Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bloger

Suka maka, suka jalan, suka nulis, suka bercengkerama, suka keluarga. __::Twitter: @nuzululpunya __::IG: @nuzulularifin __::FB: nuzulul.arifin __::email: zulfahkomunika@gmail.com __::www.nuzulul.com::

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fiksi Penggemar RTC] Sesal

10 September 2015   20:38 Diperbarui: 10 September 2015   22:23 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maafkan, abi sayang. Kapal dari Makassar sempat mengalami gagal sandar beberapa kali. Sehingga penumpang harus menunggu sampai laut tenang," kataku mencoba menenangkan. Namun tangis Nabil malah semakin bertambah keras.

"Bapak Dayat...?" Seorang perawat perempuan dengan pelahan mendekat ke arahku.

"Ya," jawabku singkat.

"Sebaiknya Nabil bisa dibawa ke luar dulu, Bapak. Biarlah Firli untuk sementara kami jaga. Kasihan dia. Sejak pagi tadi tak henti-hentinya menangis."

Sejenak aku pandangi perawat itu. Wajah teduh itu menawarkan gelegak resahku.

"Saya mohon bisa menjenguk Firli sebentar ya, Mbak?" Pintaku memohon.

"Disila, Bapak." Aku pun berananjak meminta Nabil untuk diam. Memintanya duduk di kursi tunggu depan ICU. Sementara aku lihat, Firli terbaring diam di salah satu sudut ruang ICU.

Ya, Allah. Mengapa ini harus terjadi? Aku yakin sebelumnya Firli lebih kuat dibandingkan kakaknya, Nabil. 7 tahun masa bersama di pesantren sudah cukup menjadi bukti. Meski berbeda komplek, setiap kakaknya sakit, Firli anakku yang bungsu selalu menjaga dengan kakaknya dengan sabar di poliklinik pesantren.

"Maafkan abi ya, nak...." Tangan putih lembutnya ku raih dengan perlahan. Lalu, kucium kening dan pipinya pelan-pelan. Tak terasa bulir-bulir bening itu jatuh dengan derasnya. Aku pun duduk bersimpuh di bawah bed perawatan. Langit-langit ruang ICU yang berwarna putih itu pun terlihat berubah jadi abu-abu.

"Maafkan abi ya, nak..." Kembali kalimat itu meluncur dari mulutku. Aku pun tak mampu memandang wajahnya yang begitu pucat.

"GCS-nya 2-2-2, Bapak...," terngiang-ngiang jawaban perawat ICU saat ku tanya kondisi terakhir anakku. Kesadaran dan respons motorik yang sangat jelek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun