"Ala-ala hoax gimana?" sambar Bima.
S berhenti sebentar lalu minum kopinya. Sepertinya S menikmati penasaran yang memancar di wajah Bima. Tapi mungkin juga S sedang menyusun alasan yang akan dia berikan kepada Bima. Karena, kalian tahu, Hoax punya makna yang negatif.
"Ya ala hoax," kata S, "menurut lo gimana cara hoax bisa diyakini orang? Coba ingat jaman pilpres kemarin."
"Lo cerita bahwa lo mendengar kabar yang diceritakan orang lain dan kabar itu berasal dari orang lain lagi yang ia dengarkan dari orang lain lagi. Begitu seterusnya. Kalo ada gambar editan, lebih mantap lagi."
"Lo nyuruh gue nyebarin hoax?" tanya Bima setengah tidak percaya.
Bima ingin membuat novelnya dilirik penerbit. Ia tidak tertarik untuk bikin masalah, apalagi bikin orang lain susah.
"Ya, enggak. Makanya gue bilang "ala-ala hoax".
"Ala-ala gimana maksudnya?"
"Kita kan penulis fiksi, Bim. Yang kita ceritakan benar-benar fiksi, karangan my man ..." kata S.
"Iya, trus ... " potong Bima tidak sabar.
"Nah, cerita lo butuh jalan masuk ke pikiran dan hati pembaca. Dan 'ala-ala hoax' adalah jalannya!"