Para Gajah yang lain berbisik-bisik menyaksikan delegasi mereka berdiskusi yang lebih mirip sedang berdebat. Mereka semua masih belum menemukan cara untuk berada dalam satu barisan. Pada saat Gajah mulai menyadari bahwa inti persoalannya adalah kerukunan, Tikus Kampret segera masuk ke arena rapat.
Tikus Kampret : “Mohon maaf para Gajah saudaraku, aku bukan Gajah seperti kalian tapi aku benar-benar ingin mengingatkan bahwa kalian sedang dikelabui untuk saling bertengkar. Ketahuilah bahwa Kampret itu sangat lemah dan tidak akan mampu melawan kalian. Mereka hanya berpura-pura menggertak tapi sesungguhnya mereka memang ingin punya kredibilitas saja, bahwa seekor Kampret yang mampu menggertak Gajah dan Gajahnya takut adalah sebuah peningkatan martabat dan harga diri luar biasa di mata dunia. Ini semua soal martabat bukan soal penyerangan dan penguasaan”
Para Gajah menyimak dan manggut-manggut. Tikus Kampret melanjutkan kembali.
Tikus Kampret : “Oleh sebab itu aku setuju dengan sikap Gajah Cuek yang memang sebaiknya cuek tak peduli dibikin pusing meskipun aku sangat mengapresiasi Gajah Patriot yang segera bergerak cepat mengantisipasi masalah. Hanya saja progresi Gajah Patriot terlalu kaku, kurang luwes dan tidak membawa suasana yang tenang, maka saya lebih suka ini semua disikapi dengan seloroh dan canda tawa seperti halnya yang dilakukan oleh Gajah Tawa. Tikus Kampret mengakhiri pidatonya dan mohon diri”
Rapat berlanjut dengan kondisi yang tidak lebih baik setelah Tikus Kampret pergi, masing-masing tetap belum bisa memilih sikap terbaik, apakah cuek, atau antisipatif, atau ketawa-ketawa saja. Untuk bersikap cuek apalagi ketawa-ketawa, Gajah Kikuk merasa tidak suka. Itu sama saja menyepelekan keadaan.
Sementara Tikus Kampret telah melaporkan kepada kawanan Kampret bahwa saat ini kawanan Gajah sedang sibuk bertengkar siapa yang benar dan siapa yang akan dipakai usulannya. Maka para Kampret langsung terjun ke kebun-kebun buah dan bahkan sawah-sawah para Gajah tanpa dianggap sedang mengganggu stabilitas kedaulatan karena konsentrasi mereka adalah sedang ingin menemukan solusi dan antisipasi penghancuran yang akan dilakukan para Kampret. Strategi apa yang akan digunakan, senjata apa yang menjadi pamungkasnya dan dengan senjata apa menumpas para Kampret ini. Mereka tidak akan pernah sadar bahwa senjata utama itu bernama kebodohan. Makin banyak kebodohan para Gajah makin mulus juga penguasaan dan penghancuran dilancarkan. MENGHANCURKAN ITU, TARGET UTAMANYA KEHANCURAN! Kebodohan mereka sendiri itulah senjata paling manjur untuk menghancurkannnya
Kampret akhirnya panen besar-besaran dan apakah saat ini Gajah sudah tahu? Sampai berita ini diturunkan, para Gajah masih sibuk berdebat satu sama lain.
Ketua Kampret segera melaporkan kepada Kawanan Kalong yang sudah siap membantu Kampret jika menemui masalah. Ketua Kalong segera menemui klan Naga dan Elang yang menjadi dekengan utama keberanian para Kampret dan Kalong. Gajah terus bingung dan bertengkar satu sama lain. Rapat tidak ketemu solusi dan akhirnya masing-masing Gajah melakukan caranya sendiri-sendiri sambil terus membeberkan kelemahan dan ketidak-kooperatifan klan Gajah lainnya dalam langkah perjuangan. Gajah Kikuk menganggap Gajah lain tumpul dan tak paham situasi. Gajah Cuek menganggap keadaan ini seperti terlalu dibesar-besarkan dan tidak pernah menemui solusi sikap yang tepat, usulan-usulan yang dia coba berikan hanya menjadi angin lalu. Gajah Tawa semakin merasa terhibur saat Gajah Kikuk menjelek-jelekkan klannya yang dianggap tak punya sikap, apa yang dilakukan Gajah Kikuk serasa makin lucu dan kekanak-kanakan. Maka ia juga sering bikin statement balasan bahwa Gajah Kikuk seperti Gajah yang sangat gagah berani dan penuh jiwa perjuangan dengan panggung medan pertempuran yang ia bikin sendiri. Terus saja Gajah saling silang-sengkarut dan beradu pintar dalam pentas argumentasi.
