“Iyaaa…” seru Ardi. Tanpa sepengetahuan ibunya, dia tetap bermain asyik sampai larut malam.
***
Keesokan harinya, Ardi merasa mengantuk sekali. Matanya sulit sekali diajak kerjasama. Malas rasanya beranjak dari tempat tidur dan mandi. Ingin rasanya betah berlama-lama di tempat tidur.
Tiba-tiba dirinya teringat pagi ini ada ulangan Matematika. Segera dia bangun, dan bergegas mandi. Aaah, kenapa dia bisa lupa! Bukankah Bu Nunik sudah memberitahunya sejak minggu lalu. Semalam dia lupa tidak belajar karena keasyikan bermain games.
Ulangan sepenting ini kenapa bisa lupa, batin Ardi. Seharusnya dia mendengarkan apa kata Ibunya untuk segera tidur. Tapi Ardi terlalu asyik dengan mainan barunya. Menyesal sekarang pun percuma.
Secepat kilat Ardi bangun dan mandi. Diraihnya tas sekolah di atas meja belajar. Lalu tergesa-gesa dia menuruni anak tangga. Dilihatnya sekilas Ibunya berada di dapur di samping anak tangga.
“Bu, Ardi berangkat!”
“Tunggu, sarapan dulu” kata Ibu. Ardi mengabaikan panggilan ibunya. Dia khawatir akan terlambat datang ke sekolah.
Secepat kilat ia berlari menuju sekolah. Beruntung sekolahnya hanya berjarak tiga blok dari rumahnya. Biasanya ia menempuhnya dengan jalan kaki selama tiga puluh menit. Namun, kali ini lain. Ardi sudah terlambat.
***
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”