Pendahuluan
Suluh Rindu gambaran suci cinta yang dipraktekan Ridho kepada Syifa sebagai sepupu. Kemudian kepada Ning Diana anak kiai-nya, dulu di mana ia mondok di Kendal, Jawa sana. Juga pada kampung halamannya. Juga pada orang terdekatnya. Terutama pada agama yang sama kita yakini, dinul Islam. Sekali pun tidak kamu yakini, minimal kamu tahu.
Novel ini terbit di juli 2022 oleh penerbit Republika. Cetakan pertama. Tebalnya 592 menjelang 600 halaman. Ini dapat saya pinjam dari adik saya di kampusnya, di Untirta Serang. Karena saya cuma diberi waktu seminggu, maka segera saya selesaikan. Kenapa saya membuat resensi, jawabnya agar terlihat pintar. Aslinya pengen aja sih. Selengkapnya saya ulas!
Isi Cerita
Novel ini menceritakan bagaimana Ridho merintis sebuah pesantren di kampungnya, Wey Meranti masuk kawasan Lampung Barat. Itu dilakukan setelah ia pulang dari pengembaraan keilmuannya di salah pondok Kendal, yang diasuh oleh Kiai Sepuh, yakni KH. Ahmad Munawir. Perjuangan ditemani dua juniornya di pondok, Reza dan Yunus.
Di sini awal ia berjuang. Ia punya sepupu-- cucu dari mbak neneknya yang yatim piatu itulah Syifa dan Lukman. Sebenarnya Ridho juga yatim, karena ia pun sama hidup bersama neneknya. Keduanya ia sekolahkan juga pondokkan. Bahkan Syifa sampai mampu hafal 30 juz, ia tak hanya jadi kebanggaan di pesantrennya namun berkat prestasinya pula namnya pula sempat viral menambah kebanggan Ridha pun keluarga.
Meski pun begitu, neneknya Syifa kurang suka dengan Ridho. Misalnya ia kurang setuju dengan keputusan Ridha memasukkan cucunya ke pesantren, ia lebih setuju kalau di masukkan ke sekolah unggulan di Bandar Lampung. Sikap sinis ini terus terjadi, namun Ridho seperti namanya tetap sabar akan sikap kakak dari neneknya itu.
Puncak konflik terjadi ketika Syifa lulus di pondok, ia pulang setelah diwisuda hafalan oleh Bu Nyai Nadhirah. Datang keluarga Pak Candra bersama Andre--- anaknya dan adik Pak Candra. Mereka datang untuk memberi hadiah Syifa.
Hadiah diberikan nominal uang 25 juta. Syifa biasa saja justru agak kikuk diberikan uang sebesar itu oleh orang yang belum dikenalnya. Tidak dengan Nenek Zumroh--neneknya Syifa, yang begitu cerah wajahnya.
Ridho pun dibuat galau pula dengan sikap neneknya Syifa yang dari dulu selalu silau dengan kemewahan dunia, belum sikapnya yang selalu merasa lebih baik dari orang lain. Kelak ia bakal menyesalinya, karena sikapnya nanti menjerumuskan cucunya pada dunia yang penuh kesunyian. Ternyata Andre menikahi Syifa hanya pansos untuk daftar jadi bupati di Lampung.
Ternyata, datangnya keluarga Andre itu untuk melamar Syifa. Tentu saja Syifa menolak karena ia sudah lebih dulu dipinang Ibu Nyai Iffah di pondok untuk dinikahkan dengan anaknya yang baru pulang mondok di Hadramaut, Yaman. Syifa manut saja, karena secara kualitas ia lebih jelas daripada keluarga Andre yang entah siapa.
Namun Nenek Zumroh justeru memaksa Syifa agar menerimanya. Dasar pilihannya bukan iman, ilmu dan akhlak tapi harta. Syifa diberi hadiah 25 juta, rombongan Pak Candra pun membawa mobil mewah apalagi kabarnya seorang pejabat di wilayahnya. Singkat kata, sekalipun Syifa menolak, Ridha punya yang lain  keputusan Nenek Zumroh tak bisa ditawar. Ya sudah, ditentukan tanggal pernikahan itu.
Perkembangan pesantren Ridho berkembang cukup pesat. Bisnis yang dirintisnya pun berjalan baik karena itu penunjang kebutuhan diri juga pondoknya. Pondoknya tidak memungut biaya maka ia membuka pintu rejeki lain lewat bisnis ternak ikan dan lainnya.
Di sini Kang  Abik memberi satu pelajaran bahwa kalau pondok agar terus eksis maka harus mandiri. Baik mandiri secara ekonomi maupun kebijakan agar tidak dicampuradukaj dengan kepentingan dinasti belaka. Pesantren aset bangsa pun aset yang banyak melahirkan jutaan ulama soleh di jagat negeri maka selayaknya kesucian pun marwah harus dijaga untuk masalahat semua.
Cerita makin menarik ketika Ridho tersdesak untuk punya isteri. Warga pun jamaahnya yang sayang kepadanya mempertanyakan, kapan kiai muda nya ini punya pun bojo yang nanti bakal melahirkan tunas-tunas pelanjut estafet dakwahnya.
Sowan Ridho ke Kiai Sobron, anak sulung gurunya. Ia juga sowan ke Kiai Mukhlas, tempat ia sorogan per pekan. Pun ke kiai lain yang ia sepuh-kan. Terutama ke guru tercinta  Simbah Nawir.
Takdir mengantrakannya pada puteri bungsu Simbah Nawir, Ning Diana. Diam-diam ia pun menyimpan rasa dan cinta pada Ridho, khadim abah-nya sewaktu nyatri. Hanya Ridho yang mampu memahami juga melunturkan keras kepalanya. Ya, siapa yang berani sama anak kiai, kecuali anak kiai juga. Dan Ridho termasuk yang lain.