Para Elang datang dengan berperan seakan-akan menjadi penengah dan mencoba membantu menemukan solusi. Berbagai modul dan model diberikan untuk diaplikasikan para Gajah. Para Gajah yang punya sejarah kedekatan dengan Moyang Garuda merasa kehadiran Elang ini sebagai representasi Moyang Garuda yang adil dan bijaksana. Elang memberikan kesibukan kepada para Gajah untuk berbenah dalam segala macam sektor dari mulai pendidikan karakter, mental, sekolahan, HAM, Demokrasi, dan seabrek ‘PR’ untuk para Gajah yang dianggap para Gajah mampu menyelematkan persatuan dan kesatuan mereka. Elang kemudian menguasai wilayah udara dan gunung-gunung tambang para Gajah. Ini merupakan langkah maju setelah sebelumnya wilayah udara dan Gunung-gunung tambang hanya bisa disinggahi sementara sebagai penasehat teknis dan konsultan distribusi.
Klan Naga dan Elang sudah mulai menancapkan cakar-cakarnya setelah dirasa aman segala halnya. Beberapa ekor Naga dan Elang betina sudah mulai membuat sarang bahkan sudah ada yang mulai bertelur di tempat-tempat strategis. Ini semua berjalan dengan hampir tanpa hambatan sebab para Gajah benar-benar mabuk dengan permainan adu benar dan martabat. Mereka masih menyangka bahwa musuh mereka adalah Kampret, padahal kampret merupakan pasukan turunan yang digunakan untuk mengkamuflase kehadiran para Naga dan Elang.
Identitas Palsu yang Dijunjung
Negeri Gajah benar-benar sangat peduli terhadap segala macam jenis perbaikan. Tapi rupanya para klan Gajah yang sangat sosialis ini telah mulai menikmati keterjebakan identitas yang mengurung kelompok sosialnya untuk berinteraksi lebih terbuka, luas dan merdeka, seperti sebelumnya. Klan Gajah Tawa, Gajah Cuek, dan Gajah Kikuk, seakan-akan menjadi mengemuka dan disunggi di kepala menjadi seperti identitas hakiki turun temurun dan penegasan akan jati diri. Mereka masih sama sekali tidak menyadari bahwa penyematan identitas itu untuk membuat mereka mudah diadu dan dikendalikan.
Klan Elang yang mampu terbang tinggi dengan leluasa mengamati gerak-gerik para Gajah. Perbaikan dan kerja keras para Gajah yang mengggarap modul dan model solusi perbaikan yang ia rekomendasikan dikerjakan dengan betapa serius dan tanpa reserve. Para Gajah sangat tertib dan sebisa mungkin mematuhi segala macam aturan dan tidak berani melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh klan Elang. Beberapa hal sudah dilakukan untuk mencegah timbulnya potensi kekuatan massif para Gajah. Pada beberapa modul disebutkan bahwa Gajah harus pandai meliuk-liuk seperti ular, ternyata dipatuhi hingga anda bisa bayangkan sendiri betapa lucunya Gajah meliuk-liuk. Pada beberapa asupan motivasi juga disampaikan bahwa Gajah jangan sampai puas terhadap potensinya, harus bekerja keras dan tinggi melayang di atas yang lain, seperti Elang. Maka para Gajahpun berusaha sekuat tenaga mematuhi modul ini dan berusaha seoptimal mungkin untuk terbang agar mampu mengejar ketinggian Elang sang guru.