Hiroko mengernyit bingung, tapi ia mengangguk. "Selamat ulang tahun, kami ucapkan. Selamat panjang umur, kita kan---" Ia mulai bernyanyi dengan suara bariton, dan terus melanjutkan dengan lagu tiup lilin. Megumi segera mengembus lilin ulang tahunnya lalu memotong kue dan memberikan pada Hiroko.
Pria itu memakannya sedikit. Gadis di sebelahnya berdiri dan menyalakan sebuah lilin besar yang terletak di tepi meja. Suasana semakin romantis. Membuat Hiroko merasa tak nyaman dan canggung. Ia ingin segera pulang, tapi tak ingin melukai hati Megumi.
"Ayo, kita makan. Aku sengaja menyewa taman ini khusus untuk kita berdua," ujar Megumi sambil menuang makanan ke piring poselen. Lalu ia membuka sebotol anggur dan menuangnya ke gelas bertangkai. "Ini hari ulang tahunku, tak apa merayakannya sedikit dengan anggur," katanya menyerahkan gelas ke tangan Hiroko. "Mari kita bersulang."
Hiroko menerima dan mendentingkan ujung gelasnya ke gelas Megumi. "Selamat ulang tahun sekali lagi, Meg, semoga panjang umur, sehat dan bahagia selalu," ucapnya dan menenggak separuh anggurnya.
Megumi menggeleng sedih. "Ini akhir umurku, Hiro. Aku ingin pergi di hari bahagiaku."
Hiroko mengernyit. Dadanya terasa panas dan napasnya mulai tersengal-sengal. "Apa maksudmu, Meg?" tanyanya berusaha mengatur napas.
Gadis itu menghela napas panjang. "Aku sudah capek menjagamu, Hiroko. Selalu ada gadis lain yang mendekatimu. Sudah tiga orang yang kusingkirkan, aku tak mau semakin banyak menanggung dosa. Kupikir lebih baik kita pergi bersama, dengan begitu kau akan selalu bersamaku."
Pria tampan di sampingnya membelalak. "Maksudmu? Jadi, Harumi...?"
Megumi mengangguk sedih. "Aku sudah mengingatkannya untuk menjauhimu. Dia tidak mau mendengar saranku. Lalu kudorong dia dari lantai atas kampus."
"Tapi...?" Hiroko ternganga tak mampu berkata-kata.
"Aku mencintaimu, Hiroko. Tidak ada gadis lain yang boleh memilikimu!"