“Kalau kalian merasa digerakkan sebagai kaum, seharusnya kalian tepis dan singkirkan jauh-jauh ke-aku-an kalian. Dan setelah kalian merasa digerakkan sebagai kaum maka kalian tidak meniti jalan bergerak ke ranah keangkuhan, wilayah kesombongan, dan area ke-aku-an”.
“Bagaimanapun kamu telah bersalah. Kesalahan itu harus memperoleh hukuman”
“Aku akan dengan senang hati menjalani hukumanku, asal kalian sekarang berada pada kerangka persatuan Umat dan membangun Kemaslahatan”
“Jangan banyak argumentasi. Kamu pikir kami sedang terpecah-belah?”
“Tidak akan kalian sadari keterpecahan jika pecah itu sendiri kalian tidak kenal”
“Coba jelaskan apa itu pecah?”
“Pecah adalah ketika sebatang lidi merasa menjadi sapu, ketika segelas air merasa menjadi samudra, ketika kreweng merasa menjadi atap”
“Teorimu itu tidak membuat Masjid ini kembali berdiri”
“Tapi membuat kalian bangkit dalam kebersamaan”
“Kamu tidak bisa lari dari hukuman dengan segala jawabanmu. Dirikan kembali Masjid yang telah dengan susah dibangun itu. Bagaimanapun caranya!”
“Baiklah aku akan menyanggupi. Ini adalah hukuman yang semakin membuatku yakin bahwa kalian hanya berharga dengan kemegahan Masjid dan tidak merasa berharga tanpanya, Rumah Allah itu sebenarnya sudah pernah kalian bangun sendiri di atas kepala kalian, tapi bangunan suci tempat tinggal Kasih sayang Allah di dalam dirimu tidak berharga lagi berbanding kemegahan bangunan bernama Masjid. Aku akan menuruti hukuman kalian bila memang ini adalah kesepakatan kalian, meski dengan penuh sesal aku rasakan. Aku akan merasa sedih dan menyesal kalau yang kalian lakukan adalah menindas, membenci, dan memperturutkan hawa amarah. Semoga kalian sedang tidak menindasku, sebab tidak baik sebuah masjid yang akan digunakan sebagai berkumpulnya umat dan tempat ibadah dibangun dengan penindasan. Semoga kalian juga tidak sedang membenciku sebab masjid untuk menyambung kasih sayang dan kebaikan bukan kebencian. Dan semoga kalian tidak sedang memperturutkan dendam dan hawa amarah kalian, sebab Masjid tidak dibangun dengan dendam dan amarah”