Singkatnya, Ning Diana menikah dengan Ridha. Berjuang mengembangkan pesantren Al-Insaniyyah. karena ia hafal al-Qur-an maka di buka pesantren khusus tahfiz dan khusus perempuan. Lahir dua buah hati di sana dan pesantren makin berkembang.
Syifa pun menikah dengan Andre, namun kisah cintanya cukup tragis. Siapa tak mendapat hak batinnya sebagai wanita. Suaminya pun bukan orang taat agama dan hal yang miris seorang gay. Kisruh pun makin memanas, terjadilah perceraian dengan pecahan konflik yang menegangkan. Jadilah Syifa janda muda.
Di tengah kisah cinta Ridha yang romantis dengan Diana, kesibukannya pun di dunia dakwah makin moncer sampai di lahiran anak kedua tak bisa menemni kelahiran buah hatinya. Ternyata, ini detik-detik Ning Diana kembali ke alam abadi. Ridha ada di sana, ia menemani bahkan sebelum wafat meminta dibacakan juz 21 sampai juz 23. Di tengah bacaan itu, Ning Diana tersenyum dan tertidur.
Ridha yang mengira isterinya tertidur, karena terlihat lelap. Ia pulang ingin menjemput anak sulungnya juga membayar tanah untuk perluasan pesantren sebagai permintaan isterinya. Padahal waktu itu isterinya tidur selamanya diiringi kalam Ilahi yang dibacakannya.
Terus bagaimana akhir cerita Ridha? Bagaimana nasib Syifa setelah menandang status janda kemudian melanjutkan study ke Kuwait? Bagaimana Nasib Andre yang ternyata gay lantas bisa mati terbunuh? Dan sejak kapan ada benih cinta di hati Syifa sampai kemudian menikah dengan Ridho. Akan lebih lengkap, kamu baca novelnya.
Komentar Soal Novel
Kang Abik dan pesantren ialah dua hal yang saling berkaitan. Kalau kita telaah seksama karya penulis yang ditahbiskan novelis nomor satu di Indonesia oleh Insani Undip Semarang ini selalu menyertakan kisahnya di pesantren pun lingkungan pesantren.
Kita maklumi karena beliau latar belakangnya besar di sini. Ini tentu saja jendela bagi kita yang kurang tahu dunia pesantren, penulisnya dengan apik menampilkan potret pesantren dengan segala tantangannya.
Saya melihat sedikit penulis yang konsisten seperti beliau, gigih speak-up. Di Suluh Rindu ini pun beliau mengangkat isu LGBT dengan memasukkan tokoh Andre. Gejala sosial yang kini cukup merajalela. hal yang miris ada saja sekelompok orang yang membenarkan laku tersebut seolah-olah itu normal padahal jelas-jelas abnormal secara medis.
Sekali pun begitu, Kang Abik belum menyentuh probkematik lain dunia pesantren sekarang yang tidak sedikit terkiat pelecehan, penerkosaan juga bullyng yang kerapkali diberitakan media. Mungkin saja dengan speak up ada perhatian keras kita semua menanggulangi hal tak dinginkan.
Kita pun tak lupa, ada sebagian orang yang beropini bahwa lulusan pesantren kurang "bersahabat" mencipta sistem atau pun produk teknologi modern. Andai ini jadi perhatian mungkin lembaga tertua ini mampu pula bersaing dengan lembaga lain yang katanya sekuler.
Pesantren dengan semua stake holder tak hanya mampu melahirkan manusia yang islami dan bakarater tapi mampu pula melahirkan ilmuwan yang survive di zaman yang tergerus paham hedonisme, matrealisme pun pragmatisme.
Jadi ke depan, santri tidak boleh lagi minder melihat kemajuan yang dunia. Tidak lagi ripuh harus bicara di majlis PBB. Tidak takut berdebat dengan terbuka di kelas ilmuwan dunia. Bukan sisi emosional agama yang dikedepankan yang "kadang kasar" tapi esensi Islam yang membumihanguskan kesombongan diri pun semuanya.
Cita-cita kita ialaha rahmat untuk alam bukan sekedear utuk Islam sendiri. Penting ini menjadi diskusi oleh para aktivis dakwah, tidak hanya sibuk pada masalah internal tetapi mau bersama cerdas melangkah memperbaiki problem eksternal.
Kesmpulan
Akhirnya, tulisan di atas lebih hasil olahan pikiran awam saya. Lebih dari itu, saya termasuk pecinta karya Kang Abik. Dari awal karyanya sampai sekarang semua sudah saya baca. Kalau kamu tanya, apa bisa resensi semuanya, maka saya akan diam sambil sok manis tersenyum.
Namun lagi, hal miris terkait geliat literasi yang rendah sempat beliau bahas bahwa pengadaan buku kurang menjadi perhatian pemerintah. Lagi ini saya katakan miris, karena pemerintah banyak yang serius pada isi perut daripada isi otak.
Buktinya makan gratis yang tak lama lagi diaktualiasikan itu menyedot anggaran yang tak sedikit. Belum lagi BLT dan bantuan lainnya, namun buku-buku yang menarik tak jua kita temukan di perpustakaan sekolah. Tak jua ada perpustaakaan di tiap desa, apalagi kampung se-Indonesia.
Efeknya apa, pajak naik. Pengusaha menjeri dan dunia usaha agak lesu. Semoga ke depan ada perhatian itu agar geliat dunia perbukuan kembali ngebut. Harganya terjangkau karena negara berani memberi subsidi tidak hanya dijerat sama pajak yang menerjit. Wallahu'alam. (***)
Pandeglang, Â 19 desember 2024 Â 09.26
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI