, Iran telah menyatakan secara tidak langsung bahwa keamanan dan integritas Irak menjadi perhatian utama dari kebijakan luar negerinya. Sebelumnya, pada bulan Agustus 2014, Menlu Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan ketika mengunjungi Irak bahwa Iran melihat keamanan Irak sebagai urusan keamanannya sendiri.
Aso Ali seorang analis politik Irak mengatakan, Pemerintah AS akan menyadari bahwa itu akan sulit bagi AS untuk bisa mengumpulkan semua negara (sekutu CGTF). Dan akan menyadari bahwa tanpa dukungan Iran atau bahkan Syria akan sulit untuk mengalahkan ekstrimis, karena serangan udara memerlukan informasi dari daratan, untuk misi ini perlu bantuan Syria.
Para analis mengatakan, berhadapan dengan kekacauan di Timteng, AS membutuhkan kekuatan lebih untuk menekan ekstrimis, dan Iran adalah salah satu pilihan. AS dan Iran memiliki kepentingan bersama yang luas dalam memerangi ISIS. Kedua negara berharap Irak memiliki pemerintahan yang kuat yang ada diatas masalah konflik agama.
Tapi bagaimanapun, permusuhan tradisional antara Iran dan AS untuk berbicara perdamaian dan memulai kerjasama lebih mudah diucapkan daripada untuk dilaksanakan. Para ahli strategi internasional dan media Eropa seperti “The Daily Telegraph” di Inggris, telah menyarankan AS melepaskan prasangka dan bergabung dengan Iran dan negara-negara lain untuk melawan ISIS.