Rio tak menyahut. Ia menghela napas panjang lalu mengikuti sahabatnya ke parkiran. Hiroko berhenti di depannya dan mengeluarkan ponsel. Ia mengusap layar lalu membaca pesan yang masuk. "Sialan, aku lupa hari ini ulang tahun Megumi. Dia sudah menungguku di kafe Filio. Aku harus ke sana sekarang," katanya sambil menutup ponsel dan mengantonginya.
"Kau tidak pulang dulu? Mandi sebentar?" tanya Rio seraya mengeluarkan kunci motor.
Pria beralis tebal itu menggeleng. "Tidak sempat, sekarang sudah pukul delapan malam. Sudah terlambat."
"Kan, nggak apa-apa kalau dia menunggu sebentar?" balas sohibnya mulai menyalakan motor matik.
"Aku kasihan, Rio. Dia sendirian, orangtuanya di luar negeri tak ada yang sempat pulang merayakannya."
Rio menatapnya tajam. "Aku malah curiga. Apa memang benar dia ulang tahun?"
"Iya, setiap tahun dia mengundangku. Biasanya rame-rame, baru kali ini dia mengundangku sendirian. Mungkin dia mau menghemat karena BBM sudah mahal."
"Entahlah, Hiro, perasaanku tidak enak," gumam Rio dengan dahi mengerut. "Apa perlu kutemani?"
"You are kidding, right?" tukasnya tertawa. "She's just a girl!"
Rio mengangkat bahu. "Hati-hati saja. Kalau ada apa-apa, telepon aku."
"Sip!" seru Hiroko sambil membuka pintu mobilnya.