Terus bagaimana akhir cerita Ridha? Bagaimana nasib Syifa setelah menandang status janda kemudian melanjutkan study ke Kuwait? Bagaimana Nasib Andre yang ternyata gay lantas bisa mati terbunuh? Dan sejak kapan ada benih cinta di hati Syifa sampai kemudian menikah dengan Ridho. Akan lebih lengkap, kamu baca novelnya.
Komentar Soal Novel
Kang Abik dan pesantren ialah dua hal yang saling berkaitan. Kalau kita telaah seksama karya penulis yang ditahbiskan novelis nomor satu di Indonesia oleh Insani Undip Semarang ini selalu menyertakan kisahnya di pesantren pun lingkungan pesantren.
Kita maklumi karena beliau latar belakangnya besar di sini. Ini tentu saja jendela bagi kita yang kurang tahu dunia pesantren, penulisnya dengan apik menampilkan potret pesantren dengan segala tantangannya.
Saya melihat sedikit penulis yang konsisten seperti beliau, gigih speak-up. Di Suluh Rindu ini pun beliau mengangkat isu LGBT dengan memasukkan tokoh Andre. Gejala sosial yang kini cukup merajalela. hal yang miris ada saja sekelompok orang yang membenarkan laku tersebut seolah-olah itu normal padahal jelas-jelas abnormal secara medis.
Sekali pun begitu, Kang Abik belum menyentuh probkematik lain dunia pesantren sekarang yang tidak sedikit terkiat pelecehan, penerkosaan juga bullyng yang kerapkali diberitakan media. Mungkin saja dengan speak up ada perhatian keras kita semua menanggulangi hal tak dinginkan.
Kita pun tak lupa, ada sebagian orang yang beropini bahwa lulusan pesantren kurang "bersahabat" mencipta sistem atau pun produk teknologi modern. Andai ini jadi perhatian mungkin lembaga tertua ini mampu pula bersaing dengan lembaga lain yang katanya sekuler.
Pesantren dengan semua stake holder tak hanya mampu melahirkan manusia yang islami dan bakarater tapi mampu pula melahirkan ilmuwan yang survive di zaman yang tergerus paham hedonisme, matrealisme pun pragmatisme.
Jadi ke depan, santri tidak boleh lagi minder melihat kemajuan yang dunia. Tidak lagi ripuh harus bicara di majlis PBB. Tidak takut berdebat dengan terbuka di kelas ilmuwan dunia. Bukan sisi emosional agama yang dikedepankan yang "kadang kasar" tapi esensi Islam yang membumihanguskan kesombongan diri pun semuanya.
Cita-cita kita ialaha rahmat untuk alam bukan sekedear utuk Islam sendiri. Penting ini menjadi diskusi oleh para aktivis dakwah, tidak hanya sibuk pada masalah internal tetapi mau bersama cerdas melangkah memperbaiki problem eksternal.
Kesmpulan